Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) berencana melonggarkan sejumlah aturan yang mengatur alat peraga kampanye dalam peserta Pilkada Serentak 2020. Jika sebelumnya kampanye melalui spanduk, baliho, dan media diatur lebih rigid dalam peraturan KPU, pada pilkada kali ini aturan tersebut akan dilonggarkan.
“KPU melonggarkan aturan tentang alat kampanye seperti ukuran spanduk, baliho, serta slot dan frekuensi iklan di media elektronik. Hal itu dilakukan sebagai kompensasi atas kampanye tatap muka yang dibatasi karena pandemi covid-19,” jelas Komisioner KPU Pramono Ubaid dalam diskusi bertajuk Mewujudkan Pilkada Berkualitas di Tengah Pandemi Covid-19 yang diselenggarakan secara daring oleh The Habibie Center di Jakarta, kemarin.
KPU, kata dia, membatasi pelaksanaan kampanye di tengah pandemi covid-19 seperti pembatasan orang yang hadir saat kampanye tatap muka. Hal itu guna menghindari potensi penularan covid-19.
Dalam peraturan KPU, terang Pramono, diatur apabila kampanye dilaksanakan dalam ruangan, jumlah orang yang hadir hanya setengah dari kapasitas ruangan.
Supaya pembatasan tersebut tidak mengurangi pengetahuan pemilih, ujarnya, KPU melonggarkan aturan alat kampanye seperti spanduk, baliho, dan iklan. Namun, diakui Pramono, ada kelemahan dari alat kampanye tersebut.
“Spanduk, baliho, dan iklan hanya satu arah. Tapi, proporsinya tinggi bagi pemilih mengenal para kandidat kepala daerah,” terangnya.
Peneliti dari Pusat Penelitian Politik LIPI Aisah Putri Budiarti mengatakan risiko penularan covid-19 yang masih tinggi perlu diperhatikan. Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, kata Putri, ada 10 provinsi dengan kasus covid-19 tertinggi yang akan mengikuti pilkada.
“Ada sejumlah risiko akan rawan muncul seperti menurunkan angka partisipasi pemilih dan kerumitan akses penggunaan hak pilih. Itu harus dijamin penyelenggara pemilu,” paparnya.
Kualitas demokrasi
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan sejak 15 Juni 2020, tahapan pilkada resmi dimulai. Sosialisasi dan simulasi gencar dilakukan untuk menjamin penerapan protokol kesehatan dan kualitas demokrasi.
Pada tahapan awal, pihaknya fokus memastikan kesiapan logistik untuk kebutuhan administrasi maupun kesehatan seperti alat pelindung diri (APD).
Untuk itu, dengan adanya dana tambahan yang akan dicairkan pemerintah pusat sebesar Rp1,02 triliun untuk tahap I, hal itu diharapkan berjalan maksimal. “Logistik untuk bulan Juni-Juli ini yang perlu kita siapkan seperti perlengkapan arsip dan APD,” jelasnya.
Sementara itu, dari sisi regulasi, Arief menilai itu sudah terpenuhi dengan adanya perppu dan PKPU yang menjamin penyelenggaran pilkada. KPU akan membuat lagi PKPU terkait tata. Dengan demikian, KPU, selaku penyelenggara, menyatakan kesiapannya untuk melaksanakan pilkada di tengah pandemi covid-19.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar menyatakan pihaknya kembali mengaktifkan kerja panitia pengawas kecamatan (panwascam) dan panwas kelurahan/desa sejak 14 Juni 2020. Bawaslu juga memerintahkan pembentukan jajaran panwas kelurahan/desa yang tertunda.
“Bawaslu kabupaten/kota akan diaktifkan kembali dan melanjutkan pelantikan panwas kecamatan dan panwas kelurahan/ desa yang tertunda dengan memerhatikan protokol kesehatan,” tutur Fritz. (Van/P-3)
Iffa Rosita menegaskan pentingnya implementasi pedoman ini sebagai bentuk komitmen kelembagaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Saat ini fokus menyusun dokumen brief policy yang akan memuat sejumlah poin evaluasi dan catatan penting dari pengalaman penyelenggaraan pemilu dan pilkada sebelumnya.
Betty menjelaskan saat ini belum ada pembahasan khusus antara KPU dan semua pemangku kepentingan pemilu terkait e-voting.
Netralitas ASN merupakan salah satu isu krusial yang harus ditangani dengan penuh komitmen dan kokohnya peran Kemendagri dalam menangani permasalahan tersebut.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
Putusan MK soal kewenangan Bawaslu memutus pelanggaran administrasi Pilkada, pembentuk UU dapat segera merevisi UU Pilkada.
MK mengatakan selama ini terdapat perbedaan atau ketidaksinkronan peran Bawaslu dalam menangani pelanggaran administrasi pemilu dengan pelanggaran administrasi pilkada.
Titi Anggraini mengatakan putusan tersebut telah menegaskan tidak lagi terdapat perbedaan antara rezim pemilu dengan rezim pilkada.
Pengalaman dari Pemilu 2024 menunjukkan betapa tingginya partisipasi masyarakat dalam melaporkan dugaan pelanggaran.
Demokrasi tidak bisa dipisahkan dari politik karena sesungguhnya politik adalah bagian yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari
Bagja tetap mengimbau Bawaslu Sulawesi Selatan dan Kota Palopo untuk mengawasi setiap potensi terjadinya praktik haram tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved