Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

72 Daerah Kesulitan Biayai Pilkada

Putra Ananda
10/6/2020 05:15
72 Daerah Kesulitan Biayai Pilkada
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian .(ANTARA FOTO/Feny Selly)

SEBANYAK 129 dari 270 daerah yang akan menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 telah melaporkan kondisi keuangan ke Kementerian Dalam Negeri. Dari 129 daerah tersebut, hanya 57 daerah yang menyatakan mampu membiayai pilkada dari APBD.

“Kemudian, 72 daerah ruang fi skalnya memang sulit untuk meminta bantuan dari APBD. Ini masih belum termasuk 141 daerah lain yang belum melaporkan,” ungkap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam keterangannya, Senin (8/6) malam.

Menurut Tito, Kemendagri melakukan pengecekan ruang fi skal setiap daerah guna memenuhi kebutuhan pencairan dana untuk pilkada seperti yang sudah disepakati dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).

Pengecekan tersebut juga untuk memastikan kesanggupan daerah dalam menyediakan anggaran tambahan yang dibutuhkan terkait protokol kesehatan karena pandemi covid-19.

Kemudian, Mendagri meminta pemerintah daerah segera mencairkan NPHD untuk Pilkada Serentak 9 Desember 2020, agar penyelenggara pemilu dapat menggelar tahapan kembali pada 15 Juni nanti.

Tito mengatakan anggaran penyelenggara pemilu tidak ikut dipotong terkait realisasi anggaran kementerian lembaga karena urgensinya untuk kesuksesan pilkada di tengah pandemi.

“Kami sudah sampaikan surat juga kepada Menkeu agar anggarannya tidak dipotong, berkaitan dengan kebijakan rasionalisasi KL (anggaran kementerian/lembaga), demikian juga untuk Bawaslu, demikian juga untuk DKPP,” ujar Mendagri.

Di kesempatan berbeda, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Arief Budiman menuturkan KPU bersama Kementerian Keuangan akan membahas mekanisme pengadaan alat pelindung diri (APD) bagi para petugas di lapangan. Ia mengakui, pihaknya berkejaran dengan waktu.

“Waktunya cukup mepet karena tanggal 15 Juni kita sudah harus memulai tahapan,” ujar Arief.

KPU pun tengah menyusun Peraturan KPU (PKPU) pelaksanaan pilkada dalam kondisi bencana nonalam. Naskah PKPU tersebut saat ini sedang dalam tahap uji publik.

Arief menjelaskan, sebelum tahapan lanjutan dimulai, KPU akan mengutamakan kegiatan rapid test kepada petugas KPU yang memiliki gejala atau berisiko terpapar covid-19. Selain itu, setiap petugas yang bertugas di lapangan juga diwajibkan melengkapi diri dengan APD berupa masker.

Protokol kesehatan pun diterapkan di tempat pemungutan suara. “Dalam menggunakan alat coblos, pemilih menggunakan sarung tangan sekali pakai. Alat coblos sebelum dipakai juga wajib disterilisasi disinfektan oleh petugas KPPS,” ujar Arief.


Revisi UU Pemilu

Dalam kaitan pelaksanaan pilkada ke depan, ada dua opsi revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang memengaruhi dan tengah dipertimbangkan DPR.

Opsi pertama, pemilu nasional tetap dilaksanakan dengan 5 kotak mulai dari presiden, DPR RI, DPD RI, hingga DPRD kabupaten dan kota.”Kedua, pemilihan nasional terdiri dari pemilihan Presiden DPR, DPD RI. Adapun pemilukada itu gubernur, bupati/wali kota bersamaan dengan DPRD provinsi dan kabupaten kota,” tutur Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung dalam diskusi daring, kemarin.

Doli menegaskan pembahasan poin-poin revisi Pemilu harus berorientasi pada kepentingan jangka panjang agar UU Pemilu nantinya bisa digunakan 15 hingga 20 tahun ke depan.

Senada, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengingatkan Komisi II DPR RI agar revisi UU Pemilu tidak bertujuan untuk mengakomodasi kepentingan tertentu dalam jangka pendek. (Ind/Pro/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya