Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
TINGGAL menghitung hari 'pesta demokrasi' pemilihan kepala daerah yang akan secara serentak dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020. Ada 270 daerah yang terdiri atas 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37.
Ini bukanlah jumlah yang sedikit, untuk mendatangkan massa pada tempat pemungutan suara (TPS), dalam rentang waktu yang pendek, hanya lima jam. Dalam kondisi normal barangkali ini bukan menjadi masalah, di samping sudah dilakukan sejak Pemilu tahun 1955 sampai dengan tahun 2019, yang tidak berimplikasi dengan permasalahan kesehatan.
Kondisi saat ini yang membedakan adanya kemungkinan ancaman virus covid-19. Karakteristik virus ini akan dapat berkembang, cepat menular bukan hanya melalui barang yang kita sentuh, tetapi juga dapat melalui udara. Ditambah kultur yang tidak terbiasa menjaga kebersihan dan menjaga jarak.
Sebagaimana Pemilukada yang pernah dilakukan, tentu akan melibatkan banyak orang, kerumunan, dalam waktu yang bersamaan.
Sekalipun KPU telah membuat petunjuk pelaksanaan teknis, namun, tidak menjamin bahwa keamanan para pemilih untuk terhindar dari covid-19 bisa dihindari.
Di samping karakteristik virus yang tidak terlihat, tidak kasat mata, yang berbahaya dapat menular melalui udara. Namun sisi lain, Pemilukada juga merupakan hal penting sebagai salah satu bentuk partisipasi politik warga negara dalam menentukan masa depan daerahnya.
Untuk itu, maka, upaya yang sungguh-sungguh, sistematis, sistemik, dan terencana perlu untuk dilakukan. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) masih mempunyai tenggang waktu untuk melakukan berbagai simulasi, agar, pesta demokrasi di tingkat daerah dapat dilaksanakan dengan baik, dengan tetap, mematuhi protokol kesehatan.
Upaya yang dapat dilakukan KPU, KPUD, dan petugas KPPS adalah, pertama, memastikan bahwa petugas KPPS memahami dengan baik protokol kesehatan. Ini adalah mutlak untuk dipahami petugas KPPS.
Bagaimana dia dapat memberikan jaminan kepada pemilih, dalam menggunakan hak pilihnya, sementara petugas tidak memahami protokol kesehatan dengan baik.
Petugas KPPS mempunyai fungsi ganda. Di samping menghindari penularan covid-19 para pemilih, juga menjaga dirinya agar tetap dapat melaksanakan kewajibannya tanpa harus mengorbankan diri untuk tertular virus ini.
Kedua, memastikan bahwa pemilih dijadwal sedemikian rupa. Sehingga, tidak menumpukan para pemilih yang akan menuju ke bilik suara, dan setelah menggunakan haknya. Menjaga dengan baik alur itu, sehingga tidak terjadi crossing antara pemilih yang datang dengan pemilih yang telah selesai menggunakan hak pilihnya.
Ketiga, memastikan bahwa setiap pemilih selalu mengikuti protokol kesehatan dengan ketat, dengan menempatkan petugas khusus yang mengawasi pemilih.
Keempat, menyediakan sarana yang memadai untuk menghindari tertularnya covid-19 seperti handsanitizer, sirkulasi udara yang mudah berganti, dan lain-lain.
Upaya memenuhi protokol kesehatan ini mutlak dilakukan, jika ingin kuantitas partisipasi tetap tinggi. Mengaca catatan pemilukada yang sudah dilaksanakan sebelum masa pandemi saja, rata-rata nasional tidak sampai 80%. Apalagi, di masa pandem seperti sekarang.
Masih ada waktu bagi KPPS untuk meyakinkan warga negara, untuk menggunakan hak pilihnya pada tanggal 9 Desember, bahwa, di tempat pemungutan suara aman dari penularan virus covid-19. Semoga.
TINGGAL menghitung hari 'pesta demokrasi' pemilihan kepala daerah yang akan secara serentak dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2020. Ada 270 daerah yang terdiri atas 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37.
Ini bukanlah jumlah yang sedikit, untuk mendatangkan massa pada tempat pemungutan suara (TPS), dalam rentang waktu yang pendek, hanya lima jam. Dalam kondisi normal barangkali ini bukan menjadi masalah, di samping sudah dilakukan sejak Pemilu tahun 1955 sampai dengan tahun 2019, yang tidak berimplikasi dengan permasalahan kesehatan.
Kondisi saat ini yang membedakan adanya kemungkinan ancaman virus covid-19. Karakteristik virus ini akan dapat berkembang, cepat menular bukan hanya melalui barang yang kita sentuh, tetapi juga dapat melalui udara. Ditambah kultur yang tidak terbiasa menjaga kebersihan dan menjaga jarak.
Sebagaimana Pemilukada yang pernah dilakukan, tentu akan melibatkan banyak orang, kerumunan, dalam waktu yang bersamaan.
Sekalipun KPU telah membuat petunjuk pelaksanaan teknis, namun, tidak menjamin bahwa keamanan para pemilih untuk terhindar dari covid-19 bisa dihindari.
Di samping karakteristik virus yang tidak terlihat, tidak kasat mata, yang berbahaya dapat menular melalui udara. Namun sisi lain, Pemilukada juga merupakan hal penting sebagai salah satu bentuk partisipasi politik warga negara dalam menentukan masa depan daerahnya.
Untuk itu, maka, upaya yang sungguh-sungguh, sistematis, sistemik, dan terencana perlu untuk dilakukan. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) masih mempunyai tenggang waktu untuk melakukan berbagai simulasi, agar, pesta demokrasi di tingkat daerah dapat dilaksanakan dengan baik, dengan tetap, mematuhi protokol kesehatan.
Upaya yang dapat dilakukan KPU, KPUD, dan petugas KPPS adalah, pertama, memastikan bahwa petugas KPPS memahami dengan baik protokol kesehatan. Ini adalah mutlak untuk dipahami petugas KPPS.
Bagaimana dia dapat memberikan jaminan kepada pemilih, dalam menggunakan hak pilihnya, sementara petugas tidak memahami protokol kesehatan dengan baik.
Petugas KPPS mempunyai fungsi ganda. Di samping menghindari penularan covid-19 para pemilih, juga menjaga dirinya agar tetap dapat melaksanakan kewajibannya tanpa harus mengorbankan diri untuk tertular virus ini.
Kedua, memastikan bahwa pemilih dijadwal sedemikian rupa. Sehingga, tidak menumpukan para pemilih yang akan menuju ke bilik suara, dan setelah menggunakan haknya. Menjaga dengan baik alur itu, sehingga tidak terjadi crossing antara pemilih yang datang dengan pemilih yang telah selesai menggunakan hak pilihnya.
Ketiga, memastikan bahwa setiap pemilih selalu mengikuti protokol kesehatan dengan ketat, dengan menempatkan petugas khusus yang mengawasi pemilih.
Keempat, menyediakan sarana yang memadai untuk menghindari tertularnya covid-19 seperti handsanitizer, sirkulasi udara yang mudah berganti, dan lain-lain.
Upaya memenuhi protokol kesehatan ini mutlak dilakukan, jika ingin kuantitas partisipasi tetap tinggi. Mengaca catatan pemilukada yang sudah dilaksanakan sebelum masa pandemi saja, rata-rata nasional tidak sampai 80%. Apalagi, di masa pandem seperti sekarang.
Masih ada waktu bagi KPPS untuk meyakinkan warga negara, untuk menggunakan hak pilihnya pada tanggal 9 Desember, bahwa, di tempat pemungutan suara aman dari penularan virus covid-19. Semoga.
Para konsultan ini sebenarnya memiliki opini-opini, terlebih saat diskusi. Namun, untuk menuangkannya ke dalam bentuk tulisan tetap perlu diasah.
Sebagaimana dirumuskan para pendiri bangsa, demokrasi Indonesia dibangun di atas kesepakatan kebangsaan—yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Hasan mengemukakan pemerintah tak pernah mempermasalahkan tulisan opini selama ini. Hasan menyebut pemerintah tak pernah mengkomplain tulisan opini.
Perlu dibuktikan apakah teror tersebut benar terjadi sehingga menghindari saling tuduh dan saling curiga.
Dugaan intimidasi terjadi usai tayangnya opini yang mengkritik pengangkatan jenderal TNI pada jabatan sipil, termasuk sebagai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Yogi Firmansyah, merupakan aparatur sipil negara di Kementerian Keuangan dan sedang Kuliah S2 di Magister Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia.
Heri memberikan contoh pada kasus seperti Parigi Moutong, sebagai calon bupati dengan status mantan narapidana.
KEMENTERIAN Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat sebanyak 28 petugas meninggal saat Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024.
ANGGOTA KPU DKI Jakarta Doddy Wijaya menegaskan pihaknya tak menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di TPS 28, Kelurahan Pinang Ranti, Jakarta Timur
KASUS pencoblosan 19 surat suara di TPS 28, Kelurahan Pinang Ranti, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, oleh ketua KPPS diusut lewat dugaan tindak pidana pemilu oleh Bawaslu.
Lebih lanjut, Rahmat menambahkan bahwa sebanyak 30 orang pengawas mengalami sakit berat, 30 orang sakit ringan, 26 orang luka berat, dan 43 orang luka ringan.
Ketua KPPS diduga mengarahkan pemilih untuk mencoblos salah satu paslon. Kemudian, ditemukannya kotak suara yang tidak bersegel saat pleno di Kecamatan Bathin II Babeko.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved