Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Himpuni Gelar Seri Diskusi soal Omnibus Law

Ghani Nurcahyadi
08/2/2020 15:05
Himpuni Gelar Seri Diskusi soal Omnibus Law
Diskusi Himpuni soal Omnibus law(Dok. Himpuni)

PERHIMPUNAN Organisasi Alumni Perguruan Tinggi Negeri Se-Indonesia (Himpuni) mengadakan acara Diskusi secara intensif dan komprehensif membahas RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Omnibus Law Perpajakan yang dibagi dalam 9 seri.

Seri pertama yang digelar Kamis (6/9) malam membahas "Review Konsep Omnibus & Struktur Perundangan di Indonesia". Acara diskusi ini digelar di Sekretariat Ikatan Alumni Universitas Diponegoro di Jakarta.

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang jadi salah satu pembicara mengatakan, hingga saat ini, DPR belum menerima Rancangan Undang-Undang Omnibus Law, sehingga belum dapat mengagendakan Rapat Pimpinan maupun Rapat Badan Musyawarah DPR.

"Kami sampaikan secara resmi kita belum bisa menerima rancangan Undang-undang Omnibus Law baik itu mengenai cipta lapangan kerja dan perpajakan plus dalam hal ini adalah naskah akademisnya. Sehingga dari pimpinan DPR tadi berkoordinasi belum bisa membawa ini kedalam paripurna," ujar Azis dalam siaran pers yang diterima Media Indonesia.

Azis menjelaskan, masih ada beberapa perbaikan dan finalisasi draf yang dilakukan pemerintah terhadap omnibus law yang akan diserahkan ke DPR.

"Kan DPR baru bisa melakukan (rapat) masalah subtansi, masalah admistrasi, apa masalah tatib dan mekanisme setelah kita terima resmi. Pada saat ini belum kita terima resmi, kan kita ga bisa berpandangan," jelasnyjelasnya.

Baca juga : Pemerintah Segera Berikan Draf ke DPR

Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia Edmon Makarim yang juga jadi salah satu pembicara mengatakan, omnibus law yang disusun pemerintah perlu dibarengi dengan sistem kodifikasi yang baik..

"Jadi saya setuju semangatnya mari kita rapikan konsistensi hukum di Indonesia tapi caranya bahwa negara ini harus semangat disitu, harus menciptakan sistem (kodifikasi) itu," ungkap Edmon.

Sedangkan narasumer lain, Akhmad Muqowam menyampaikan, bahwa bicara tentang omnibus law tidak akan bisa dilepaskan dari tata cara legislasi pembentukan UU yang harus berdasar pada UU 15 Tahun 2019 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan.

"Jangan sampai pembentuk UU, dalam hal ini DPR dan Pemerintah meniadakan UU PPP tersebut, sebab bisa menjadi pemicu bagi stakeholder terkait untuk mempersoalkan dari aspek tata cara pembentukan UU," katanya.

Disisi lain, lanjur Muqowam, pembentuk UU seharusnya mencermati secara intens terhadap UU Omnibus yang dibentuk, maupun UU yang diambil pasalnya yang bersumber dari puluhan UU, dan juga implikasi hukumnya. 

"Saya kira Pemerintah sudah mengantisipasi secara menyeluruh terhadap Omnibus, walau juga sangat tergantung pembahasannya di DPR. Harapan masyarakat tentulah UU tersebut bukan menciptakan masalah, tetapi mensolusi masalah, itu konten terpentingnya," pungkasnya. (RO/OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik