Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
KETUA Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo berharap munculnya 'justice collaborator' dalam kasus dugaan suap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan lewat operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
Menurut Hasto, fenomena penangkapan pejabat negara karena praktik suap atau tindakan koruptif lainnya membuat upaya pemulihan citra lembaga atau komisi negara yang cenderung turun di mata masyarakat menjadi semakin sulit.
"Seharusnya sikap antikorupsi terus dikedepankan agar dukungan dan kepercayaan masyarakat dapat tumbuh" ujar Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dalam rilisnya, hari ini.
Terkait kasus ini, Hasto meminta semua pihak untuk bersabar serta menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK. Selain itu Hasto juga menghimbau agar kasus ini tidak ditarik-tarik ke dalam urusan politik, dirinya juga yakin KPK akan menangani kasus ini dengan transparan dan profesional.
Dalam kesempatan ini LPSK ingin menyampaikan kepada KPK, bilamana dalam proses penyelidikan muncul sejumlah saksi yang bersedia untuk menjadi saksi pelaku atau 'justice collaborator' (JC), LPSK menyatakan siap untuk memberikan perlindungan sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Kami berharap kalau dari hasil penyelidikan KPK mengarah pada munculnya JC, silahkan memberikan rekomendasi pada LPSK, kami akan tindaklanjuti," ucap Hasto.
LPSK sendiri memilih sikap bersabar menunggu sambil memantau perkembangan kasus ini, namun Hasto mengatakan bila dipandang perlu, dirinya akan menghubungi komisioner KPK terkait kemungkinan munculnya JC dalam kasus suap ini.
Dalam kasus ini Wahyu diduga sudah menerima suap 'dana operasional' sebanyak dua kali. Suap pertama diterima pada pertengahan Desember 2019 senilai Rp200 juta melalui orang dekat Wahyu, Agustiani Tio Fridelina. Uang kedua senilai Rp400 juta juga melalui Agustina yang sudah dikantongi sejak akhir Desember 2019.
Namun, pemberian kepada Wahyu baru dilakukan pada Rabu (8/1) lalu yang kemudian ditangkap tangan KPK. Uang tersebut diberikan dari pihak swasta Saeful Bachri yang diduga staf di DPP PDIP.
Selain Komisioner KPU Wahyu, tiga orang yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut ialah mantan anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina, selaku pihak penerima. Sementara ada dua orang yakni eks caleg PDIP Dapil Sumsel, Harun Masiku dan Saeful sebagai pihak pemberi suap.
Kasus ini didasari perebutan kursi Anggota DPR dari Dapil Sumsel 1. Seperti diketahui, PDIP sempat meminta agar KPU menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR di Dapil Sumsel 1. Di Dapil Sumsel 1, meliputi Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Banyuasin, Kota Palembang, Kota Lubuklinggau, PDIP mendapat 1 (satu) kursi.
Di Dapil itu caleg yang mendapat suara terbanyak adalah Almarhum Nazaruddin Kiemas. Beliau sebagai caleg PDIP di dapil Sumsel 1 meninggal dunia pada 26 Maret 2019 sebelum hari pencoblosan pemilu, 17 April 2019.
PDIP lantas berbekal Putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019 meminta agar posisi Almarhum Nazar sebagai peraih suara terbanyak diberikan pada Harun Masiku (caleg nomor urut 6), yang perolehan suaranya sangat sedikit.
Permintaan itu ditolak KPU pada 31 Agustus 2019 lalu. Karena KPU beranggapan caleg yang memperoleh suara terbanyak berikutnya lah, yaitu Riezky Aprilia, yang berhak ditetapkan sebagai caleg terpilih guna mengisi 1 kursi PDIP di Dapil Sumsel 1.(OL-4)
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
KPU bakal mempelajari secara detail mengenai putusan MK tersebut yang berangkat dari uji materi oleh Perludem selaku pemohon.
KPU sedang menyusun rancangan peraturan KPU (RPKPU) terbaru tentang penggantian antarwaktu (PAW) anggota legislatif.
Themis Indonesia, TII, dan Trend Asia melaporkan dugaan korupsi itu dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Laporan dilayangkan pada 3 Mei lalu.
Koalisi masih memiliki waktu tujuh hari untuk memperbaiki pengaduan di DKPP yang tenggatnya jatuh pada 13 Juni mendatang.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan lima orang tersangka setelah melakukan OTT di Sumatera Utara (Sumut).
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kronologi operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara, pada Kamis (26/6).
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap enam orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Mandailing Natal, Sumatra Utara. Kasus ini terkait korupsi pembangunan jalan.
KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di Mandailing Natal, Sumatra Utara. Sebanyak enam orang ditangkap dalam operasi tersebut.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Medan.
PENGACARA mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Ian Iskandar membantah tudingan kliennya yang disebut membocorkan operasi tangkap tangan (OTT) Harun Masiku
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved