Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Politikus Golkar Dibui 6 Tahun, Dicabut Hak Politik 5 Tahun

Dhika Kusuma Winata
12/11/2019 09:20
Politikus Golkar Dibui 6 Tahun, Dicabut Hak Politik 5 Tahun
Terdakwa kasus korupsi KTP-E Markus Nari bergegas seusai mengikuti sidang vonis di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin.(MI/Adi Maulana Ibrahim)

MAJELIS Hakim Franky Tambuwun menjatuhkan hukuman tambahan bagi Markus Nari, yaitu pencabutan hak politik selama 5 tahun. Mantan anggota DPR dari Fraksi Golkar itu sebelumnya divonis hukuman pidana penjara 6 tahun karena bersalah menerima suap proyek KTP-E.

"Markus Nari menerima US$400 ribu, atau setara Rp4 miliar. Uang yang diterima terdakwa berasal dari Andi Narogong yang sebagai pengumpul uang fee proyek," jelas Hakim Franky.

Mantan anggota Komisi II DPR itu menyusul sejumlah terdakwa lainnya yang telah divonis bersalah dalam kasus korupsi proyek KTP-E. Mereka ialah Irman (mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri), Sugiharto, Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku swasta, dan Anang Sugiana Sudihardjo selaku direktur utama PT Quadra Solutions.

Kemudian, Setya Novanto (mantan Ketua DPR), Irvanto Hendra Pambudi selaku mantan direktur PT Murakabi Sejahtera, dan Made Oka Masagung selaku pihak swasta yang diketahui sebagai orang dekat dengan Novanto.

Markus juga dihukum untuk membayar uang pengganti senilai US$400 ribu. Duit ini terkait dengan penerimaan Markus Nari dari proyek pengadaan KTP-E.

"Markus Nari menerima US$400 ribu, atau setara Rp4 miliar. Uang yang diterima terdakwa berasal dari Andi Narogong yang sebagai pengumpul uang fee proyek," imbuh hakim.

Selain itu, Markus dinyatakan bersalah merintangi penyidikan kasus dengan sengaja merintangi pemeriksaan di persidangan Miryam S Haryani. Kala itu Miryam berstatus sebagai saksi dan akan bersaksi untuk terdakwa Sugiharto.

Hakim menyatakan Markus meminta pengacara bernama Anton untuk mendapatkan berita acara pemeriksaan (BAP) atas nama Miryam dan Markus. Markus meminta pengacara itu untuk membujuk Miryam agar tidak menyebut namanya dalam persidangan. Menurut hakim, Anton pernah meminta kuasa hukum Miryam, yakni Elza Syarief agar mencabut keterangan yang menyebut nama Markus.

Soal putusan itu, Markus membantah menerima uang US$400 ribu. "Nyatanya putusan menjadi dolar Amerika Serikat, ini menjadi sesuatu yang tanda tanya bagi saya ada apa? Dan saya merasa tidak pernah menerima (uang)." (Dhk/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya