Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi terpidana kasus dugaan korupsi E-KTP, Markus Nari, ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas IA Sukamiskin, Bandung. Hal itu berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA).
"Pada Kamis (1/10), Jaksa Eksekusi KPK telah melaksanakan putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1998 K/Pid.Sus/2020 tanggal 13 Juli 2020," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat keterangan tertulis, Jumat (2/10).
Ali mengatakan Markus harus menjalani pidana penjara selama 8 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan. Markus juga dibebani membayar denda sebesar Rp300 juta.
Baca juga: KPK Periksa Saksi Terkait Kasus Korupsi Rachmat Yasin
"Dengan ketentuan jika pidana denda tidak dibayar, terdakwa dikenakan pidana pengganti berupa pidana kurungan selama 8 bulan serta dikenai pidana tambahan untuk membayar uang pengganti sebesar US$900 ribu," ujar dia.
Ali melanjutkan, jika Markus tidak membayar uang pengganti dalam waktu paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan, jaksa dapat menyita harta benda miliknya. Harta benda tersebut akan dilelang untuk menutupi uang pengganti.
"Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana dengan pidana penjara selama tiga tahun," ucap Ali.
Markus juga diberi pidana tambahan berupa pencabutan hak menduduki jabatan publik selama lima tahun. Putusan tersebut terhitung sejak Markus selesai menjalani masa pemidanaan.
Markus sebelumnya dituntut sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Ia dinilai terbukti menerima keuntungan senilai US$900 ribu dalam kasus korupsi KTP-elektronik.
Politikus Partai Golkar itu juga dinilai terbukti merintangi proses persidangan kasus korupsi secara langsung atau tidak langsung saat pemeriksaan anggota DPR Miryam S Haryani.
Saat persidangan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Markus juga melakukan hal serupa.
Dalam perkara korupsi, Markus dinilai melanggar Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.
Dalam kasus merintangi, Markus dinilai melanggar Pasal 21 jo Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (OL-1)
PENGACARA Setya Novanto (Setnov), Maqdir Ismail membeberkan bukti baru yang meringankan hukuman menjadi 12,5 tahun penjara, dari sebelumnya 15 tahun yakni keterarangan FBI
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyayangkan putusan Peninjauan Kembali (PK) yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung (MA) terhadap terpidana kasus korupsi KTP-E Setya Novanto.
Seluruh dokumen yang diminta otoritas Singapura terkait proses ekstradisi buron kasus KTP elektronik (KTP-E), Paulus Tannos telah rampung.
Paulus Tannos ditangkap oleh otoritas penegak hukum di Singapura pada 17 Januari 2025.
Sebagai pihak yang mengajukan permohonan ekstradisi, Supratman pemerintah Indonesia akan memberikan keterangan ke pengadilan di Singapura.
KPK bakal langsung menahan buron Paulus Tannos setelah proses ekstradisi rampung. Upaya paksa itu merupakan prosedur untuk tersangka yang melarikan diri ke luar negeri.
"Pada prinsipnya, pertimbangan banding dilakukan agar uang hasil korupsi dapat kembali ke masyarakat secara maksimal melalui mekanisme uang pengganti," imbuh Febri.
Markus dihukum untuk membayar uang pengganti senilai US$400 ribu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved