Headline
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menunggu pemulangan buron Paulus Tannos untuk melakukan pemeriksaan kasus dugaan rasuah pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-E). Permintaan keterangan belum bisa dilakukan saat ini, meski Singapura sudah menyatakan menangkap Tannos.
“Karena kalau (pemeriksaan Tannos) dilakukan di Singapura itu butuh surat menyurat, butuh izin segala macem dan itu panjang prosesnya,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (5/2).
Tessa mengatakan, KPK tidak bisa melakukan tindakan penyidikan di Singapura karena aturan di Indonesia tidak berlaku di sana. Semua proses penegakan hukum harus ditahan sementara, meskipun negara tetangga yakin tidak salah tangkap.
“Ini lintas negara, beda sistem hukum, jadi tidak serta-merta bisa dilakukan. Harapan kita adalah melalui proses ekstradisi itu penanganannya dan pemeriksaannya bisa dilakukan di Indonesia,” ucap Tessa.
KPK berharap proses ekstradisi Tannos berjalan dengan cepat. Sehingga, kasus dugaan korupsi pengadaan KTP-E bisa dibawa ke persidangan untuk dituntaskan.
“Jadi harapannya adalah ekstradisi yang diberikan oleh Pemerintah Singapura dan bisa segera dibawa ke Indonesia,” ujar Tessa.
Paulus Tannos ditangkap oleh otoritas penegak hukum di Singapura pada 17 Januari 2025. Kini, Indonesia tengah mengupayakan pemenuhan berkas yang dibutuhkan untuk mengekstradisi dia.
Pemulangan Tannos diusahakan oleh KPK, Kejaksaan Agung, Polri, dan Kementerian Hukum. Buron itu diketahui memiliki kewarganegaraan ganda.
Tannos merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-E). Selain dia, eks anggota DPR Miryam S Haryani juga menjadi tersangka.
Miryam dan Tannos Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. (Can/I-2)
PERSIDANGAN ekstradisi buron dalam kasus dugaan korupsi proyek KTP-E, Paulus Tannos alias Tjhin Thian Po, belum menghasilkan putusan.
Suryopratomo mengatakan, perlawanan Tannos membuat proses ekstradisi tidak akan berjalan cepat. Sidang dimulai lagi dengan agenda mendengarkan saksi dari kubu Tannos, pada 7 Juli 2025.
Kubu tersangka kasus korupsi pengadaan KTP-el itu memiliki banyak alasan atas penolakan tersebut, salah satunya tidak sesuai dengan aturan di Singapura.
Jika mengacu pada jadwal persidangan, Supratman memperkirakan m pada 25 Juni seharusnya sudah keluar hasil putusan sidang.
Lembaga Antirasuah itu mengapresiasi Pemerintah Singapura yang membantu Indonesia menyoba memulangkan Tannos untuk diadili.
Percepatan pemulangan Tannos itu merupakan komitmen perjanjian ekstradisi yang telah dibuat oleh pemerintah Indonesia dan Singapura.
Sidang pendahuluan mengenai kelayakan ekstradisi Paulus Tannos di pengadilan Singapura akan berlangsung pada 23-25 Juni mendatang.
Harun Masiku tidak akan mampu membayar uang suap yang diminta oleh mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Tessa enggan memerinci dokumen yang kurang dari pemulangan Tannos. Dia berharap semua proses kelar sebelum jangka waktu yang diberikan.
Setyo menegaskan bahwa kebijakan efisiensi yang dilaksanakan pihaknya berdasarkan instruksi pemerintah pusat tak memengaruhi kegiatan penindakan.
KPK mengungkap adanya Rp400 juta uang untuk menyuap Wahyu Setiawan dari Hasto. Duit itu diserahkan melalui staf Hasto, Kusnadi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved