Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Jokowi Diminta Bentuk Utusan Khusus Papua untuk Redam Konflik

Akmal Fauzi
21/8/2019 14:05
Jokowi Diminta Bentuk Utusan Khusus Papua untuk Redam Konflik
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani.(MI/MOHAMAD IRFAN)

SETARA Institute mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi)) untuk membuka upaya berbasis kemanusiaan untuk warga Papua. Langkah itu bisa dimulai dengan membentuk utusan khusus Presiden ke Papua.

“Utusan khusus itu untuk membangun komunikasi konstruktif dan sikap saling percaya dan memahami (mutual understanding) sebagai basis dialog Jakarta-Papua,” kata Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani, Rabu (21/8).

Menurutnya, dengan jalan dialog bisa mengurangi konflik bersenjata antara Organisasi Papua Merdeka (OPM) sekaligus meletakkan warga Papua sebagai subyek utama pengutamaan keadilan pembangunan berkelanjutan.

Ismail menambahkan menguatnya rasisme terhadap warga Papua dan aksi unjuk rasa di Papua dan Papua Barat, menggambarkan ketidakmampuan atau keengganan pemerintah untuk memahami Papua secara utuh dan mengatasi persoalan secara mendasar.

“Anjuran bersabar dan saling memaafkan serta seremoni pertemuan elit daerah bisa saja mendinginkan suasana dan membangun kondusivitas sementara di Papua. Tetapi, sepanjang persoalan mendasar Papua tidak diatasi, seperti ketidakadilan politik, ekonomi, sosial, dan klaritas sejarah integrasi Papua yang masih dipersoalkan sebagian warga Papua, maka potensi kekerasan, pelanggaran HAM dan ketidakadilan akan terus dialami warga Papua,” jelasnya.

Baca juga:  Usut Tuntas Pemicu Kerusuhan di Papua

Apalagi, lanjut dia, rencana Menkopulhukam Wiranto untuk menambah pasukan TNI dan Polri merupakan gambaran kekeliruan dalam memahami Papua. Hal itu justru berpotensi membuat kondisi semakin tidak kondusif.

“Perspektif keamanan dan stabilitas negara yang dikedepankan pemerintah merupakan bentuk upaya pemantapan stabilitas melalui daya paksa dan tata keamanan yang membatasi kebebasan warga. Pilihan melindungi obyek vital negara dibanding melindungi hak asasi warga Papua sama sekali tidak menunjukkan upaya pengutamaan keamanan manusia,” ungkapnya.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya