Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
KOMISI untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) meminta para elite politik dari kedua pihak, pemerintah serta capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, untuk menghentikan pernyataan dan kebijakan yang berpotensi memicu eskalasi kekerasan.
Para elite tersebut juga harus melakukan upaya aktif untuk meredakan situasi dan kondisi yang terjadi. Demikian dikatakan Koordinator Kontras Yati Andriyani melalui keterangan tertulis kepada Media Indonesia, Kamis (23/5).
Kontras pun mengecam sikap dan pernyataan kedua kubu yang terus memanaskan suasana dan mengakselerasi kekerasan, serta direspon secara cepat oleh massa di Jakarta maupun luar Jakarta. Hal itu terlihat dari sentimen antipolisi yang semakin memanas di lapangan.
"Setidaknya sampai pukul 18.00 WIB, Selasa (21/5), kedua belah pihak terus melontarkan pernyataan publik yang semakin memperkeruh keadaan. Alih-alih mendinginkan suasana, pernyataan kedua kubu justru semakin memperburuk situasi sejak sebelum dan setelah penetapan pemenang Pilpres oleh KPU," ujar Yati.
Baca juga: Muhammadiyah Minta Kerusuhan 22 Mei Diusut
Hasil pemantauan di lapangan pada 20-21 Mei, sambung dia, Kontras menemukan bahwa di beberapa titik kerusuhan, seperti Petamburan, Slipi, KS Tubun, Sabang, dan Wahid Hasyim melibatkan aparat kepolisian dengan demonstran.
Selain itu, hasil pantauan sementara dari sejumlah rumah sakit dan lapangan, tercatat setidaknya 300 orang menderita luka-luka, 10 orang luka berat, dan 5 orang meninggal dunia. Beberapa korban yang meninggal dunia diidentifikasi mengalami luka tembak dibagian dada dan leher.
"Kami juga mengindenfikasi bahwa massa demonstran berasal dari beragam daerah, seperti Tangerang, Bekasi, Bangka, Bogor, dan Depok. Massa yang menjadi korban dalam bentrokan diketahui umumnya masih berusia remaja."
Menurut dia, langkah pemerintah untuk membatasi akses informasi tidak membantu meredam situasi dan tidak menunjukkan tanggung jawabnya sebagai negara. Di sisi lain, pernyataan-pernyataan elite politik dari kedua kubu menunjukkan kegagalan mereka dalam melakukan self cencorship atas ucapan-ucapannya, seperti Wiranto dan Amien Rais.
Kontras, LBH Jakarta, dan Lokataru mendesak ke beberapa pihak, antara lain, aparat kepolisian untuk memastikan kebebasan berkumpul dan menyampaikan pendapat mendapatkan perlindungan jaminan keamanan, termasuk meminimalisir segala bentuk represivitas yang dapat menambah eskalasi kekerasan dan jatuhnya korban jiwa.
"Kami menyerukan kepada pihak kepolisian untuk tetap menjadikan prinsip-prinsip proporsionalitas, serta penghormatan, penghargaan, perlindungan, serta pemenuhan HAM sebagai pembatasan dan rel dalam merespon dan menyikapi masa aksi di lapangan," pungkasnya. (OL-4)
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengklaim sejak turunnya rezim Presiden Soeharto hingga saat ini pelanggaran HAM tidak pernah terjadi kembali.
Hal itu bukan tanpa alasan ketika Idham Aziz masih menjabat sebagai Kabareskrim, dirinya mengetahui setiap perkembangan kerusuhan 22 Mei.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, ketika Idham Aziz masih menjabat sebagai Kabareskrim, dirinya mengetahui setiap perkembangan kerusuhan 22 Mei.
Berdasarkan temuan yang dilakukan Tim Pencari Fakta (TPF), Komnas HAM menyebut penembakan dalam demo ricuh itu bukan dilakukan kepolisian.
Dari 10 orang yang tewas itu, sembilan di antaranya berada di Jakarta dan seorang lainnya di Pontianak, Kalimantan Barat.
Pihak kepolisian menolak hasil rapid assesment oleh Ombudsman RI atas penanganan aksi unjuk rasa dan kerusuhan 21-23 Mei.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved