Headline

Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.

Fokus

Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.

Golkar dan PKB Bidik Posisi Ketua MPR

Dero Iqbal Mahendra
21/5/2019 08:35
Golkar dan PKB Bidik Posisi Ketua MPR
Gedung MPR, DPR dan DPD RI( MI/Susanto)

PEREBUTAN kursi pimpinan MPR, DPR, dan DPD bakal menjadi tawar-menawar politik yang mengawali masa kerja anggota legislatif periode 2019-2024. Setelah ketua DPR diplot menjadi jatah PDIP sebagai pemenang pemilu legislatif, kini kursi pimpinan MPR dan DPD menjadi incaran sejumlah parpol.

Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Misbakhun, menyatakan dalam pembagian kursi pimpinan di parlemen, Golar sebagai runner up pantas untuk menduduki kursi pimpinan MPR. "Kalau kursi pimpinan DPR menjadi jatah pemenang pemilu, selayaknya kursi pimpinan MPR untuk parpol urutan kedua," kata Misbakhun di kompleks parlemen, Jakarta, kemarin.

Dirinya menyadari sebelumnya ada keinginan dari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (Cak Imin) untuk mendapatkan kursi ketua MPR. Keinginan tersebut wajar, tetapi sebagaimana pernyataan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto bahwa sepantasnya Golkar-lah yang menduduki kursi MPR.

"Kami memahami bahwa sistem paket itu harus bersama-sama dengan partai lain membangun koalisi di DPR yang kemudian membangun koalisi di MPR. Tentunya dengan harapan, bergabungnya Cak Imin dalam paket yang ketua MPR-nya ialah Golkar. Harapannya akan menjadi paket yang didukung semua partai," jelasnya.

Misbakhun pun berharap dalam paket yang ditawarkan nanti hendaknya ditentukan secara musyawarah mufakat, mengingat hal tersebut merupakan ciri dari MPR. Namun, pihaknya juga tidak menutup cans untuk suara terbanyak. Untuk itu, Golkar tentu harus berhitung secara matang.

"Jabatan ketua MPR itu jabatan yang simbolis. Di dalam ketatanegaraan kita, ketua MPR memiliki peran strategis."

Namun demikian, pihaknya menyadari proses masih panjang mengingat saat ini belum ada pengumuman resmi dari KPU dan belum ada pengangkatan anggota parlemen. Oleh sebab itu, ia pun belum mengetahui siapa calon yang akan menduduki jabatan tersebut.

Akhiri koalisi

Di sisi lain, Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan memastikan pihaknya akan mengakhiri koalisi dengan kubu Prabowo-Sandi setelah penetapan hasil Pemilu 2019, 22 Mei mendatang. Selama ini pihaknya selalu mendukung Badan Pemenangan Nasional (BPN) karena terikat etika politik dalam koalisi Adil dan Makmur.

"Iya (koalisi berakhir). Kan bukan koalisi sampai mati, toh. Koalisi parpol untuk capres. Nah, capres itu habis batas waktunya 22 Mei. Nah, peluit terakhir ditiupkan wasit, dalam hal ini KPU itu nanti tanggal 22. Kalau sudah ditiup peluit pertandingan berakhir, ya berakhir," ujarnya di Gedung KPU, Jakarta, kemarin.

Ia kemudian mengibaratkan dukungan koalisi seperti main bola. Menyentuh garis finis ialah kewajiban bagi setiap pemain. Garis finis yang dimaksud ialah hingga KPU menetapkan pemenang Pemilu 2019.

"Jadi gini, medali emas itu adalah cita-cita yang harus Anda perjuangkan. Bagi Demokrat, menyentuh garis finis koalisi harus kami tuntaskan dengan konsisten sampai 22 Mei."

Sementara itu, perihal mundurnya Direktur Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean sebagai juru bicara BPN, Hinca tidak mempermasalahkannya.

"Enggak masalah. Saya kira sikap dia harus dihormati. Di Demokrat kami hormati yang seperti itu. Statement Ferdinand, saya bisa rasakan sebagai bentuk protes. Saya juga ikut protes. Setuju saya dengan Ferdinand untuk jangan pernah mem-bully Ibu Ani yang sedang sakit," tegas Hinca.

Dia juga merasa apa yang disampaikan para buzzer di media sosial sangat kelewatan. Namun, ia memastikan statement yang dilontarkan Ferdinand tersebut berdasarkan alasan pribadi, bukan atas nama partai. (Ins/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya