Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Rombak Total Teknis Pemilu Serentak

Insi Nantika Jelita
29/4/2019 09:30
Rombak Total Teknis Pemilu Serentak
Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik(MI/ADAM DWI)

KABAR duka terus menyelimuti penyelanggaraan Pemilu 2019. Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia dalam menjalankan tugas di Pemilu 2019 dilaporkan terus bertambah.

Komisi Pemilihan Umum, Sabtu (27/4), mengumumkan sebanyak 272 petugas KPPS meninggal dunia. Sebagian besar meninggal akibat kelelahan.

“Data per 27 April 2019 pukul 18.00 WIB, anggota KPPS yang wafat ada 272 dan yang sakit ada 1.878 sehingga totalnya ada 2.150 orang,” ujar Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik saat dikonfirmasi, Jakarta, Sabtu (27/4).

Evi menjelaskan lonjakan angka itu lantaran banyaknya petugas KPPS yang belum melaporkan ke KPU. “Semua sedang sibuk menjalankan tahapan. Proses situng juga kan menjadi perhatian semua penyelenggara di semua tingkatan,” jelasnya.

Dari data yang dirilis KPU, provinsi yang paling banyak menelan korban jiwa ialah di Jawa Barat dengan 83 petugas KPPS. Disusul Jawa Timur dengan 39 petugas dan Jawa Tengah 32 petugas.

Ketua KPU Arief Budiman mengapresiasi pihak-pihak yang selama ini membantu dalam pelayanan kesehatan bagi petugas KPPS yang terkena musibah. Seperti di tingkat kabupaten/kota yang memiliki rumah sakit kepolisian, kepolisian sudah memberikan pelayanan di tingkat kecamatan.

“Kemudian juga di puskemas yang dimiliki pemerintah daerah juga memberikan pelayanan kesehatan di kecamatan. Saya pikir ini bagian dari kontribusi komponen bangsa ini untuk membantu pemilu bisa berjalan dengan baik,” kata Arief.

Ia meminta pihak rumah sakit yang berpraktik di daerah juga memberikan layanan kesehatan. “Jadi, kalau ada penyelenggara pemilu yang agak pusing, ia bisa dengan cepat diberikan pelayanan oleh rumah sakit terdekat. Kami mohon mereka juga berpartisipasi karena enggak mungkin hal yang semacam ini bisa ditangani sendiri oleh KPU,” tandasnya.

Kampanye tiga bulan
Ketua DPR Bambang Soesatyo setuju dilakukannya revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) untuk penyempurnaan aturan terkait pelaksanaan pemilu. Dia mencontohkan poin yang perlu direvisi ialah mengembalikan aturan pelaksanaan pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres), tidak dilakukan secara bersamaan.   

“Saya setuju kembali seperti dulu. Pileg seperti DPR, DPD, DPRD, dan pilpres terpisah dengan masa kampanye maksimal tiga bulan,”  kata Bambang.    

Menurutnya, ada beberapa kelemahan dalam pelaksanaan pemilu serentak, misalnya terlalu rumit dan mempersulit pemilih dalam menentukan pilihan. Selain itu, menurut politikus Golkar itu, pemilu serentak menyebabkan beban kerja penyelenggara pemilu seperti KPPS semakin besar.    

Beban kerja yang besar itu, menurut dia, menyebabkan banyak anggota KPPS yang meninggal dunia dan dirawat di rumah sakit setelah pemungutan suara. “Pemilu serentak rumit dan mempersulit pemilih, terutama yang ada di desa-desa,” ujarnya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara Syafruddin Kalo menyarankan kepada pemerintah agar tidak perlu lagi merevisi UU Pemilu karena masih cukup bagus. “Undang-Undang Pemilu masih relevan dan tidak perlu dilakukan perombak­an karena akan membuang waktu, tenaga, dan biaya” jelas Syafruddin.

Undang-undang itu, imbuhnya, sudah tepat dan tergantung pada orang yang melaksanakan peraturan tersebut. “Masih banyak tugas penting lainnya yang akan dikerjakan ke depan, jangan buang waktu merevisi UU Pemilu,” paparnya. (AD/BB/LD/Ant/P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya