Hitung Cepat Disiarkan Mulai Pukul 15.00 WIB

Rahmatul Fajri
17/4/2019 10:20
Hitung Cepat Disiarkan Mulai Pukul 15.00 WIB
Mahkamah Konstitusi (MK) melarang hitung cepat digelar sejak pagi, dan baru diperbolehkan untuk diumumkan pada sore hari.(ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

MAHKAMAH Konstitusi menolak uji materil Pasal 449 ayat (5) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ketentuan batas waktu mengumumkan hasil hitung cepat (quick count) paling cepat 2 jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat.

Hakim MK Saldi Isra menilai ketentuan tersebut tidak dapat dimaknai sebagai upaya menghilangkan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi secara cepat seperti yang dinyatakan pemohon.

Saldi berpendapat batas waktu paling cepat 2 jam karena melihat perbedaan waktu antara wilayah barat, tengah, dan timur yang masing-masing terpaut 1 jam. Jeda waktu 2 jam dari wilayah Indonesia barat diperlukan agar ketiga wilayah Indonesia dapat bersamaan menyelesaikan proses penghitungan suara.

"Menunda sesaat hak dimaksud demi alasan yang jauh lebih mendasar, yaitu melindungi kemurnian suara pemilih. Ketika pengumuman mulai dilakukan, beberapa wilayah di Indonesia belum selesai melaksanakan pemungutan suara," kata Saldi ketika menyampaikan putusan di Gedung MK, Jakarta, kemarin.

Lebih lanjut, ia mengatakan pengumuman hasil penghitungan cepat yang disiarkan melalui media massa, berpotensi memengaruhi pilihan sebagian pemilih. "Bisa jadi ada yang mengikuti pemungutan suara dengan motivasi psikologis sekadar ingin menjadi bagian dari pemenang," katanya.

Selain itu, dia juga mengatakan secara metodologi, hitung cepat bukanlah bentuk partisipasi masyarakat yang sepenuhnya akurat karena di masih mengandung rentang kesalahan (margin of error). Hitung cepat dapat terjamin jika perolehan suara antarkandidat atau antarkontestan jauh melampaui rentang kesalahan tersebut.

"Sekecil apa pun margin of error dalam metodologi quick count yang digunakan, hal demikian tetap berpengaruh terutama ketika selisih perolehan suara antarkandidat berada dalam margin of error tersebut."

Konservatif
Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) menyayangkan keputusan MK menolak gugatan uji materi UU Pemilu. Uji materi bertujuan untuk dapat melakukan hitung cepat sejak pagi hari.
Pendiri AROPI Denny JA menilai keputusan itu berbeda dengan keputusan hakim MK pada Pemilu 2009 dan 2014 yang menyetujui hitung cepat mulai pagi hari.

"Hakim di MK sekarang ini lebih konservatif melihat kebebasan akademik. Hakim sebelumnya, pada 2009 dan 2014, lebih terbuka kepada kebebasan akademik," kata Denny seusai menghadiri sidang di Gedung MK.

Menurut dia, berdasarkan prinsip akademik, lembaga riset yang berada di luar negeri diperbolehkan mengumumkan hasil hitung cepat sejauh tidak melanggar hukum. Ia melihat hakim tidak memberikan kebebasan tersebut. "Hakim berpendapat karena situasi berubah karena ini pemilu serentak pilpres dan pileg," tuturnya.

Denny pun menilai hakim telah bertindak tidak objektif dalam menangani perkara itu. "Bagi kami, perjuangan kebebasan akademik adalah perjuangan yang substansial. Sampai kapan pun akan kami perjuangkan," imbuhnya.

Kendati demikian, ia memastikan akan menaati keputusan yang telah dibuat MK. Ia menyadari polemik hanya persoalan waktu dan kecepatan belaka. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya