Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Investasi Kesabaran

Abdul Kohar, Dewan Redaksi Media Group
21/4/2021 05:00
Investasi Kesabaran
Abdul Kohar, Dewan Redaksi Media Group(MI.Ebet)

'KESABARAN adalah bumi.' Begitu kata Rendra dalam sajaknya Paman Doblang, yang ia tulis dari ruang pengap rumah tahanan Guntur, Jakarta, 44 tahun yang lalu. ‘Si Burung Merak’ mengamsalkan kesabaran laiknya bumi karena bumi tak pernah protes walau diinjak, dikuras isi perutnya, digunduli hutannya, dibajak tanahnya dari generasi ke generasi, digenangi air bah karena banjir.

Dalam beragam episode 'kegetiran', bumi tetap memberi harapan kepada manusia: memunculkan tumbuhan, pangan, buah-buahan, dan air yang dipersembahkan kepada manusia dan makhluk hidup lainnya. Belajar dari bumi, kesabaran itu kukuh, fokus, disiplin, memberi. Sikap seperti itu kiranya pas untuk kita terapkan dalam menghadapi pandemi covid-19 yang belum jelas di mana ujungnya hingga kini.

Di saat kita tengah mendapatkan kabar gembira ihwal mulai melandainya kasus positif covid-19 di Tanah Air dalam tiga pekan terakhir, Badan Kesehatan Dunia (WHO) malah membawa kabar tak enak, pekan lalu. Lembaga itu menyebut pandemi virus korona tumbuh secara eksponensial.

Penumbuhan eksponensial yang dimaksud WHO merujuk pada kenaikan jumlah kasus per hari secara global yang memiliki faktor bersifat konstan atau mendekati. Itu mengindikasikan jumlah kasus masih membeludak di luar ekspektasi. "Kita berada di titik kritis pandemi," kata Kepala Teknis WHO Maria Van Kerkhove, dikutip dari CNBC, awal pekan lalu.

WHO mencatat kasus korona di seluruh dunia naik 9%, peningkatan mingguan ketujuh berturut-turut. Angka kematian juga melonjak 5%. Maka, WHO pun mencari akar musabab kondisi itu terjadi. Jawabnya: banyak yang merasa sudah aman seusai vaksinasi sehingga melonggarkan protokol kesehatan.

Sejumlah negara ternyata kini tetap melonggarkan pembatasan meski kasus baru setiap pekan mencapai delapan kali lebih tinggi daripada angka di 2020. Padahal, sebelumnya ahli WHO lain, yakni Kepala Program Darurat Kesehatan Dr Mike Ryan sudah mengingatkan warga dunia untuk tetap menggunakan masker dan menerapkan aturan jarak sosial sembari vaksinasi berjalan. "Virus ini lebih kuat, lebih cepat dengan munculnya varian baru yang menyebar lebih mudah dan lebih mematikan daripada strain virus asli," tegasnya.

Maka, sebagaimana dikatakan Rendra, kita butuh kesabaran ekstra layaknya bumi. Kita patut mensyukuri kenyataan mulai landainya kurva kasus covid-19. Cara mensyukurinya, ya dengan gigih menerapkan protokol kesehatan.

Dengan kesabaran ekstra, kita bisa bergegas melanjutkan mimpi besar kemajuan Indonesia di masa depan. Pandemi kiranya sempat membuyarkan mimpi Indonesia masa depan itu. Banyak yang mulai mengira masa depan sudah ambyar, gelap lagi.

Walhasil, cukup banyak orang enggan berdiskusi tentang masa depan Indonesia pascapandemi. Alasan mereka sederhana: tak percaya Indonesia masih punya masa depan setelah pandemi yang sangat memukul ini.

Sikap seperti bisa dimengerti meski salah. Begitu dahsyatnya dampak pandemi bagi beragam sendi kehidupan membikin sebagian orang berhenti berharap. Bagi mereka, masa depan setelah pandemi menjadi sesuatu yang tak terumuskan, alias gelap.

Ada baiknya kita kutip St Agustinus, seorang filsuf gereja yang hidup di abad keempat. “Waktu,” kata dia, “adalah tiga lipatan masa: masa kini sebagaimana kita alami saat ini, masa lalu sebagai memori masa kini, dan masa depan sebagai harapan masa kini.” Merujuk pada Agustinus, sosiolog Daniel Bell dalam essainya The Future as Present Expectation, menulis bahwa masa depan sebetulnya telah hadir di masa kini. Masa depan ialah konsekuensi dari cara kita mengelola masa kini.

Masa depan kita pascapandemi sebetulnya sedang dirumuskan. Wujudnya sangat bergantung pada kerja kita hari ini dalam perang melawan covid-19. Maka masa depan sangatlah konkret, tidak absurd dan kabur. Mengubur masa depan dalam gelap sebetulnya mencerminkan ketidakmauan dan ketidakmampuan mengelola masa kini.

Termasuk di dalamnya ialah kemampuan dan kemauan kita disiplin menerapkan protokol kesehatan. Kita bersyukur sudah tersedia 59,6 juta bahan vaksin covid-19 yang sudah kita punya hingga Juni nanti. Kita melihat gelagat ekonomi yang kian menggeliat. Salah satu faktanya: surplus dagang kita US$5,52 miliar pada Januari-Maret 2021, lebih tinggi dua kali lipat daripada surplus periode yang sama, tahun lalu, senilai US$2,62 miliar.

Alhasil, yang kita perlukan tinggal kesediaan kita menjadi 'bumi', yang sabar dan terus menebarkan optimisme masa kini dan masa depan.



Berita Lainnya
  • Akhirnya Komisaris

    11/7/2025 05:00

    PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.

  • Tiga Musuh Bansos

    10/7/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.

  • Senjata Majal Investasi

    09/7/2025 05:00

    ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.

  • Beban Prabowo

    08/7/2025 05:00

    Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

  • Senja Kala Peran Manusia

    07/7/2025 05:00

    SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.

  • Dokter Marwan

    05/7/2025 05:00

    "DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."  

  • Dilahap Korupsi

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.

  • Museum Koruptor

    03/7/2025 05:00

    “NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”

  • Deindustrialisasi Dini

    02/7/2025 05:00

    Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.

  • Menanti Bobby

    01/7/2025 05:00

    WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.

  • Cakar-cakaran Anak Buah Presiden

    30/6/2025 05:00

    VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.

  • Zohran Mamdani

    28/6/2025 05:00

    SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.

  • Memuliakan yang (tidak) Mulia

    26/6/2025 05:00

    ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.

  • Daya Tahan Iran

    25/6/2025 05:00

    HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.

  • Dunia kian Lara

    24/6/2025 05:00

    PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.

  • Presiden bukan Jabatan Ilmiah

    22/6/2025 05:00

    PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.