Headline

Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.

Lupa Pancasila

Abdul Kohar, Dewan Redaksi Media Group
17/4/2021 05:00
Lupa Pancasila
Abdul Kohar, Dewan Redaksi Media Group(MI/EBET)

PANCASILA itu konsensus nasional. Ia lahir dari rahim kesadaran sejarah anak bangsa akan Tanah Air yang majemuk. Karena itu, Pancasila pun menjadi titik temu dari beragam keyakinan, ideologi, juga kepentingan. Cendekiawan Nurcholish Madjid membahasakan Pancasila sebagai titik temu dengan istilah kalimatun sawa’.

Namun, kendati usia Republik ini sudah mendekati 76 tahun, perbincangan tentang Pancasila sebagai dasar negara ini tak kunjung beres. Di sana-sini, baik secara terbuka maupun diam-diam (yang ini lebih dominan), masih ada saja yang menggunjingkan bahkan mempersoalkan Pancasila.

Padahal, tak kurang tokoh sekaliber Barack Obama, yang notabene pemimpin Amerika Serikat, mengakui keampuhan Pancasila sebagai penenun keragaman Indonesia. Saat masih jadi presiden dan berkunjung ke Universitas Indonesia, Obama menyampaikan betapa beruntungnya Indonesia yang multikultural mempunyai Pancasila sebagai perekat kenajemukan.

Saya bangga sekaligus malu mendengar pengakuan itu muncul dari orang luar. Di dalam negeri sendiri Pancasila kerap diperlakukan sebagai ornamen sejarah. Ia ada, punya nyawa, tapi tidak sepenuhnya hidup. Salah satu masalahnya ialah Pancasila tidak benar-benar serius diwariskan dari generasi ke generasi melalui jalan pendidikan.

Mata pelajaran Pancasila seperti menghadapi kesulitan untuk secara jelas dimasukkan kurikulum pendidikan kita. Otak sadar kita seperti belum sepenuhnya menerima Pancasila sebagai bagian paling penting dalam kehidupan kebangsaan kita.

Karena itu, saya tidak sepenuhnya kaget, cuma setengah kaget, saat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan tidak memasukkan Pancasila sebagai pelajaran dan mata kuliah wajib di baik sekolah maupun perguruan tinggi. PP yang diundangkan pada 31 Maret 2021 tersebut seperti menghapus Pancasila dari nomenklatur pendidikan kita.

Mudah-mudahan itu kealpaan manusiawi semata. Namun, tetap saja mengganggu. Apa iya, untuk sebuah standar nasional pendidikan yang mahapenting patut mendiamkan kealpaan?

Dunia pendidikan sangat berkepentingan dalam pengembangan karakter, etika, dan integritas pada anak didik. Sementara itu, Pancasila ialah nilai moral dan basis pendidikan kewarganegaraan. Itu berarti Pancasila merupakan syarat mutlak  bagi tumbuh kembangnya nilai-nilai karakter kebangsaan yang kuat, yang toleran, menghargai keragaman.

Terbitnya PP 57/2021 tentang Standar Nasional Pendidikan telah menghilangkan Pancasila sebagai materi dan muatan wajib kurikulum mulai jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, hingga pendidikan tinggi. Hal itu tertuang dalam Pasal 40 ayat 2 dan 3 yang menyebutkan kurikulum pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi hanya wajib memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa.

PP 57/2021 tidak memuat dan merujuk sama sekali UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang di dalamnya memuat secara eksplisit pendidikan Pancasila. PP tersebut hanya merujuk UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang memang tidak memuat secara khusus dan menyebut secara eksplisit tentang pendidikan Pancasila.

Saya mengapresiasi niat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang akan mengajukan revisi PP 57/2021 tersebut. Mumpung hendak mengajukan revisi, saya sekaligus menitipkan agar pendidikan Pancasila yang hendak dimasukkan ke peraturan tersebut merupakan pendidikan Pamcasila yang terbuka. Jadi, bukan pendidikan Pancasila ala Orde Baru yang indoktrinatif, tertutup, tanpa ada ruang dialog.

Pancasila yang diajarkan sebagai ideologi terbuka justru akan pas dengan semangat zaman, menyenangkan, dan dapat diterima secara lapang dada. Keprihatinan kita kepada makin tergerusnya nilai-nilai Pancasila tidak juga lantas membuat kita membabi buta menggeser pendulum ke era Pancasila yang kaku, tertutup, dan monopoli tafsir dari rezim.

Kalau jalan terakhir yang ditempuh, Pancasila justru akan kehilangan ‘tuahnya’. Kita tak ingin orang alpa menjadikan Pancasila sebagai bagian integral dari pendidikan, tapi kita juga mesti menghindari Pancasila dipaksakan sebagai penggebuk siapa saja yang berbeda suara.



Berita Lainnya
  • Kado Pahit Bernama Remisi

    21/8/2025 05:00

    TEMAN saya geram bukan kepalang.

  • Waspada Utang Negara

    20/8/2025 05:00

    UTANG sepertinya masih akan menjadi salah satu tulang punggung anggaran negara tahun depan. 

  • Mengakhiri Anomali

    19/8/2025 05:00

    BANGSA Indonesia baru saja merayakan 80 tahun usia kemerdekaan.

  • Topeng Arogansi Bopeng Kewarasan

    18/8/2025 05:00

    ADA persoalan serius, sangat serius, yang melilit sebagian kepala daerah. Persoalan yang dimaksud ialah topeng arogansi kekuasaan dipakai untuk menutupi buruknya akal sehat.

  • Ibadah bukan Ladang Rasuah

    16/8/2025 05:00

    LADANG ibadah malah dijadikan ladang korupsi.

  • Maaf

    14/8/2025 05:00

    KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.

  • Maksud Baik untuk Siapa?

    13/8/2025 05:00

    ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.

  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.