INDUSTRI minuman beralkohol sudah beroperasi sejak lama di Indonesia. Di Surabaya, perusahaan minuman beralkohol yang memproduksi Bir Bintang beroperasi sejak 1931. Di Jakarta, PT Delta Jakarta memproduksi Angker Bir sejak 1932. Keduanya beroperasi memproduksi minuman beralkohol hingga kini. Di berbagai daerah di Indonesia saat ini tercatat lebih dari 100 perusahaan memproduksi minuman beralkohol.
Pemerintah Provinsi DKI memiliki saham di Delta Jakarta sejak 1970, sejak Ali Sadikin menjabat gubernur. Kini Pemprov DKI mengantongi 26% lebih saham. Sandiaga Uno ketika menjabat Wakil Gubernur DKI mewacanakan menjual saham milik pemprov di Delta Jakarta. Hingga Sandi berhenti jadi wagub karena mengikuti Pemilihan Presiden 2014 sebagai calon wakil presiden, wacana itu tak terealisasi.
Ketua DPRD DKI Prasetyo menolak rencana Gubernur DKI Anies Baswedan yang mau menjual saham pemprov di Delta Jakarta. Alasannya, Pemprov DKI mendapat dividen besar. Pada 2018, misalnya, pemprov mendapat dividen Rp100 miliar lebih.
Terbit Perpres 10/2021 yang merupakan turunan Undang-Undang Cipta Kerja. Perpres tersebut membuka peluang investasi industri minuman beralkohol dengan persyaratan. Perpres itu, misalnya, mensyaratkan investasi industri minuman beralkohol dapat dilakukan di empat provinsi, yakni Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua.
Keempat provinsi memiliki lokalitas berupa minuman tradisional beralkohol. NTT punya minuman tradisional berkadar alhokol 40% yang disebut sopi sopi, yang biasa dikonsumsi pada upacara adat. Papua memiliki minuman beralkohol yang dinamakan bobo terbuat dari pohon kelapa atau aren. Sulawesi Utara memiliki minuman tradisional beralkohol bernama ‘cap tikus’. Bali punya minuman tradisional beralkohol yang dikenal sebagai arak bali atau tuak bali, yang selain bagian budaya juga menjadi daya tarik bagi wisatawan asing.
Banyak orang menghubungkan perpres investasi minuman beralkohol itu dengan agama. Dikatakan investasi minuman beralkohol dilakukan di Bali, NTT, Sulut, dan Papua karena sebagian besar penduduk di sana bukan muslim. Argumen ini seolah hendak mengatakan agama-agama selain Islam menghalalkan minuman beralkohol. Bila kita periksa, agama-agama kiranya mengharamkan minuman beralkohol atau sekurang-kurangnya menyarankan pemeluknya menghindarinya.
Dasar pemikiran perpres investasi minuman beralkohol di keempat provinsi tidak ada kaitannya sama sekali dengan agama. Argumen perpres itu lebih berhubungan dengan budaya atau adat, bahwa masyarakat keempat provinsi memiliki dan biasa mengonsumsi minuman tradisional beralkohol.
Akan tetapi, produksi, peredaran, dan konsumsi minuman-minuman tradisional beralkohol itu seringkali tidak terkendali. Kita sering membaca, mendengar, atau menonton berita orang meninggal setelah mengonsumsi minuman tradisional beralkohol.
Efek mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan semestinya tertidur sejenak atau tertidur selamanya. Di Medan terdapat anekdot, orang Keling ketika tak ada uang tidur di kasur, tetapi ketika banyak uang, tidur di selokan; ketika banyak uang orang Keling membeli minuman beralkohol dan mengonsumsinya sampai mabuk hingga terjatuh dan tertidur di selokan.
Perpres investasi minuman beralkohol justru hendak mengendalikan produksi, peredaran, dan konsumsi minuman beralkohol. Perpres itu malah memperkuat pengawasan produksi, peredaran, dan konsumsi minuman beralkohol. Perpres memberi ruang lebih leluasa kepada aparat mengambil tindakan hukum bagi siapa pun yang serampangan memproduksi, mengedarkan, atau mengonsumsi minuman beralkohol.
Diberitakan Pemprov Papua menolak Perpres 10/21. Alasannya, perpres tersebut bertentangan dengan Perda Pelarangan Minuman Keras di Papua. Berdasarkan hierarki perundangan-undangan, justru perda yang bertentangan dengan perpres. Perda sebagai aturan yang hierarkinya lebih rendah harus direvisi supaya sejalan dengan perpres yang hierarkinya lebih tinggi.
Perpres sesungguhnya memberi ruang pemprov menolak investasi minuman beralkohol. Berdasarkan perpres, gubernur boleh tidak memberi rekomendasi bagi peredaran minuman beralkohol. Salah satu persyaratan peredaran minuman beralkohol ialah harus mendapat rekomendasi gubernur.
Model pengendalian ‘yang haram-haram’ biasa dilakukan banyak negara. Malaysia, mengendalikan perjudian di Genting Highland. Uni Emirat Arab mengendalikan peredaran minuman keras melalui aturan minuman beralkohol itu hanya boleh dikonsumsi di tempat pribadi atau tempat yang memiliki izin oleh mereka yang berusia minimal 21 tahun.