Headline
Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.
APA penyebab kemunduran negara-negara berpenduduk muslim? Apakah Islam? Ataukah kolonialisme? Atau faktor lain?
Ahmet T Kuru menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dalam bukunya berjudul Islam, Authoritarianism, and Underdevelopment: A Global and Historical Comparison yang terbit pada 2019. Dua pekan lalu, saya mengikuti diskusi buku itu secara daring dengan pembicara utama penulisnya yang merupakan guru besar ilmu politik di San Diego State University, Amerika. Saya mendapatkan buku elektroniknya setelah diskusi dari satu teman. Saya mencetaknya dan membaca bagian-bagian pentingnya.
Kalangan esensialis berteori ajaran Islam penyebab kemunduran negara-negara muslim. Ahmet Kuru mengkritik teori ini. Kata Kuru, dunia Islam pernah mengalami masa kejayaan antara tahun 697 sampai 1252. Pada saat itu, Barat menghadapi abad kegelapan. Bukan agama penyebab kemunduran karena dunia Islam pernah mengalami masa keemasan.
Kuru menunjuk tiga indikator supremasi dunia Islam. Dalam ilmu pengetahuan, dunia Islam mencapai kemajuan mulai 800 sampai 1198, sejak era para sarjana Bagdad hingga wafatnya Ibnu Rush. Dalam ekonomi, dunia Islam mencetak masa keemasan mulai 697 sampai 1252, sejak masa koin emas di Dinasti Umayah hingga koin emas di Eropa Barat. Secara militer, dunia Islam mencatat prestasi mulai 711 sampai 1085/1099, sejak penaklukan kaum muslim atas Toledo hingga Jerusalem.
Ada pula pendekatan yang menyebut kemunduran dunia Islam terjadi karena kolonialisme. Sejak abad ke-13 nyaris tak ada negara berpenduduk muslim luput dari penjajahan. Menurut pendekatan ini, penjajahan menyebabkan kemunduran ekonomi, politik, sosial budaya, dunia Islam. Kuru juga mengkritik pendekatan ini. Dunia Islam, kata Kuru, sudah mengalami kemunduran sebelum abad ke-13, sebelum kolonialisme.
Kuru mencatat kemunduran dunia Islam berlangsung ketika terbangun aliansi ulama-negara di Dinasti Seljuk. Formasi aliansi ulama-negara itu didasarkan pada dua transformasi utama. Pertama, kalangan militer mendominasi ekonomi dan menggerogoti kaum pedagang. Kedua, banyak ulama menjadi pegawai negara. Di zaman keemasan Islam, Kuru mencatat dari 3.900 ulama hanya 9% yang menjadi pegawai negara. Model aliansi ulama-negara di Seljuk diadopsi dan diadaptasi dinasti muslim berikutnya seperti Ayyubiyah, Mamluk, Otoman, Safawiyah, dan Mogul.
Di sisi lain, Eropa Barat mengalami sejumlah transformasi. Pertama, berlangsung pemisahan gereja Katolik dan kerajaan. Kedua, relasi kelas mulai berubah, pedagang menjadi kelas berpengaruh. Ketiga, universitas-universitas dibangun, menjadi basis institusional tumbuhnya kalangan intelektual. Sejak itu, Barat mengalami kemajuan hingga kini.
Intinya, Kuru ingin mengatakan aliansi ulama-negara penyebab kemunduran dunia Islam. Aliansi ulama-negara kiranya penyebab kemunduran di dunia lain, dunia Barat-Kristen. Setelah terjadi pemisahan gereja dan negara, Barat-Kristen mengalami kemajuan. Aliansi Presiden Donald Trump dan agamawan evangelical seperti Franklin Graham dalam formasi populisme sayap kanan menyebabkan kemunduran demokrasi Amerika Serikat.
Absennya aliansi agamawan-negara menjadikan negara dan ruang publik otonom, independen, netral, dari pengaruh agama. Sebaliknya, aliansi agamawan-negara menjadikan negara dan ruang publik dipengaruhi bahkan tergantung agama dan agamawan. Negara yang tergantung pada institusi lain semisal agama, menunjukkan institusionalisasi atau pelembagaan politik belum mapan. Padahal, pelembagaan politik, menurut Acemoglu dan Robinson dalam buku Why Nations Fail, menentukan kemajuan suatu bangsa.
Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia kiranya mengambil jalan tengah, tidak 100% memutus aliansi ulama-negara, tetapi tidak juga 100% mengikat ulama dan negara. Indonesia negara bukan-bukan, bukan negara agama, bukan negara sekuler. Jalan tengah itu Pancasila. Dengan perkataan lain kita membangun aliansi ideologi Pancasila-negara.
Dalam formasi aliansi ideologi-negara, negara bertindak independen dari agama, tetapi terikat ideologi Pancasila ketika mengambil kebijakan. Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tentang Seragam Sekolah yang membebaskan siswa mengenakan atau tidak mengenakan seragam dengan atribut agama menunjukkan independensi negara dari agama dalam mengambil kebijakan. Bila negara terpengaruh agama, SKB tersebut mewajibkan siswa muslimah memakai jilbab di sekolah umum. Tetapi, SKB itu terikat ideologi Pancasila yang menggariskan kebebasan umat beragama menjalankan ajaran agama mereka.
Kita berketetapan aliansi ideologi Pancasila-negara kiranya menghadirkan kemajuan bagi bangsa ini kelak.
UTANG sepertinya masih akan menjadi salah satu tulang punggung anggaran negara tahun depan.
ADA persoalan serius, sangat serius, yang melilit sebagian kepala daerah. Persoalan yang dimaksud ialah topeng arogansi kekuasaan dipakai untuk menutupi buruknya akal sehat.
KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.
ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.
BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved