Headline
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.
BENARKAH pasal pencemaran nama baik dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) disebut sebagai pasal selundupan? Disebut juga sebagai pasal gaib, dibahas dalam senyap, tapi dampaknya mengguncangkan karena kini warga negara saling melapor.
Saling melapor karena merasa nama baik dicemar sesuai dengan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27 ayat (3). Bunyi lengkap perbuatan dilarang itu: 'Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik'.
Sebanyak 50 anggota DPR periode 2004-2009 membahas RUU ITE. Pada mulanya mereka gagap. “Rancangan Undang-Undang ini buat kami DPR-RI adalah materi yang awam,” kata Suparlan saat memimpin rapat panitia kerja pada 19 Maret 2008.
RUU ITE pertama kali diajukan Presiden Megawati Soekarnoputri ke DPR pada 2003. Mengendap begitu saja di DPR. Kemudian, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 September 2005 mengajukan lagi RUU ITE ke DPR. Dua tahun kemudian DPR membahasnya sampai disetujui untuk diundangkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 25 Maret 2008.
DPR membentuk panitia khusus (pansus) pada 24 Januari 2007. Setelah 18 kali rapat, pansus merampungkan tugas pada 20 Juni 2007. Selanjutnya, pembahasan dalam 23 kali rapat dilakukan panitia kerja (panja) mulai 29 Juni 2007 sampai 31 Januari 2008. Tim perumus dan tim sinkronisasi menuntaskan tugas dalam lima kali rapat mulai 13 Februari 2008 sampai 13 Maret 2008.
Meski mengaku awam, Pansus DPR berhasil menambah jumlah pasal dari 49 menjadi 54 pasal. Namun, dalam hampir semua dokumen pembahasan RUU ITE oleh DPR sama sekali tidak ditemukan jejak diskusi yang mendalam terkait Pasal 27. Tidaklah mengherankan publik baru berteriak setelah SBY meneken UU itu pada 21 April 2008.
Penelitian Shandy Syukur Permadi untuk tesisnya (2017) menarik disimak. Ia menyimpulkan tidak ada rapat yang secara terfokus dan khusus untuk membahas perlunya mengatur pencemaran nama baik di dalam RUU ITE.
Dari semua risalah rapat yang diteliti, pembahasan rapat pansus lebih banyak membahas perdagangan online (daring) yang pada saat itu mulai banyak dan berkembang di Indonesia.
Begitu juga pendapat akhir 10 fraksi dalam rapat paripurna 25 Maret 2008. Persoalan pencemaran nama baik hanya disinggung sepintas. Jejak digital pembahasan RUU ITE juga tidak menemukan argumentasi perubahan Pasal 27 versi naskah RUU dari pemerintah.
Pada naskah awal, Pasal 27 itu terkait dengan larangan menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apa pun tanpa hak, untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi dalam komputer dan sistem elektronik.
Hasil wawancara Shandy Syukur Permadi dengan peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) justru lebih mengejutkan lagi. Bahwa ada kemungkinan pasal pencemaran nama baik tersebut diusulkan secara tiba-tiba oleh pemerintah, atau dengan kata lain pasal ini merupakan pasal titipan.
Disebut titipan karena pasal pencemaran nama baik baru diketahui ada dan tercantum di dalam UU ITE pada saat UU tersebut telah disahkan tanpa ada dasar pertimbangan sebelumnya. Disimpulkan bahwa rumusan pasal pencemaran nama baik sangat kacau. Ia menyebutnya sebagai pasal gaib.
Ada empat ayat dalam Pasal 27 UU ITE. Meski ancaman hukuman 6 tahun penjara, penjelasan pasal itu menyebutkan 'cukup jelas'. Memang cukup jelas untuk dibaca, tapi bisa ditafsirkan suka-suka.
Agar tidak suka-suka ditafsir, dibuatlah penjelasan baru Pasal 27 tersebut dalam revisinya, UU 19/2016. 'Ketentuan Pasal 27 tetap dengan perubahan penjelasan ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) sehingga penjelasan Pasal 27 menjadi sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan pasal demi pasal Undang-Undang ini'.
Penjelasan Pasal 27 ayat (3) ialah 'Ketentuan pada ayat ini mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)'.
Penjelasan itu sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008. Menurut MK, penafsiran norma yang termuat dalam Pasal 27 ayat (3) UU a quo mengenai penghinaan dan/atau pencemaran nama baik tidak bisa dilepaskan dari norma hukum pidana yang termuat dalam Bab XVI tentang Penghinaan yang termuat dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sehingga konstitusionalitas Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus dikaitkan dengan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP.
Dengan demikian, Pasal 27 ayat (3) UU ITE harus ditafsirkan sebagai delik yang mensyaratkan pengaduan untuk dapat dituntut di depan pengadilan. Syarat itulah yang memantik saling lapor di antara warga negara saat ini.
Jika MK mengakui konstitusionalitas pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE, masih perlukah direvisi? Jangan-jangan salahnya dalam penerapan meski pada mulanya disebut sebagai pasal gaib.
PAK Jokowi, sapaan populer Joko Widodo, tampaknya memang selalu akrab dengan 'agenda besar'.
SANG fajar belum juga merekah sepenuhnya ketika ratusan orang memadati pelataran salah satu toko ritel di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Senin (14/7).
Bagi kita, kesepakatan itu juga bisa menjadi jembatan emas menuju kebangkitan ekonomi baru.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved