Headline

Sedikitnya 30% penggilingan gabah di Jawa Tengah menutup operasional.

Pelajaran Lancung dari Ratna

Djadjat Sudradjat Dewan Redaksi Media Group
05/10/2018 05:30
Pelajaran Lancung dari Ratna
()

SAYA tak kaget Ratna Sarumpaet membuat cerita bohong tentang penganiayaan dirinya. Playing victim yang mengguncang. Bukan karena ia seorang sutradara teater dan penulis naskah, tapi dua tahun belakangan ini ia memang seperti amat menikmati panggung politik yang riuh jika dibandingkan dengan panggungnya yang semula; panggung seni.

Karya-karya Ratna, sejauh saya amati, memang tak berpretensi mengusung metafora yang bermanis-manis. Teater baginya bukan semata jalan untuk menghadirkan sensasi keindahan. Namun, jalan untuk menggugat kekuasaan.

Seni haruslah punya tendensi yang tegas dalam memperjuangkan keadilan. Lakon Marsinah, yang diambil dari tokoh buruh perempuan di Sidoarjo yang dibunuh dengan keji, contoh yang gamblang. Juga sama nyaringnya 'teriakan' Ratna dalam lakon Titik Terang. Seni baginya harus nyaring berteriak, bukan bergumam dalam hening.

Ketika cerita lancung Ratna mulai mengotori udara kita, dari para politikus pendukung Prabowo mulai menginjak gas dengan keras, saya masih bertanya-tanya. Betulkah ia? Namun, sungguh aneh ia tak mau lapor polisi karena trauma. Ini musykil untuk seorang Ratna. Sosok yang selalu siap menggebrak kapan pun.

Padahal, jika melihat wajahnya babak belur, bagi Ratna seorang yang berkarakter 'berteriak' tak mungkin menyembunyikan 'barang bagus' itu. Sebagai juru kampanye nasional Prabowo-Sandi, Ratna butuh banyak amunisi yang perlu ditembakkan dengan masif. Penganiayaan itu, meski katakanlah kriminal murni, dengan lapor polisi, diliput pers, akan jadi 'amunisi' yang dahyat, yang bisa diberondongkan ke kubu Jokowi.

Kita ingat pada suatu peristiwa ketika mobilnya diderek karena parkir di daerah terlarang, Ratna berani membentak-bentak petugas. Ia menggertak hendak telepon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Ratna seorang yang tak surut dalam segala urusan. Ia seorang petarung.

Saya pernah menyembunyikan Ratna seusai menjadi narasumber berbincang sebuah ormas yang kerap memaksakan kehendak. Anggota ormas yang dibincangkan itu marah karena Ratna menuduh mereka anarkis.

Ratna yang saya kenal, dulu, ialah perempuan penuh vitalitas jika berbincang tentang teater dan seni. Satu Merah Panggung, itulah grup teater yang ia dirikan di kawasan Jakarta Selatan.

Di situ di masa Orde Baru, Satu Merah Panggung menjadi salah satu oasis. Penyejuk dan pencerah di tengah kekuasaan yang banal. Tak hanya seni dipercakapkan, tapi juga dipentaskan. Demokrasi juga diteguhkan di sini.

Kami kerap berbincang hingga larut malam setelah latihan menjelang pementasan. Satu Merah Panggung, saya kira waktu itu, salah satu kantong kesenian di Jakarta yang berdenyut dengan penuh gairah. Tentu di samping kantong-kantong kesenian yang lain.

Saya sesungguhnya tak terlalu suka dengan teater Ratna, yang verbal dan 'berkhotbah'. Namun, saya mengapreasiasi usahanya. Misalnya, memperkenalkan teater di kalangan pejabat. Ratna juga setahu saya satu-satunya perempuan sutradara teater di Indonesia di era 1990-an.

Karena aktivitasnya di bidang HAM dan demokrasi, Ratna menjadi aktivis terakhir yang ditahan di era Orde Baru. Ratna sudah minta maaf atas kebohongannya. Bahwa mukanya yang babak belur itu karena operasi sedot lemak. Bukan karena penganiayaan. Ia mengakui telah menjadi pencipta hoaks terbaik. Ia minta maaf kepada Prabowo dan Amien Rais, sosok yang langsung mendapat cerita khayal dari Ratna.

Beberapa politikus seperti Fadli Zon, Fahri Hamzah, Rachel Maryam, dan Ferdinand Hutahaen, bahkan ekonom Rizal Ramli, meyakini pemukulan terhadap Ratna benar adanya. Bahkan, mereka berani berdebat dengan berbagai argumen yang membabi buta.

Pelajaran yang bisa dipetik ialah betapa mudahnya para tokoh, politikus, intelektual, aktivis, dan pendakwah percaya suatu hal tanpa cek dan ricek untuk langsung menyerang lawan. Para tokoh bukan sibuk menguji kebenaran fakta, tapi sibuk membantah dan berargumentasi sesuai dengan kepentingan diri dan kelompoknya. Mereka tak peduli dengan kebenaran fakta yang dikorbankan.

Saatnya kita membersihkan polusi hoaks yang sudah sangat mengotori politik kita, yang pelaku dan pendukungnya jutru mereka yang mengaku para demokrat dan intelektual.*



Berita Lainnya
  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.

  • Rojali-Rohana

    26/7/2025 05:00

    SAYA tak bermaksud pesimistis tentang soal yang satu ini. Saya cuma ingin bersikap realistis.

  • Superman Sungguhan

    25/7/2025 05:00

    'Apakah artinya kesenian, bila terpisah dari derita lingkungan. Apakah artinya berpikir, bila terpisah dari masalah kehidupan'.