Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
PAKAR hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini berpendapat perlu ada jeda lima tahun bagi mantan penyelenggara pemilu, yakni jajaran Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang ingin maju berkontestasi dalam pilkada. Pasalnya, jeda waktu yang sama juga berlaku jika ada mantan kader partai politik yang ingin mencalonkan diri sebagai penyelenggara pemilu.
"Bahwa mestinya seorang mantan penyelenggara pemilu baru bisa terlibat dalam aktivitas partisan sebagai kontestan atau pengurus partai setelah melewati jeda lima tahun sebagai penyelenggara pemilu," kata Titi kepada Media Indonesia, Selasa (9/7).
Titi menjelaskan, masa jeda itu dilakukan untuk menghindari bias dan penyalahgunaan akses serta wewenang jabatan dan kepentingan partisan dalam rangka kontestasi politik. Selain itu, hal tersebut juga diperlukan untuk menjauhkan KPU dari eksploitasi pragmatis penyelenggara untuk kepentingan politik praktis.
Baca juga : Penyelenggara Pemilu Dinilai Langgar Etika Berat jika Nyalon Pilkada
"Partai politik harus jadi bagian dari tanggung jawab menjaga kemandirian dan integritas penyelenggara pemilu, oleh karena itu mestinya partai politik tidak mencalonkan penyelenggara pemilu yang berniat maju di pilkada 2024," terangnya.
Titi berpendapat, jika partai politik sampai menominasikan penyelenggara pemilu, publik bakal berspekulasi ihwal perselingkuhan atau main mata antara partai politik dan penyelenggara pemilu pada kontestasi Pilkada 2024.
Sebelumnya, pelaksana tugas (Plt) Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin mengatakan penyelenggara pemilu dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah pada Pilkada 2024 selama mengundurkan diri maksimal 12 Juli mendatang. Hal tersebut telah diatur dalam Pasal 14 ayat (4) huruf b Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8/2024.
"Bagi penyelenggara yang kok di tengah jalan pingin jadi kepala daerah, itu dihitungnya harus mundur, paling lambat 45 hari sebelum pendaftaran calon," terang Afif. (Tri/Z-7)
PEMERINTAH seharusnya menekankan netralitas di pilkada tidak hanya pada penyelenggara pemilu tapi juga kepada aparatur dan pemerintah daerah serta seluruh penjabatnya.
PAKAR politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ridho Al Hamdi mengatakan pelanggaran netralitas dalam pemilihan pemimpin sulit untuk dihilangkan.
Perlu adanya penguatan dari sisi etika penyelenggara pemilu agar pelanggaran tak terjadi lagi di kemudian hari.
Astri menjelaskan bahwa uang santunan merupakan salah satu bentuk perlindungan yang telah menjadi prioritas penting dari KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilu.
KOMITE Independen Pemantau Pemilu (KIPP) menyoroti pelanggaran Pilkada 2024 yang terjadi jelang maupun saat hari pemungutan suara. Salah satu pelanggaran itu adalah praktik politik uang.
Hal serupa juga terjadi dalam Pilkada 2024, ketika dua judicial review yang diajukan MK telah menjadi sorotan publik.
KPU selalu siap untuk memberikan pemahaman politik apabila dibutuhkan oleh parpol ataupun dari Pemkab Bandung
Maman juga merasa khawatir peretasan data itu akan berdampak pada terganggunya proses transparansi pesta demokrasi tahun depan
Kunjungan ini juga dalam rangka supervisi dan monitoring kesiapan menuju Pemilu 2024.
KPU Purwakarta memberikan batas waktu hingga 7 Januari 2024 sebagai akhir pelaporan LADK bagi peserta pemilu unsur parpol dan DPD RI.
KOMISI Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jawa Barat, memastikan 140.457 tempat pemungutan suara (TPS) yang ada di Jabar menggelar pemungutan suara hari ini, Rabu (14/2).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved