Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
KONSTELASI politik di Pilkada 2020 di sejumlah daerah penuh dinamika. Pilkada Blora, Jawa Tengah, pun mengalami dinamika itu.
Ketika Bupati Djoko Nugroho tidak dapat kembali maju karena sudah dua periode memimpin, banyak spekulasi soal siapa yang bakal menggantikan Ketua Dewan Penasihat DPD Partai Nas- Dem Blora ini. Bahkan, ketika petahana Wakil Bupati Blora Arief Rohman yang merupakan kader PKB bertekad maju kembali, spekulasi tak lantas surut.
Lobi-lobi dan pergulatan politik antartokoh partai berlangsung seru. Setiap parpol tarik-menarik sehingga muncul calon lain yang dianggap potensial turun ke gelanggang. Sebut saja Abu Nafi (Ketua DPC PPP dan Wakil Bupati Blora 2010-2015), Umi Kulsum (istri Djoko Nugroho), Prayogo Nugroho (anak Djoko Nugroho, anggota DPRD Jateng), hingga kader PDIP, yakni Dwi Astutiningsih, Reza Yudha, dan Tri Yuli Setyowati.
Di tengah pergulatan politik, NasDem harus berpisah dengan PKB yang selama lima tahun bersama memimpin Blora. “Awalnya saya mau bergandengan dengan salah seorang keluarga Pak Djoko Nugroho, tapi ada keputusan kami harus cari jalan sendiri,” kata Arief Rohman.
Djoko, dalam beberapa kali kesempatan menyatakan kebingungannya karena tidak ada keluarganya yang bersedia maju di Pilkada 2020 ini. Bersamaan dengan itu, muncul suara yang semakin santer ada koalisi baru, yakni NasDem bersama PPP, yakni Umi Kulsum-Abu Nafi . Namun, hal itu kembali mentah karena Abu Nafi yang pernah lima tahun sebagai wakil bupati mendampingi Djoko, secara tiba-tiba mundur.
Dalam waktu tidak terlalu lama, PDIP yang memiliki 9 kursi di DPRD Blora dan dapat mengusung sendiri calon mengeluarkan rekomendasi pasangan calon Arief Rohman-Tri Yuli Setyowati (anggota Fraksi PDIP DPRD Blora). Dengan begitu, tercipta koalisi besar, yakni PKB (8 kursi), PDIP (9 kursi), PKS (3 kursi), dan Perindo (1 kursi).
Kecewa dengan partainya, dua kader PDIP, yakni Dwi Astutiningsih dan Reza Yudha memilih jalan sendiri. Keduanya tetap maju dengan diusung Partai Demokrat (3 kursi), Partai Golkar (5 kursi), dan Partai Hanura (2 kursi). Di sisi lain, Partai NasDem (7 kursi), PPP (5 kursi), dan Partai Gerindra (2 kursi). Mereka akhirnya bergabung untuk Umi Kulsum-Agus Sugiyanto. Agus ialah pengusaha tambang batu bara Kalimantan Selatan yang berasal dari Blora.
Kemunculan Agus Sugiyanto cukup mengejutkan semua pihak. Selain karena tidak pernah terdengar dalam kancah perpolitikan, dia juga gagal ketika mendaftarkan diri melalui PDIP.
MI/Akhmad Safuan
Simulasi dan sosialisasi pelaksanaan pencoblosan kepada pemilih pemula di sebuah sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) di Blora agar pilkada dapat berjalan lancar.
Optimistis
Kini pertarungan di pilkada Blora telah dimulai. Setiap paslon kian gencar mengatur strategi untuk dapat memenangi kontestasi. “Kita yakin bakal memenangi pilkada ini dengan perolehan suara 60%-65%,” kata Mei Naryono, Ketua Tim Pemenangan Umi Kulsum-Agus Sugiyanto.
Optimisme diapungkan HM Dasum, Ketua Tim Pemenangan Arief Rohman- Tri Yuli Setyowati. Keyakinan itu didasarkan pada koalisi yang dibangun cukup solid dan mesin politik bekerja sesuai harapan.
Demikian pula dengan Siswanto, Ketua Tim Pemenangan Dwi Astutiningsih- Reza Yudha. Meskipun hanya berkekuatan 10 kursi di DPRD Blora, dia yakin bisa menang karena partaipartai pengusung mempunyai kader militan.
Pengamat politik, sosial, dan budaya, juga Ketua Dewan Pendiri Persatuan Pemuda Tempatan Kabupaten Blora Gus Asim menilai ketiga paslon mempunyai kesempatan dan kekuatan yang sama untuk memenangi pilkada. Namun, menurutnya, Dwi Astutiningsih-Reza Yudha harus berjuang lebih keras.
Adapun pasangan Arief Rohman-Tri Yuli Setyowati dan Umi Kulsum-Agus Sugiyanto dipandang cukup berimbang karena yang satu ialah petahana wakil bupati dan satunya lagi istri petahana bupati yang sudah 10 tahun berkuasa. “Sehingga sudah cukup lama dikenal publik.” (X-8)
Sumber: KPU/Tim Riset MI-NRC
pemilu nasional dan lokal dipisah, , siapa yang bakal memimpin daerah setelah masa jabatan kepala daerah Pilkada 2024 berakhir?
MAHKAMAH Konstitusi (MK) memutuskan bahwa mulai tahun 2029, pemilihan umum (pemilu) di Indonesia harus diselenggarakan secara terpisah antara pemilu nasional dan pemilu daerah.
Keputusan MK terkait PHPU kepala daerah pasca-PSU semestinya bisa memberikan kepastian hukum dan terwujudnya ketertiban di daerah.
Ketua KPU Mochammad Afifuddin mengusulkan agar ke depannya anggaran penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
DIREKTUR DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati menilai Bawaslu tidak serius dalam menangani proses penanganan politik uang saat PSU Pilkada Barito Utara
Kejadian di Barito Utara menunjukkan adanya permasalahan mendasar terkait pencegahan dan penegakan hukum atas pelanggaran politik uang saat pilkada.
KOMISI Pemilihan Umum (KPU) RI akan segera memperbaharui dinamika perubahan data pemilih pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah.
KPU Mochammad Afifuddin mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan untuk memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal mulai 2029.
KPU bakal mempelajari secara detail mengenai putusan MK tersebut yang berangkat dari uji materi oleh Perludem selaku pemohon.
KPU sedang menyusun rancangan peraturan KPU (RPKPU) terbaru tentang penggantian antarwaktu (PAW) anggota legislatif.
Themis Indonesia, TII, dan Trend Asia melaporkan dugaan korupsi itu dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Laporan dilayangkan pada 3 Mei lalu.
Koalisi masih memiliki waktu tujuh hari untuk memperbaiki pengaduan di DKPP yang tenggatnya jatuh pada 13 Juni mendatang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved