Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
TIDAKLAH berlebihan jika dikatakan bahwa ekonomi Indonesia dibangun di atas suatu lapisan penting yakni usaha kecil dan menengah (UMKM). Dengan lebih dari 65 juta usaha yang berkontribusi 60,5% terhadap PDB nasional dan menyumbang 97% dari total lapangan kerja yang tercipta, pembangunan negara ini bertumpu pada kemampuan UMKM untuk membuka peluang pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan dalam jangka panjang.
Terlepas dari dampaknya yang besar, Otoritas Jasa Keuangan mencatat bahwa sebanyak 74% UKM tidak memiliki akses permodalan terhitung pada tahun 2022, yang menjadi sebuah hambatan pertumbuhan yang signifikan. Keterbatasan akses pembiayaan ini telah menghambat kemampuan mereka untuk meningkatkan produksi dan meningkatkan skala operasi. Sementara itu, hanya 13% UKM yang dilaporkan telah melakukan transformasi digital yang berkelanjutan.
Bisnis-bisnis ini, terutama warung-warung dan toko-toko kelontong berskala kecil, telah terlalu terbiasa dengan cara kerja tradisional, sehingga mereka tidak sepenuhnya siap untuk menghadapi dunia bisnis yang baru ini.
Baca juga : Tertibkan Pinjol, OJK Kunci Pinjaman Maksimal 50% dari Gaji
Pada saat yang sama, sektor UMKM di Indonesia juga memiliki dinamikanya tersendiri. Mulai dari warung-warung kaki lima hingga bisnis berskala besar, bagian dari ekosistem perekonomian Indonesia ini dapat dikategorikan ke dalam tiga lapisan yang berbeda, sesuai dengan kebijakan resmi pemerintah:
1.) Usaha mikro, terdiri dari bisnis dengan modal kerja hingga Rp1 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan,
2.) Usaha kecil, antara Rp1-5 miliar, dan
3.) Usaha menengah, antara Rp5-10 miliar.
Perlukah Cara Pembiayaan Baru?
Dari pengalaman saya bekerja dengan UMKM selama berkarir di bidang jasa keuangan, saya cenderung setuju bahwa kesulitan dalam pembiayaan sering kali disebabkan oleh prosedur hukum yang rumit dan ketidakmampuan pelaku usaha dalam menghasilkan dokumen dan laporan keuangan yang diperlukan, baik karena praktik pembukuan yang belum optimal maupun kurangnya sumber daya.
Baca juga : Kantongi Izin OJK, Batumbu Ingin Kembangkan Ekosistem UMKM
Agunan pun menjadi hambatan, karena tanpa agunan yang memadai, lembaga keuangan akan menganggapnya terlalu berisiko untuk memberikan modal dan dukungan yang sangat dibutuhkan pelaku UMKM. Mereka pun akan semakin terjebak dalam “lingkaran maut” yang tidak bisa mereka lepaskan. Selain itu, skor kredit yang buruk juga berpengaruh terhadap bunga, dan hal ini tentunya memperburuk masalah yang mereka hadapi.
Dihadapkan pada berbagai kendala di berbagai bidang, namun menempati posisi penting dalam prospek jangka panjang Indonesia, UMKM membutuhkan produk dan layanan keuangan baru dan inovatif. Tanpa mendorong pertumbuhan, baik bisnis maupun ekonomi secara keseluruhan dapat mengalami stagnasi.
Peran Startup Tekfin Tidak Boleh Dianggap Remeh
Baca juga : Easycash Gandeng AFPI dan OJK Dukung UMKM Sumatra Utara
Startup juga memainkan peran kritikal dalam pemberdayaan UMKM. Dalam sektor Tekfin khususnya, peran kami di FSB Indonesia ada dua: memfasilitasi akses modal dan mendorong transformasi digital. Karena jumlah pinjaman produktif yang hanya mencapai 29,4% dari total pinjaman di sektor P2P, atau bisa dibilang tertinggal cukup jauh dari target OJK untuk tahun 2023-2028 sebesar 70%, banyak yang bertanya-tanya bagaimana cara startup Tekfin lainnya dapat membantu penyaluran pinjaman.
FSB Indonesia, perusahaan yang saya dirikan pada tahun 2019, merupakan ekosistem komprehensif untuk produk dan layanan Tekfin inovatif yang ditujukan untuk mengatasi tantangan unik yang dihadapi oleh UMKM di Indonesia. Kami telah membuat kemajuan signifikan dalam menyelaraskan tujuan lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) FSB Indonesia dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) PBB.
Kami secara aktif meluncurkan inisiatif untuk mendorong inovasi dan inklusi keuangan guna meningkatkan akses terhadap layanan keuangan di antara bisnis yang paling membutuhkannya, sehingga menciptakan tingkat persaingan yang setara.
Baca juga : OJK Sebut Platform Digital Bisa Bantu Atasi Gap Pembiayaan UMKM
Saat ini, FSB Indonesia beroperasi melalui tiga platform yang berbeda: Fundo, INVO, dan INDOOGOO. Setiap platform disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan unik bisnis pada berbagai tahapan, mulai dari usaha mikro hingga usaha menengah, dengan memanfaatkan kecerdasan buatan (AI), pembelajaran mesin, dan teknologi buku besar terdistribusi.
Secara khusus, platform kami, Fundo, memfasilitasi keuangan inklusif dengan menawarkan alternatif yang inovatif dan efisien untuk metode pembiayaan konvensional. Fundo menghadirkan revolusi pada lanskap keuangan dan memastikan persyaratan yang adil serta akses cepat terhadap modal kerja bagi UMKM.
Sebagai platform lelang surat berharga pertama dan satu-satunya di Indonesia, Fundo memungkinkan UMKM untuk melelang piutang dagang mereka sebagai ganti modal, sekaligus menyediakan platform yang dapat dipercaya oleh investor baru dan yang lebih berpengalaman dengan risiko yang moderat.
INVO, platform manajemen rantai pasokan digital kami, menggabungkan analisis prediktif untuk membantu perusahaan membangun hubungan yang kuat dengan pemasok. Sementara itu, INDOOGOO melayani bisnis menengah yang telah berkembang untuk terlibat dalam ekspor, memungkinkan mereka untuk terhubung dengan pelanggan internasional dan ekosistem global.
Desain strategis dari penawaran fintech kami di FSB Indonesia memastikan bahwa kami mendukung UMKM di setiap tahap pertumbuhan mereka melalui perjalanan rantai pasokan mereka, menghindari pendekatan yang satu ukuran untuk semua.
Saya yakin bahwa potensi pertumbuhan Indonesia berputar di sekitar ekspansi UKM yang berkelanjutan, yang didorong oleh sinergi alat keuangan dan teknologi canggih. Strategi komprehensif FSB Indonesia dimulai dengan Fundo, yang menjawab kebutuhan pembiayaan mendasar dan menyiapkan jalan bagi UKM untuk membuka peluang baru yang berkelanjutan dan berkontribusi lebih besar bagi kemajuan ekonomi nasional. (H-2)
Keamanan data pengguna, menurut Marshall, menjadi faktor utama bagi Privy dalam menyediakan layanan teknologi TTE tersertifikasi.
Kemitraan ini bertujuan untuk memperkuat upaya memperluas pemanfaatan layanan finansial inklusif dan mempermudah akses pendanaan masyarakat.
Sinergi ini memungkinkan proyek properti yang mengajukan pendanaan ke fintech syariah untuk mendapatkan pembiayaan tambahan jika melebihi batas pembiayaan Rp2 M.
Industri fintech lending yang legal terus berkomitmen untuk mendorong inovasi dan inklusivitas dalam perkembangan sektor-sektor terkait, terutama UMKM.
Layanan fintech P2P lending memberikan kemudahan untuk mendapatkan pinjaman dana maupun berinvestasi. Bagaimana kiat agar manfaatnya optimal?
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunda penerapan ketentuan pembagian biaya atau co-payment dalam produk asuransi kesehatan.
OJK mendorong adanya pembagian beban atau cost sharing antara perusahaan asuransi dengan peserta melalui skema copayment.
Novianto menyebut tidak hanya indeks inklusi keuangannya saja yang meningkat, indek literasi keuangan pada tahun 2025 juga turut meningkat.
Dengan adanya kemudahan layanan penyedia dana pensiun, diharapkan dapat meningkatkan kepesertaan khususnya pekerja informal.
OJK mencatat adanya peningkatan dalam penyaluran pinjaman melalui layanan fintech peer-to-peer lending (P2P lending) atau pinjaman online (pinjol), serta skema pembiayaan buy now pay later
OJK telah mengendus potensi penyimpangan atau fraud dalam transaksi surat kredit ekspor (letter of credit/LC) PT Bank Woori Saudara sejak 2023.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved