Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Harta dan Capres 2024: Sandiaga, Erick Thohir, Anies Baswedan, atau Ganjar?

Editor Media Indonesia Henri Siagian
28/12/2022 08:51

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Salahuddin Uno telah menyatakan kesiapan untuk maju dalam kompetisi Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024.

Deklarasi itu dia ungkapkan dalam beberapa kegiatan di Jawa Timur. Diawali saat menghadiri acara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di Madura pada 18 Desember.

Dan dalam berbagai kesempatan, Sandiaga juga menyatakan sikap masih tegak lurus untuk loyal ke partai asalnya, Gerindra, beserta ketua umumnya yang juga saat ini juga menjabat Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Sehingga, kesiapan dirinya juga masih bergantung pada arahan Prabowo.

Deklarasi kesiapan diri Sandiaga Uno tersebut menambah jajaran tokoh yang telah menyatakan, dinyatakan, atau diukur berdasarkan survei layak dan pantas untuk berkompetisi dalam Pilpres 2024.

Baca juga: Semua Tokoh Dinilai masih Punya Peluang dalam Pilpres 2024

Di jajaran nama itu antara lain ada Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Airlangga Hartarto, Agus Harimurti Yudhoyono, Puan Maharani, Erick Thohir, hingga Muhaimin Iskandar.

Dari nama-nama tersebut, Prabowo, AHY, Airlangga Hartarto, dan Muhaimin Iskandar adalah ketua umum partai politik. Adapun Puan Maharani memang bukan masuk jajaran pemilik partai, melainkan anak dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Untuk kali ini, pembahasan akan lebih memfokuskan pada sosok-sosok politisi yang bukan pemilik partai politik yakni Sandiaga, Ganjar, Anies, dan Erick Thohir.

Ganjar Pranowo bukanlah pejabat tinggi partai tetapi sudah berkecimpung di PDIP selama beberapa dekade, di mana Ganjar sudah menjadi anggota DPR RI dari PDIP sejak 2004.  

Baca juga: Opsi Pencapresan Ganjar oleh KIB Diprediksi Tunggu Langkah PDIP

Ganjar Pranowo, sejauh ini sudah dideklarasikan oleh satu partai politik peserta Pemilu 2019, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Hanya saja, PSI bukanlah parpol pemilik kursi DPR pada Pemilu 2019. Sehingga, langgam Ganjar belum terlalu mulus bila hanya mengandalkan suara PSI.

Ganjar sempat mengaku siap untuk berkompetisi dalam Pilpres 2024. Dan ujung-ujungnya, PDIP justru memberikan peringatan berupa teguran lisan terhadap pria berambut putih itu. Pemberian sanksi itu lantaran pernyataan mengenai siap menjadi capres tersebut menimbulkan multitafsir di tengah masyarakat. Apalagi, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri telah meminta seluruh anggota dan kader partai untuk membangun kesabaran revolusioner terkait dengan capres dan cawapres.

Baca juga: Ditegur PDIP Soal 'Siap Nyapres', Ganjar Tetap Nyatakan Siap

Konstitusi di Indonesia masih memastikan parpol memonopoli pencalonan presiden. UUD 1945 mengakui hak monopoli parpol dalam mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

Dan dalam aturan turunannya, yakni Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, tidak semua parpol ternyata memiliki kebebasan mengajukan calon presiden.

Hanya parpol dan gabungan parpol yang memenuhi presidential threshold 20% jumlah kursi DPR atau 25% dari suara sah dalam pemilu sebelumnya yang bisa mengajukan pasangan calon. Aturan dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu itulah yang kerap diistilahkan presidential threshold alias ambang batas pengajuan presiden.

Baca juga: Ganjar Pranowo, Bakal Capres Parpol atau Survei?

Setidaknya, mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang telah mengantongi dukungan dari Partai NasDem untuk maju sebagai calon presiden pada 2024. Walhasil, Anies telah memiliki 9,046% suara sah atau 10,26% kursi DPR milik NasDem.

Adapun Erick Thohir belum mengantongi dukungan resmi partai politik. Erick pun belum mendeklarasikan sikapnya. Akan tetapi, berbagai relawan dan juga survei telah menilai posisinya pantas untuk maju sebagai calon wakil presiden.

Baca juga: Elektabilitas Erick Thohir Menguat di Pulau Jawa

Adapun Sandiaga Uno. Pria kelahiran 28 Juni 1969 itu praktis tidak bisa mengambil suara dari Partai Gerindra. Pada Rapimnas Partai Gerindra 2022, sebanyak 34 DPD mengusung Prabowo sebagai calon presiden di 2024. Prabowo menerima pencalonan dirinya pada 12 Agustus 2022. Berarti, Pilpres 2024, Prabowo akan menjadi calon presiden untuk ketiga kalinya.

Baca juga: Gerindra Persilakan Sandiaga Nyapres dari Partai Lain

Itu belum termasuk kekalahan Prabowo terhadap Wiranto dalam Konvensi Calon Presiden Partai Golkar pada 2004 dan kekalahan Prabowo yang menjadi calon wakil presiden bersama Megawati Soekarnoputri dalam Pilpres 2009.

Baca juga: Jokowi Sampai 'Ngecek' Kerutan Wajah dan Rambut Putih Prabowo

Sekadar intermezo, Prabowo selaku Menteri Pertahanan pada Desember 2022 memberikan pangkat Letnan Kolonel Tituler TNI Angkatan Darat kepada Deddy Corbuzier. Pangkat kehormatan ini disahkan oleh Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman. Sebelumnya, Prabowo juga menjadikan Deddy sebagai Duta Komponen Cadangan.

Apakah Deddy akan murni menjalankan tugas menyosialisasikan program keamanan di media sosial seperti penjelasan resmi? Ataukah menjadi influencer bagi Prabowo seperti dikhawatirkan sejumlah pengamat? Kita tunggu dan lihat saja.

Baca juga: Pengamat: Pengemban Pangkat Tituler Harus Punya Tugas Militer yang Jelas

Kembali ke Sandiaga, apakah Sandiaga akan beralih ke partai lain? Atau apakah Sandiaga memiliki kuasa untuk memengaruhi Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Golkar, PPP, dan PAN, sehingga mereka akan memasang Sandiaga? Apalagi, kekuatan KIB telah mencapai 28,8% suara sah atau 32,5% kursi DPR. Mereka telah memenuhi syarat presidential threshold. Persoalannya tinggal menentukan sosok yang diusung oleh KIB untuk berduet dengan Sandiaga, apakah Airlangga Hartarto atau Ganjar Pranowo?

Kalau toh harus keluar dari Gerindra, sebenarnya bukan barang baru bagi Sandiaga Uno. Saat Pilpres 2019, Prabowo-Sandiaga diusung oleh PAN, Gerindra, Partai Demokrat, PKS, dan Partai Berkarya. Dan agar bisa diterima oleh gabungan partai, Sandiaga sempat diminta melepaskan status keanggotaan dan posisi sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra pada Kamis, 9 Agustus 2018.

Baca juga: Sandiaga Uno Ungkap Alasan Kembali ke Gerindra

Dan pada 15 Agustus 2019, Sandiaga melalui akun Instagramnya mengunggah konten video dirinya melepas kemeja batik megamendung berwarna biru dan memperlihatkan kaus hitam bertulisan 'Gerindra'. Adapun captionnya adalah 'Saya Kembali'. Setelah itu, Sandiaga mendapatkan posisi Wakil Ketua Dewan Pembina di Partai Gerindra.

Sumber kekuasaan

Ramlan Surbakti dalam buku Memahami Ilmu Politik telah menyebutkan, mereka yang memiliki kekayaan dalam jumlah besar setidak-tidaknya secara potensial akan memiliki kekuasaan. Selain kekayaan, yang termasuk dalam sumber kekuasaan antara lain tanah, senjata, pengetahuan dan informasi, popularitas, status sosial yang tinggi, massa yang terorganisasi, dan jabatan. Dan bila mereka telah menggunakan sumber kekuasaan itu ke dalam kegiatan politik secara efektif, mereka dipandang memiliki kekuasaan aktual.

Saat jelang Pilpres 2019, politisi Partai Demokrat Andi Arief pada Agustus 2018, sempat membuat heboh dengan istilah jenderal kardus. Dan Andi menyebut Sandiaga telah menyetor ke PAN dan PKS masing-masing Rp500 miliar untuk mengusung Sandiaga sebagai cawapres Prabowo.

Baca juga: Andi Arief: Prabowo Keras Kepala dan Paksakan Sandiaga Uno

Akan tetapi, Sandiaga membantah memberikan mahar Rp1 triliun kepada kedua partai tersebut. Dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga menghentikan kasus tersebut karena dianggap tidak dapat ditemukan bukti yang kuat.

Baca juga: Soal Mahar Rp1 Triliun, KPK Diminta Periksa Sandiaga

Dilansir dari Bloomberg pada 27 Maret 2019, Sandiaga memperkirakan telah menghabiskan US$100 juta atau sekitar Rp1,4 triliun dengan kurs Rp14.000 per dolar pada Pilpres 2019.

Baca juga: Dana Kampanye Sandiaga Uno Termasuk untuk Mahar PKS dan PAN?

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2018, harta Sandiaga saat maju sebagai calon wapres lebih dari Rp5 triliun. Dan pada pelaporan 31 Desember 2020, harta Sandiaga yang telah menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif adalah Rp3,8 triliun. Alias, berkurang sekitar Rp1,2 triliun dibandingkan laporan sebelumnya. Dan berdasarkan LHKPN 2021, harta Sandiaga melonjak menjadi Rp10,6 triliun.

Baca juga: LSM Beberkan Dugaan Aliran Dana Asing ke Sandiaga Uno

Jika pada Pemilu 2019 Sandiaga yang memiliki harta sekitar Rp5 triliun berani mengeluarkan US$100 juta, bagaimana dengan Pemilu 2024?

Jumlah harta itu jelas jauh di atas Anies, Ganjar, atau Erick Thohir. Anies berdasarkan LHKPN 2019 memiliki harta Rp11 miliar, yang berkurang pada LHKPN 2020 menjadi Rp10,91 miliar, dan pada 2021 menjadi Rp10,95 miliar.

Ganjar Pranowo saat maju sebagai calon gubernur memiliki harta Rp6,7 miliar. Dan pada 2019 menjadi Rp9,9 miliar yang kemudian naik menjadi Rp10,5 miliar pada 2020, dan pada 2021 menjadi Rp11,7 miliar.

Adapun Erick Thohir pada laporan 2019 saat awal menjabat Menteri BUMN memiliki harga Rp2,316 triliun, yang menjadi Rp2,312 triliun pada 2020, dan pada 2021 menjadi Rp2,319 triliun.

Ganjar dan Anies juga memiliki massa terorganisasi berupa relawan. Walhasil, mereka berhasil menempati papan atas dalam survei kandidat calon presiden. Di sisi lain, Erick Thohir memiliki jabatan yang strategis yakni membawahkan badan usaha milik negara (BUMN) dan beragam aktivitasnya termasuk di sepak bola.

Sandiaga, Anies, Erick, dan Ganjar juga kurang lebih seumuran yang sama. Ganjar adalah kelahiran 1968, Anies dan Sandiaga kelahiran 1969, sedangkan Erick Thohir pada 1970. Sehingga, pada 2024, mereka akan berada di kisaran usia 54 sampai 57 tahun.

Hanya saja, sehebat apapun, nasib mereka tergantung pada preferensi partai politik sebagai pemilik kekuasaan aktual saat ini. Beragam sumber kekuasaan yang mereka miliki itu berpeluang terhenti sekadar menjadi potensi bukan kekuasaan yang aktual. Di mana, langkah mereka terkendala bukan karena kompetisi melainkan ambang batas presiden.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya