Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Pembangunan Berwawasan Lingkungan di Masa Pandemi

Aartje Tehupeiory Dosen, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Kristen Indonesia
07/8/2021 05:00
Pembangunan Berwawasan Lingkungan di Masa Pandemi
Ilustrasi MI(MI/Duta)

MEREBAKNYA pandemi covid-19 merupakan masalah besar bagi negara Indonesia. Masalah ini memicu berbagai ragam kebijakan yang sudah dikeluarkan pemerintah. Salah satunya ialah kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang memaksa masyarakat untuk melakukan seluruh pekerjaan dari rumah (WFH).

Hal ini dilakukan untuk menghentikan penularan virus korona. Jadi, tidak jatuh lebih banyak korban jiwa dan tidak bertambahnya jumlah pasien yang terinfeksi yang harus dirawat di RS dengan kemampuan tampung yang terbatas jumlahnya. Namun, dengan diberlakukannya kebijakan WFH dan social distancing, muncul berbagai respons masyarakat yang mulai merasakan kejenuhan.

Ini menjadi kekhawatiran sendiri sebab dapat menurunkan tingkat kinerja dari sistem kekebalan tubuh. Sikon ini menjadi tantangan tersendiri dalam pendirian bangunan yang sehat dan layak huni. Oleh karena itu, arsitek dituntut untuk menangkap peluang perubahan-perubahan konsep arsitektur, berfokus pada pembangunan berkelanjutan, mengedepankan visi lingkungan (ramah lingkungan) di tengah tantangan perubahan yang ditimbulkan akibat covid-19.

 

Konsep pembangunan

Terbatasnya tanah yang tersedia dan dimiliki warga khusus di kota-kota besar, maka konsep pembangunan rumah, gedung-gedung perkantoran (tower), RS, dapat dimaksimalkan sedemikian rupa agar warga dan badan usaha lainnya memiliki tempat tinggal dan infrastruktur lebih baik. Terutama di era digital dan era bangunan emisi rendah di masa pandemi covid-19 yang sesuai dengan konsep ramah lingkungan.

Untuk mewujudkan ruang udara yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan yang tentunya mempunyai korelasi dengan ruang dan aspek hukum lingkungan. Maka, dalam proses pembangunan gedung harus didasarkan pada UU tentang PPLH lingkungan hidup ialah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup. Termasuk manusia dan perilakunya yang memengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Sementara itu, ruang (UU Cipta Kerja) ialah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara. Termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya.

Dari aspek hukum, hal ini bermakna bahwa lingkungan hidup ini menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun, permasalahan yang terjadi ketika penyediaan ruang terbuka hijau pada kawasan perkotaan, disebabkan keterbatasan lahan, penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) publik dan privat terbatas, nilai harga tanah yang relatif tinggi, pada kawasan perkotaan yang padat, pemerintah ‘terpaksa’ membebaskan tanah untuk RTH.

Komisi tentang lingkungan dan pembangunan memopulerkan konsep pembangunan berkelanjutan dan menetapkan persoalan-persoalan lingkungan sebagai isu utama pembangunan negara-negara di dunia. Oleh karena itu, pembangunan berkelanjutan merupakan pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat kini, tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhan mereka.

Dengan dilakukan konsep pembangunan berkelanjutan, terciptanya keberlanjutan yang meliputi keberlanjutan ekologis (jaminan eksistensi SDA), keberlanjutan ekonomi (efesiensi ekonomi), keberlanjutan sosial dan budaya (keanekaragaman sosial dan budaya). Sementara itu, pembangunan berwawasan lingkungan hakikatnya investasi SDA, pemanfaatan teknologi yang memadai, dampak terhadap lingkungan hidup, serta rehabilitasi SDA.

Pendayagunaan wilayah dengan tidak merusak lingkungan dengan cirinya, yaitu menggunakan pendekatan integritas yang meliputi keterkaitan antara manusia dan lingkungan masa kini serta masa akan datang. Selanjutnya menggunakan pandangan jangka panjang untuk menrencanakan pengelolaan dan pemanfaatan SDA yang mendukung pembangunan agar berkelanjutan dimanfaatkan. Selain itu, menjamin pemerataan dan keadilan dengan strategi pemerataan distribusi lahan dan faktor produksi, pemerataan kesempatan perempuan, dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan. Terakhir, menghargai keanekaragaman hayati untuk memberikan kepastian bahwa SDA selalu tersedia secara berkelanjutan.

Untuk penerapan bangunan yang sehat dan layak huni dalam menghadapi covid-19, dapat diwujudkan dengan menciptakan kreasi yang sesuai dengan tata ruang bangunan maupun ruang terbuka, meliputi lanskap di sekitar bangunan, ruang hijau di perkotaan, lingkungan pemukiman, dan sebagainya.

Dengan konsep arsitektur yang terdapat di ruang terbuka hijau, sesuai dengan tuntutan berwawasan lingkungan, dengan manfaat yang sangat penting, yaitu menjadikan ruang terbuka hijau untuk memberi pengaruh sehat, menambah fungsi aktivitas baru, aspek keindahan sebagai taman.

Kualitas lingkungan di dalam konsep bangunan hijau lebih baik jika dibandingkan bangunan dengan konvensional sebab pengguna bangunan merasa nyaman, produktivitas yang meningkat, terhindar dari penyakit berkaitan dengan infeksi (ISPA).

Organisasi gerakan bangunan hijau skala dunia (World Green Building Council/WGBC), di Indonesia (Green Building Council/GBC) dalam penerapan bangunan hijau untuk rumah. Saat ini, bangunan/rumah hijau dan sehat secara nyata dapat mengurangi tingkat penyebaran penyakit/infeksi saluran pernapasan, termasuk pandemi covid-19.

Demikian juga dengan bangunan perkantoran (tower) dan RS. Regulasi yang mengatur tentang bangunan berkelanjutan yang menggunakan konsep ‘bangunan hijau’ diatur dalam Permen PU-Pera No 02/2015 tentang Bangunan Gedung Hijau. Dengan prinsip energi, yaitu energi listrik, energi air, energi penggunaan material bangunan melalui tahapan yang meliputi perencanaan, konstruksi, operasional.

Dengan merencanakan bangunan sesuai dengan iklim di Indonesia harus memperhatikan antisipasi radiasi yang ditimbulkan panas lingkungan maupun matahari, bangunan didesain dengan prinsip hati-hati.

Selanjutnya, pembangunan berkelanjutan kembali ke lingkungan yang memanfaatkan sumber alam secara berkesinambungan, hemat energi, dan ramah lingkungan dapat mengatasi permasalahan terhadap tata guna lahan dan penggunaan teknologi bangunan yang tepat yang dapat meningkatkan nilai efisiensi dari bangunan.

Pembangunan, mulai gedung baru, gedung terbangun, ruang interior untuk rumah, RS, hingga perkantoran, secara komprehensif harus memperhatikan tepat guna lahan, konservasi dan efisiensi energi, konservasi air, sumber dan siklus material, kesehatan dan kenyamanan dalam rumah, serta manajemen lingkungan, bangunan diperlukan perangkat penilaian bangunan hijau untuk rumah agar dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas. Itu melalui teknologi dan aplikasi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan tetap memprioritaskan penghuni rumah, RS, dan perkantoran (tower) agar hidup sehat dan produktif.

 

Sinergi

Konsep pembangunan arsitektur dalam prespektif berwawasan lingkungan di masa pandemi covid-19 ialah dengan melakukan sinergi antara pembangunan arsitektur dan lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan berkelanjutan melalui konsep rumah/gedung (tower) sehat, ramah lingkungan konsep bangunan hijau (arsitektur hijau).

Pemerintah wajib merealisasikan RTH pada kawasan perkotaan dan perlindungan sumber daya yang dapat memitigasi dan menanggulangi pencemaran udara serta perwujudan tata ruang yang berbasis perlindungan lingkungan terus dapat dikawal masyarakat.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya