Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Revitalisasi Perdesaan di Masa Pandemi

Wahyu Susilo Direktur Eksekutif Migrant Care
25/7/2020 03:55
Revitalisasi Perdesaan di Masa Pandemi
(MI/RAMDANI)

BP2MI pekan lalu baru saja merilis prediksi angka kepulangan pekerja mig ran setelah Lebaran. Diperkirakan sekitar Juli sampai dengan Agustus 2020 sejumlah 50.114 pekerja migran Indonesia akan pulang kampung halaman. Hingga akhir 2020 arus kepulangan pekerja migran Indonesia akan terus mengalir memenuhi kampung halaman, yang sebagian besar kawasan perdesaan.

Angka pemutusan hubungan kerja juga dilaporkan Kementerian Ketenagakerjaan kian meningkat, seiring dengan ketidakpastian ekonomi. Hingga dua minggu terakhir ini kurva kasus covid-19 terus menjulang. Ditemukan klasterklaster baru di pabrik, pusat layanan umum, dan pasar, sebagian besar di kawasan perkotaan. Ini menjadi pertanda bahwa pemulihan covid- 19 dan dampaknya masih jauh.

Fenomena pulang kampung balik desa tidak hanya terjadi di Indonesia. Pada awal kecamuk pandemi covid-19, dunia digegerkan dengan kisah tragis ribuan warga India yang terpaksa pulang kampung dengan berjalan kaki ratusan, bahkan ribuan kilometer, ketika kota-kota besar menutup diri (lockdown) sebagai langkah darurat mencegah covid-19.

Realitas di atas memperlihatkan bahwa desa menjadi kawasan tumpuan akhir kaum urban dan migran ketika tak bisa melanjutkan penghidupannya di kota dan negara tujuan. Pandemi covid-19 memaksa otoritas setempat membatasi mobilitas dan interaksi antarmanusia sehingga memengaruhi keberlanjutan pekerjaan dan aktivitas sosial lainnya.

Pada saat virus korona (sebelum bernama covid-19) masih mewabah di episentrum awal Asia Timur, di desa-desa basis pekerja migran Indonesia telah memperbincangkan kerisauan tersebut. Arus komunikasi antara pekerja migran Indonesia dan keluarganya di kampung halaman sekarang ini nyaris tak terkendala, seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi.

Perkembangan terkini yang ada di negara tempat bekerja bisa disampaikan tanpa jeda waktu ke keluarga di kampung halaman. #Kecepatan arus informasi inilah yang juga telah mendorong inisiatif para kepala daerah tempat asal pekerja migran Indonesia mengirimkan ribuan masker pelindung ke Hong Kong, Taiwan, dan Singapura pada Januari hingga Februari 2020. Kondisi inilah yang sebenarnya juga telah menyiapkan desa-desa basis pekerja migran Indonesia menjadi desa tanggap/siaga covid-19.

Identifikasi yang dilakukan Migrant Care sejak Maret 2020, ketika pandemi covid-19 telah memengaruhi hajat hidup rakyat Indonesia, inisiatif lokal, seperti Desbumi (Desa Peduli Buruh Migran) dan Desmigratif (Desa Migran Produktif) memaksimalkan fungsi sosialisasi dan administrasi untuk diseminasi informasi tentang covid-19 dan mendorong penerapan protokol dalam antisipasi mobilitas keluar-masuk warga desa.

Unit pengembangan ekonomi juga dimaksimalkan untuk meringankan beban ekonomi, bahkan kemudian di beberapa tempat juga telah berhasil mengembangkan unit dukungan pembuatan masker dan APD berstandar untuk tenaga kesehatan.

Namun, tentu saja gambaran ini tidak mencerminkan wajah mayoritas desa Indonesia yang dalam setengah abad terakhir ini telah compang-camping, dihempas politik pembangunan ekonomi yang telah memarginalkan desa. Hadirnya UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa juga belum sepenuhnya mampu memulihkan otonomi desa.

Dengan adanya counter-migration (baik dari kota ke desa maupun dari negara tujuan bekerja kembali ke desa), telah memaksa desa menjadi tumpuan utama kebertahanan hidup warganya dari kecamuk covid-19 dan dampak sosial-ekonominya.


Asesmen dampak covid-19

Dalam tiga bulan terakhir ini, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) melakukan asesmen dampak covid-19 terhadap kehidupan pekerja dan keberlangsungan pekerjaan.

Asesmen tersebut memperlihatkan kerentanan kaum pekerja, terutama yang berada di perkotaan dan para pekerja asing.

Dengan adanya pembatasan sosial dan mobilitas, terjadi pula pembatasan dan ancaman kehilangan pekerjaan. Untuk pekerja migran, kecamuk covid-19 ini juga menimbulkan kerentanan munculnya stigma dan ketakutan pada orang asing.

Dalam asesmen ini juga dinyatakan bahwa sektor pekerjaan pertanian dan wilayah perdesaan ialah pekerjaan dan kawasan yang paling sedikit terdampak.

Tentu saja ini menjadi peluang dan kesempatan berharga untuk mengembalikan muruah desa sebagai pusat sumber daya ekonomi yang berdaulat sekaligus menjadi kantong penyelamat dampak ekonomi yang ditimbulkan dari krisis covid-19.

Dalam konteks Indonesia, SDGs Center Universitas Padjadjaran juga telah melakukan kajian cepat dan menyimpulkan hal yang sama bahwa perdesaan dan pekerjaan pertanian ialah sektor yang paling kecil terdampak covid-19. Ini membuka ruang dan kesempatan (window of opportunity) bagi revitalisasi kawasan perdesaan dan pekerjaan pertanian.

Agenda revitalisasi perdesaan harus menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya pemulihan dampak covid-19. Harus diakui bahwa selama ini agenda pemulihan krisis dan dampak covid-19 sangat bias pendekatan perkotaan dan kelas menengah. Publik pernah disuguhi perdebatan mengenai ‘mudik’ dan ‘pulang kampung’ yang seakan-akan menuding bahwa mereka yang pulang ke desa ialah para ‘calon’ pembawa virus.

Hingga saat ini, satu-satunya pelibatan desa dalam penanganan covid-19 ialah penngunaan dana desa yang bisa direalokasi untuk bantuan tunai langsung dampak covid-19. Selain bersifat ad hoc karena berfungsi sebagai substitusi bagi mereka yang belum terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial, BLT dana desa juga belum menjamin keberlanjutan daya hidup masyarakat desa menghadapi dampak covid-19.

Oleh karena itu, paket kebijakan ekonomi dan stimulus fi skal dampak covid-19 juga harus bisa membuka ruang bagi inisiatif revitalisasi perdesaan dan pertanian secara komprehensif. Hal itu mampu berkontribusi bagi kebertahanan hidup warga desa (termasuk mereka yang pulang kampung dari kota dan mancanegara) dan ketahanan pangan.

Adanya tenaga kerja yang berlimpah di perdesaan serta remitansi yang dibawa pulang para pekerja migran bisa menjadi kontribusi yang signififi kan jika dipadukan dengan kebijakan responsif merevitalisasi perdesaan dan pertanian. Dengan mempermudah akses pada sarana produksi pertanian, akses kepada pasar, serta pemberdayaan ekonomi produksi, baik pengolahan pertanian maupun produk-produk unggulan nonpertanian lainnya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya