Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Polisi Gagalkan Pengiriman Lima PMI Ilegal dari Pematangsiantar ke Malaysia

Yoseph Pencawan
22/7/2025 12:23
Polisi Gagalkan Pengiriman Lima PMI Ilegal dari Pematangsiantar ke Malaysia
Ilustrasi TKP pengungkapan kasus PMI Ilegal.(Dok. MI/Susanto)

POLISI menggagalkan upaya pengiriman pekerja migran Indonesia, atau PMI, ilegal ke Malaysia. Lima orang perempuan berhasil diselamatkan dari rumah penampungan di Kota Pematangsiantar, Sumatra Utara..

Pengungkapan kasus ini berlangsung pada 17–18 Juli 2025 oleh Subdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Sumut. Operasi dilakukan setelah polisi menerima informasi tentang adanya calon pekerja migran nonprosedural yang akan dikirim ke Malaysia.

"Selanjutnya kami melakukan penyelidikan dan penangkapan," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumut Kombes Ricko Taruna Mauruh, Senin (22/7).

Penyelidikan mengarah pada sebuah rumah di Jalan Sriwijaya, Kelurahan Melayu, Kecamatan Siantar Utara, Kota Pematangsiantar. Tempat itu digunakan sebagai lokasi penampungan sebelum korban diberangkatkan melalui jalur laut Dumai, Riau.

Tim yang dipimpin Koordinator Opsnal Subdit Renakta Iptu Agus Purnomo langsung melakukan penggerebekan. Seorang perempuan berusia 55 tahun bernama Rita Zahara ditangkap dalam operasi tersebut.

Rita diketahui sebagai agen pengiriman pekerja migran ilegal ke Malaysia sejak 2022. Dia menggunakan rumahnya sebagai tempat transit sebelum korban diberangkatkan.

Para korban yang akan diberangkatkan berada di rumah itu saat penggerebekan. Mereka terdiri dari lima orang dan seluruhnya berasal dari Sumut.

Salah satu korban adalah SR, 20, warga Desa Purba Ganda, Kecamatan Pematang Bandar, Simalungun. Kemudian OLH, 26, dan LMS, 25, keduanya warga Desa Pagaran Lambung V, Kecamatan Adian Koting, Tapanuli Utara.

Selanjutnya NAS, 25, warga Desa Bandar Khalifah, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deliserdang, dan DLS, 42, warga Desa Pondok Sayur, Kecamatan Siantar Martoba, Pematangsiantar.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, para korban dijanjikan Rita bekerja sebagai asisten rumah tangga, cleaning service, dan admin kantor. Mereka ditawari upah antara Rp6,1 juta hingga Rp6,5 juta per bulan.

Namun para korban hanya akan menerima 600–700 ringgit Malaysia setiap bulan. Nilai tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang dijanjikan.

"Tersangka membiayai akomodasi, mulai dari tiket bus, kapal laut hingga paspor. Sebagai gantinya, gaji para korban akan dipotong selama tiga bulan berturut-turut sebesar Rp2,3 juta sampai Rp2,6 juta," jelas Ricko.

Pemotongan upah itu menjadi cara tersangka mengambil keuntungan dari setiap korban. Dalam pengakuannya, Rita menyebut memperoleh Rp7 juta untuk setiap korban yang berhasil dikirim ke Malaysia.

"Tersangka sudah mengirimkan PMI non prosedural sejak tahun 2022, setelah masa Covid-19. Keuntungan tersangka setiap satu orang PMI sebesar Rp7 juta per orang," kata Ricko.

Polda Sumut kini telah menetapkan Rita sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) lintas negara. Dia dijerat dengan Pasal 81 subsider Pasal 83 UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Dari Januari hingga Juni 2025, Polda Sumut tercatat mengungkap enam kasus serupa. Dalam enam kasus itu, ditetapkan 10 tersangka dengan jumlah korban 70 orang.

Jumlah korban tersebut menempatkan Sumut sebagai provinsi dengan korban TPPO terbanyak secara nasional. Namun dari sisi jumlah kasus, Sumut masih berada di urutan ke-13.

Pada periode yang sama tahun lalu, Polda hanya menangani empat kasus TPPO. Dengan jumlah total korban hanya sebanyak 45 orang. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya