Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Menyelamatkan Matoa Pohon Ikonik Papua di Hari Bumi Sedunia

Amiruddin Abdullah Reubee
23/4/2025 23:45
Menyelamatkan Matoa Pohon Ikonik Papua di Hari Bumi Sedunia
Penanaman pohon matoa di pekarangan Madrasah Tsanawiyah Negeri 7 Pidie, Aceh.(MI/AMIRUDDIN ABDULLAH REUBEE)

KALA sang surya begitu cerah menyinari bumi, pekarangan Madrasah Tsanawiyah Negeri 7 Pidie, Aceh, terlihat begitu asri diwarnai berbagai pepohonan rindang.

Goyangan dahan kecil dan dedaunan terhembus angin, laksana melambai  setiap tetamu yang hadir. Di pekarangan sekolah agama itu ada jati super atau jati emas, cemara laut, beberapa pohon mangga muda serta lainnya.

Hari Selasa (22/4) kemarin, jarum jam menunjukkan pukum 9.30 Wib, satu persatu Kepala Madrasah Aliyah (MA), Tsanawiyah (MTs), Ibtidaiyah (MI) dan Kepala Kantor Agama Kecamatan (KUA) se-Kabupaten Pidie, berkumpul di pekarangan MTsN 7 tersebut.

Tidak ketinggalan Kasubbag Tata Usaha Tarmizi, Kasi Pendidikan Madrasah Saifuddin, Kasi Pondok Pesantren H Ihsan, Kasi  Kasi Pendidikan Agama Islam H Asrizal, Kasi Bimbingan Masyarakat Teungku Isafuddin. Penyelenggara Zakat dan Wakaf Irwan Rasyidin juga hadir menyukseskan acara.

Kedatangan mereka adalah untuk memperingati hari Bumi Sedunia ke-55, dengan cara penanaman perdana pohon Matoa di pekarangan gedung MTSN 7 Kecamatan Padang Tiji. Lokasinya persis di depan Gerbang Jalan Tol Seksi 1, Sigli-Banda Aceh.

Penanaman pohon ikonik Papua itu menyahuti himbauan Mentri Agama Nasaruddin Umar, yaitu menanam 1 juta pohon di awali Hari Bumi 22 April 2025.

Mengisi agenda mulia itu jajaran Kantor Kementerian Agama (Kan Kemenag) Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh melakukan penanaman 700 pohon Matoa. Lokasi nya di pekarangan perkantoran Kementerian Agama Pidie, Kantor Kepala Urusan Agama (KUA) dan seluruh Madrasah di kabupaten pesisir selatan Malaka terdebut.

Ini hari bersejarah terhadap planet Bumi yang dihuni oleh 8,16 miliar penduduk di atasnya. Di usia sekitar 4,54 miliar tahun, menurut para ahli kondisi Bumi sudah cukup renta dan uzur oleh tingkah polah penghuninya yang kurang bersahabat.

Kepala Kantor Kementerian Agama (Ka Kan Kemenag) Kabupaten Pidie H Abdullah AR, kepada Media Indonesia,  mengatakan, pihaknya akan menanami 700 pohon matoa di lingkungan instansi dibawah pimpinannya itu. Antara lain adalah menghijaukan pekarangan madrasah halaman kantor KUA dan komplek perkantoran Kemenag Pidie.

"Di Pidie ada 74 Madrasah Negeri. Masing-masing 8 MAN, 13 MTsN dan 53 MIN. Lalu ada 23 Kantor KUA. Belum lagi banyak lainnya Madrasah Swasta milik dibawah binaan dan berkurikulum Kemenag. Kita telah himbau semuanya menanam matoa masing-masing paling kurang 5 pohon. Kalau banyak lagi lebih bagus" tutur H Abdullah AR lulusan Caumlade Doktor Ilmu Pendidikan di Universitas Ar Raniry, Banda Aceh.

Dikatakan Abdullah, bukan hanya sekedar menghimbau, untuk memotivasi seluruh jajaraan, pihaknya juga membantu mencari bibit unggul. Pasalnya di Aceh untuk mencari bibit matoa tidak semudah di Papua.

Karena pohon yang memiliki tekstur berkayu keras dan berdaun panjang edentik dengan tumbuhan rimba itu masih tergolong jarang di Aceh. Untuk memperolehnya harus menyusuri banyak penangkaran bibit.

"Di tempat-tempat penangkaran benih paling tersedia 6 hingga 15 batang. Hanya dari warga pembudidaya yang tersedia 50 batang. Jadi berapa yang ada harus kita borong semua, walaupun masih banyak yang belum mencukupi. Jangan sampai kelangkaan bibit itu menjadi alasan malas menanam" tutur lelaki yang akrab di panggil Abi Abdullah itu.

Abi Abdullah berharap kepada Kepala Madrasah, Kepala KUA menanam pohon matoa itu bukan saja sekedar menyahuti himbauan, tapi lebih penting lagi adalah sebagai kampanye kepada siswa dan masyarakat sekitar. Agar mereka memahami betapa besarnya manfaat setiap pohon untuk menyambung kehidupan manusia, hewan dan seluruh kehidupan di Bumi.

Apalagi pepohonan berbuah yang mehasilkan uang sehingga bisa menopang perekonomian keluarga. Bahkan selain dapat menetralisir kemurnian udara juga menjadi amalan di hari kemudian.

"Buahnya kita jual ke pasar dapat pahala, dimakan anak istri dapat pahala, bersedekah untuk orang lain dapat pahala. Lalu dimakan burung, digasak musang atau tupai juga dapat pahala. Bahkan dicuri orang asalkan kita ikhlas juga Allah akan melimpahkan pahala dan nanti semakin banyak lagi berbuah. Alasan apa lagi sehingga tidak berlumba menanam pohon" jelas Abdullah AR yang juga rajin menanam pepohonan dan sayuran di pekarangan rumahnya.

Ghina Zuhaira, Dokter Muda dari Universitas Syiah Kuala (USK) Aceh, kepada Media Indonesia, Rabu (23/4) menuturkan aksi menanam pohon matoa dalam rangka refleksi Hari Bumi Sedunia ke-55 tahun 2025 merupakan hal unik yang bermanfaat besar. Memiliki pengalaman budi daya tanaman matoa paling awal di Aceh, Ghina merasakan betul betapa luar biasa khasiat buah yang memiliki rasa lengkeng, rambutan dan berujung aroma durian itu.

Dikatakan Ghina, pohon matoa mulai banyak di tanam di negara tetangga Malaysia. Bahkan di halaman istana raja Putra Jaya di penuhi pohon matoa sepeti taman nan teguh yang memiliki kursi taman tempat duduk dibawahnya. Dikhawatirkan pohon asli indemik Papua itu bisa beraslih tangan hak patennya.

Sesuai catatan yang dipelajari Dokter Ghina, buah berwarna merah maron nan cantik itu bermanfaat untuk kesehatan jantung, menjaga kesehatan kulit berseri, meningkatkan kekebalan tubuh, mengurangi stres atau menenangkat pikiran, memelihara sistem pencernaan, menjaga kesehatan mata, sumber energi alami dan banyak lainnya.

"Lalu memiliki nutrisi seperti vitamin B kompleks, kalium dan fosfor" Ujar Alumni SMA Sukma Bangsa Pidie, yang sedang Dokter Koas di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh.

Dikatakannya, keunggulan pohon matoa bukan saja manfaat buah tapi lebih bagus lagi sebagai tanaman pelindung mata hari, memperindah taman dan merawat kelestarian bumi. Bahkan menjadi pohon berbuah paling dicari di Indonesia sekarang.

"Ayah pertama menanam pohon ini lebih untuk penghijauan dan menyelamatkan jenis tanaman buah sikon Papua. Katanya sebagai lambang persaudaraan dengan Papua di ujung Timur Indonesia dan Aceh paling Barat Sumatera. Setiap musim panen tidak pernah dijual, hanya dibagikan kepada siapa saja," kata Farida Hanum, Mahasiswa FKIP dari USK yang juga adik dari Dokter Ghina Zuhaira.(M-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya