Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Putusan sidang etik terhadap mantan Kapolsek Baito Ipda Muhammad Idris dan Kanit Reskrim Polsek Baito Aipda Amiruddin terbukti meminta dan menerima Rp2 juta dari guru honorer SDN 4 Baito Supriyani dianggap jauh panggang dari api.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai, hal itu menunjukkan problem akut di badan kepolisian mengenai penyalahgunaan kewenangan, arogansi, dan pungli di level Polsek.
“Menunjukkan lemahnya sistem kontrol dan pengawasan organisasi kepolisian. Bahkan tidak adanya konsistensi dalam penegakan peraturan Kapolri,” kata Bambang di Jakarta, Kamis, (5/12).
Dalam sidang etik, Idris dijatuhi hukuman penempatan khusus (patsus) selama tujuh hari, demosi satu tahun, juga permintaan maaf kepada institusi atas perbuatan yang telah dilakukannya.
Adapun Amiruddin yang terbukti meminta uang kepada Supriyani dihukum patsus selama 21 hari dan demosi selama dua tahun, serta sanksi etika berupa permintaan maaf kepada institusi.
Padahal, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pernah menegaskan akan memecat anggotanya jika ada yang terbukti meminta uang damai Rp50 juta di kasus guru honorer Supriyani.
Menurut Bambang, sidang etik yang memverifikasi terjadi permintaan uang dari Idris dan Amiruddin harusnya dilihat sebagai aksi pemerasan.
Bambang merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur tentang pemerasan adalah Pasal 368 ayat (1) KUHP mengatur tentang pemerasan dengan kekerasan.
“Pasal ini menyatakan, siapa pun yang memaksa orang lain untuk memberikan barang atau membuat utang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun,” terang Bambang.
Bambang menambahkan, agar tidak terjadi seperti preseden yang ada di Baito, Kapolri harus turun tangan untuk menegakkan peraturannya sendiri.
“Kapolri bisa memerintahkan Irwasum maupun Kadivpropam melalui Kabid propam Polda maupun irwasda untuk melakukan pemeriksaan pada oknum yang diduga melakukan pemerasan dan segera menon-aktifkan atau mencopotnya dari jabatan untuk diproses hukum. Bila terbukti melanggar pidana, tentu bisa diberi sanksi berat yakni pemecatan,” tambah Bambang. (X-7)
PEMERASAN terhadap guru Supriyani di Sulawesi Tenggara mendapat sorotan dari Senayan
Dalam persidangan kode etik, Idris dinyatakan terbukti meminta bantuan uang tunai kepada pihak Supriyani.
Ketua Komisi menyatakan Idris terbukti melakukan pelanggaran berupa permintaan bantuan uang tunai kepada pihak Supriyani.
MAJELIS Hakim Pengadilan Negeri (PN) Andoolo pada Senin (25/11), menjatuhkan vonis bebas kepada Supriyani, guru honorer di SD Negeri 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan.
KASUS guru honorer SD Negeri 4 Baito di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Supriyani, terus berlanjut.
MANTAN Kapolsek Baito Ipda Muhammad Idris dan Kanit Reskrim Polsek Baito Aipda Amiruddin terbukti meminta dan menerima Rp2 juta dari guru honorer SDN 4 Baito Supriyani.
Kuasa hukum guru honorer Supriyani, menyebut ada orang yang mengaku sebagai pihak perlindungan anak dan perempuan, mengklaim bahwa Kejari Konsel meminta uang Rp15 juta.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved