Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Sulitnya Melacak Hutan Adat di Kinipan

(Pra/Fer/N-3)
16/9/2020 01:00
Sulitnya Melacak Hutan Adat di Kinipan
AKSI SOLIDARITAS PEDULI HUTAN ADAT KINIPAN:(ANTARA FOTO/Makna Zaezar/aww.)

SADINO mengaku sudah menelisik ke sejumlah lembaga atas kisruh lahan kehutanan di Kinipan, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Hasilnya, dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ia mendapat informasi tidak ada hutan adat di Kinipan.

"Kantor Wilayah Agraria dan Tata Ruang di Kalimantan Tengah juga tidak pernah mencatat adanya hutan adat di kawasan itu. Dari pemerintah daerah, Pemprov Kalimantan Tengah, dan Kementerian LHK, tidak ditemukan hutan adat di sana," tegas pengamat hukum kehutanan dan lingkungan itu, kepada Media Indonesia, kemarin.

Karena itu, ia menyatakan secara hukum klaim tanah adat itu tidak bisa dibuktikan. "Jadi, klaimnya mau berpedoman pada apa?"

Selain itu, ia juga mendapat fakta bahwa keberadaan masyarakat adat di wilayah itu belum terverifikasi pemerintah daerah dan pemerintah pusat. "Bentukan baru atau memang sudah lama?"

Sadino mengakui masyarakat Kinipan sudah lama ada. Tapi, belum tentu mereka punya lembaga masyarakat hukum adat.

Kisruh di Kinipan terjadi setelah sejumlah warga mengatasnamakan masyarakat adat berseteru dengan PT Sawit Mandiri Lestari, perusahaan perkebunan sawit. Mereka mengklaim ada tanah adat yang digarap perusahaan itu.

Menurut Sadino, klaim atas lahan perkebunan PT SML itu baru dilontarkan pada 2018. Padahal, perusahaan sudah mengurus perizinan hak guna usaha di lahan itu sejak 2012.

"Jika pemerintah tidak tegas terhadap persoalan seperti itu, iklim investasi bisa terganggu. Kalau izin usaha yang sudah diberikan direvisi, tentu bisa memengaruhi iklim usaha. Bisa muncul klaim-klaim serupa di tempat yang berbeda," tegasnya.

Ketua Yayasan Pemberdayaan dan Pengkajian Masyarakat dan Masyarakat Adat Kalimantan, Simpun Sampurna juga sepakat bahwa lahan yang sudah diputuskan menjadi HGU sejak lama, tidak mungkin bisa diubah jadi hutan adat. "Tidak bisa peraturan dikeluarkan untuk dua poin berbeda."

Karena itu, ia meminta kedua belah pihak di Kinipan membangun kemitraan, membangun kebersamaan dengan perusahaan. "Tidak mungkin dua-duanya. HGU dikasih dan hutan adat dikasih. Win-win solution saja."

Simpun menambahkan bahwa masyarakat adat dan hutan di Desa Kinipan sudah ada sejak lama. Namun, sejauh ini belum ada perda untuk pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.

Untuk masyarakat dan hutan adat, lanjutnya, harus ada penetapan dan pengakuan melalui perda atau SK Bupati. Sebelumnya harus ada proses identifikasi, verifikasi, dan validasi. (Pra/Fer/N-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya