Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Merenda Harapan Anak-Anak Korban Kekerasan Seksual di Banyumas

Lilik Darmawan
29/2/2020 17:10
Merenda Harapan Anak-Anak Korban Kekerasan Seksual di Banyumas
Ketua PPT PKBGA Banyumas Tri Wuryaningsih (kiri) saat pendampingan anak.(Dok PPT PKBGA)

KISAH seorang bocah berusia 6 tahun menjadi salah satu catatan kelam Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (PPT PKBGA) Banyumas, Jawa Tengah.

Dia menjadi korban keberingasan seksual oleh ayah kandungnya sendiri di saat mereka berkesempatan bersua.

Sang bocah menjadi korban inses sang ayah hampir setiap bulan selama sekitar satu tahun. Yakni di saat sosok orangtua yang mestinya menjadi pelindung berkunjung ke rumah kakek si anak. Yakni di saat sang ayah bertandang setelah bekerja selama sebulan di Jawa Timur. Adapun sang ibu tidak mengetahui tragedi tersebut karena bekerja di Jakarta.

Baca juga: Penanganan Kekerasan kepada Anak Direformasi

Terbongkarnya peristiwa itu justru ketika anak mengeluhkan sakit ketika buang air kecil. Hasil diagnosa dokter menyebutkan, perempuan kecil itu mengalami penyakit infeksi seksual. Tentu saja, dokter dari puskesmas setempat merasa curiga dengan kasus itu dan langsung melaporkan ke PPT PKBGA.

Kisah lain yang tercatat adalah kasus trafficking. Seorang remaja, mengalami kekerasan seksual setelah dijual oleh temannya di sebuah hotel di Banyumas. Remaja berusia 15 tahun itu akhirnya bisa kabur dari hotel setelah berjuang sekuat tenaga. Hatinya lega, karena di luar hotel ada seseorang. Tetapi mimpi buruk kembali datang. Orang yang diduga akan menolong itu justru juga melakukan pelecehan dan kekerasan seksual.

Baca juga: Kekerasan Anak Masih Tinggi, Stakeholder Tingkatkan Kerja Sama

Akibatnya, dia sempat memilih tidak bersekolah. Tatapan mata kerap kosong. Dia juga sempat susah untuk diajak bicara. Bahkan, beberapa kali berusaha bunuh diri.

Baginya, peristiwa kekerasan begitu mengguncang hidupnya dan sepertinya sudah tidak ada masa depan lagi yang gemilang.Tragedi yang ia alami menjadi bayang-bayang trauma yang tak pernah bisa terlupa.

Kekerasan yang dialami anak-anak itu menjadi fokus PPT PKBGA.  Apalagi, setiap tahunnya ada ratusan kasus kekerasan baik kepada anak dan perempuan. "Salah satu yang kami upayakan adalah dengan melakukan pendampingan. Khususnya untuk anak-anak yang mengalami kekerasan seksual, harus mendapat perhatian serius. Sebab, dampaknya juga sangat berat bagi anak-anak yang menjdi korban," ungkap Ketua PPT PKBGA Banyumas Tri Wuryaningsih pada Kamis (27/2).

Baca juga: Kekerasan Anak di Jakarta Turun 50%

Doktor lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu menerangkan, salah satu kasus yang mendapat perhatian sangat serius adalah ketika ada anak berusia 6 tahun menjadi korban inses. "Kami mendapat laporan kekerasan seksual dari Puskesmas di salah satu kecamatan di Banyumas. Untuk penelusuran kasusnya, kami berkerja sama dengan Polsek setempat. Kalau kepolisian melaksanakan tindakan hukum, sedangkan kami melakukan pendampingan kepada korban," jelasnya.

Dengan melibatkan psikolog anak, PPT PKBGA melakukan pendampingan. Anak diajak untuk bermain, menggambar, main petak umpet, dan lainnya. "Satu demi satu peristiwa diurai oleh anak yang masih belum terlalu menyadari kekerasan yang dialami, karena masih berusia 6 tahun. Dengan polosnya, dia menceritakan apa yang dialaminya. Ternyata apa yang disampaikan sama persis dengan cerita di berkas acara pemeriksaan (BAP) kepolisian yang diungkapkan oleh pelaku," ungkapnya.

Pendampingan oleh PPT PKBGA tidak sebatas mengungkap kasusnya, namun bagaimana anak tidak mengalami trauma lagi. "Dalam kasus kekerasan anak usia 6 tahun tersebut, kami melakukan pendampingan psikologi selama sekitar dua tahun. Alhamdulillah, kini anaknya mau kembali bersekolah, bahkan sekarang telah menginjak kelas 3 SMP," kata dia.

Dalam kasus trafficking, PPT PKBGA juga melaksanakan pendampingan sekitar dua tahun. "Pendampingannya juga tidak mudah. Apalagi, ada upaya dari korban untuk melakukan bunuh diri. Butuh keseriusan dan dukungan penuh dari orang-orang terdekatnya. Kebetulan, orangtuanya sangat mendukung. Sehingga kami bersama tim psikolog cukup terbantu. Selain didampingi, remaja itu juga diajak untuk les musik dan renang. Kegiatan semacam ini secara pelan-pelan bakal mengusir trauma parah yang dialami. Niat bunuh diri juga dibuang jauh-jauh, karena ada harapan akan masa depan yang tercipta. Kini remaja itu pindah ke luar kota dan sampai sekarang bisa melanjutkan hidupnya dengan wajar," ujarnya.

Psikolog PPT PKBGA, Rahmawati Wulansari, mengatakan metode pendampingan yang diberikan kepada anak korban kekerasan seksual berbeda dan tergantung dengan kasus, usia, tingkat keparahan dan tingkat pendidikan.

"Untuk anak usia sekitar 5 tahun, misalnya, harus menjalin hubungan baik dulu dengan metode bermain atau menggambar. Untuk anak usia SD, diperlukan pendekatan dan diskusi mengenai kekerasan yang dialami, sambil observasi apakah mengalami trauma atau bahkan depresi," katanya.

Menurut Wulandari, kekerasan pada usia sangat muda terkadang belum disadari kalau anak-anak itu menjadi korban. "Itu terjadi pada anak-anak yang menjadi korban sodomi. Di sinilah psikolog perlu melakukan penyadaran dan mereka mengungkapkan fakta sebenarnya. Di sisi lain, psikolog juga perlu melakukan pencegahan, supaya korban tidak melakukan hal sama di kemudian hari. Pencegahan ini juga sangat penting," ungkapnya.

Wulandari mengatakan untuk mencegah kekerasan seksual terhadap anak, secara umum sebagai anggota masyarakat saling memperhatikan lingkungan. Di dalam keluarga sendiri juga harus menyadari peran masing-masing, baik peran ayah, ibu dan anak-anak. "Untuk anak di bawah 8 tahun, seharusnya diasuh oleh ibu kandung," jelas dia.

Di Banyumas, angka kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan cukup tinggi. Setiap tahunnya, rata-rata masih berkisar antara 120-130. Ironisnya, alokasi anggaran untuk penanganan masih minim sekitar Rp160 juta.

Meski demikian, PPT PKBGA tetap bertekad untuk terus mendampingi korban kekerasan serta upaya pencegahannya. Agar mereka yang mengalami kekerasan, bisa kembali tegak berdiri menyongsong masa depan penuh harapan. (X-15)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian
Berita Lainnya