Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
GURU Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Prof Rose Mini Agoes Salim mengatakan hukuman fisik belum tentu cocok untuk semua anak dalam upaya mengubah perilaku mereka.
"Karena, yang terjadi banyak sekarang orangtua melakukan hukuman fisik anak tetap tidak berubah, itu artinya hukuman ini tidak membuat anak jera dan mengubah perilaku mereka, mungkin harus dengan pendekatan lain," kata psikolog yang biasa disapa Romi itu, dikutip Senin (7/10).
Dia mengatakan banyak alasan anak melakukan pelanggaran. Biasanya karena tidak mengetahui atau tidak memiliki pemahaman terhadap aturan yang berlaku, ingin mencari perhatian di sekitarnya atau terpaksa melakukan pelanggaran karena situasi tertentu.
Baca juga : Perlukah ‘Punishment’ jika Anak tidak Masuk Ranking 10 Besar saat Terima Rapor? Bagaimana Cara Menyikapinya?
Hukuman fisik seperti memukul tidak bisa dijadikan satu alat untuk bisa membuat perilaku anak berubah.
Dalam prosesnya, anak harus mengetahui konsekuensi dari melakukan pelanggaran tersebut dan mengetahui manfaat jika tidak melakukan hal yang melanggar peraturan.
Romi juga mengatakan mengubah perilaku anak harus dilihat dari sisi kognitif, afektif, dan psikomotor yang disebut dengan shaping atau membentuk perilaku.
Baca juga : Keluarga yang Merawat Orang dengan Demensia Diingatkan Agar Berbagi Tugas
"Bisa dengan cara macam-macam, jadi memberikan informasi pemahaman dulu, kognitif, afektif, baru psikomotor supaya dalam proses perilaku dia paham kalau ini untuk kebaikan dia, mungkin dia tidak akan melakukan lagi hal-hal yang buruk lagi," katanya.
Romi menjelaskan orangtua bisa memberikan pemahaman melalui komunikasi secara kognitif dan melihat dampak emosinya jika dia tidak melakukan pelanggaran. Dari cara ini secara psikomotor anak akan menghentikan perilaku buruk tersebut.
Pemahaman tentang konsekuensi juga perlu diberikan agar anak paham kenapa ia tidak boleh melakukan hal yang melanggar ketentuan.
Baca juga : Dialog Antara Orangtua dan Anak Penting untuk Mencegah Tawuran
Menurutnya, hukuman tidak harus selalu diberikan jika anak membuat kesalahan. Namun juga tidak boleh terlalu dimanjakan dengan hadiah sebagai tanda anak menuruti kemauan orangtua karena bisa merusak mentalnya dan selalu mengharapkan imbalan.
"Hukuman kalau bisa diambil sebagai langkah terakhir, kalau masih bisa diajak bicara, masih bisa memberikan informasi kepada anak kenapa dia melakukan pelanggaran itu, nasihat dengan volume suara masih tidak terlalu tinggi, sehingga anak tidak takut pada orangtua," katanya.
Anak yang sering dihukum, kata Romi, bisa menjadikan mereka anak pemberang atau kasar di luar rumah karena melihat apa yang diperlakukan oleh orangtua kepadanya. Anak juga bisa menjadi tertekan, tidak percaya diri, penuh dengan self esteem yang rendah karena dipermalukan.
Karenanya, menghukum anak memiliki banyak dampak psikologis dan sebaiknya tidak memukul, melakukan hukuman fisik maupun hukuman verbal. (Ant/Z-1)
Studi menunjukkan semakin banyak waktu yang dihabiskan remaja di media sosial, semakin besar kemungkinan mereka mengalami perundungan terkait berat badan.
Hasil survei baru menunjukkan banyak orangtua merasa stres saat menghadapi waktu makan anak-anak mereka.
Survei Ohio State University Wexner Medical Center menemukan sekitar 66% dari 1.005 orangtua merasa tuntutan menjadi orangtua membuat mereka merasa kesepian.
Untuk mencegah perilaku tantrum pada anak, perlu diterapkan komunikasi yang baik sejak dini dan orangtua harus menjadi contoh yang baik pada anak.
Yuks mengenal lebih dekat apa itu helicopter parenting dan dampaknya.
alah satu alasan anak mengalami tantrum yakni kesulitan mengekspresikan keinginannya
Pada 18 Maret lalu, Forest dijatuhi hukuman pengurangan empat poin setelah mengaku bersalah melanggar peraturan keuntungan dan keberlanjutan.
SETELAH menjalani 2/3 masa hukuman, Umar Ohoitenan alias Umar Kei akan bebas bersyarat. Hal itu diungkapkan pengacara Umar Kei, Abdul Fatah Pasolo.
Siswi kelas VI SD Sukamaju 9 Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Tapos, bernama Keila Putri, 10, meninggal seketika setelah dihujani bacokan sebilah golok.
Diketahui, tersangka kasus pembunuhan dengan mutilasi MEL diduga menjalin hubungan asmara dengan Angela.
Tangisan pecah saat para orang tua dari 19 pelaku tawuran yang ditangkap mendatangi Polsek Johar Baru untuk menjenguk anak mereka
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved