Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
FASE tantrum diyakini merupakan kondisi normal yang secara alami bakal memudar seiring pertumbuhan anak. Bentuk tantrum yang dikeluarkan anak pun beragam, seperti menjerit, menangis, memukul, menggigit hingga melempar.
Salah satu alasan anak mengalami tantrum yakni kesulitan mengekspresikan keinginannya. Hal tersebut lantas membuat anak merasa frustrasi, dan keluar dalam berbagai bentuk salah satunya amukan. Jika anak dapat berbicara banyak, ia cenderung tidak akan mengamuk. Biasanya juga, durasi tantrum berkurang saat anak memasuki usia 4 tahun.
Saat anak tantrum, beberapa orangtua bingung menghadapinya. Ada yang memilih untuk langsung menghentikan tantrum sang anak dengan meminta diam, memberikan gawai dan lainnya.
Baca juga : Durasi Bermain Gawai Bisa Picu Tantrum Anak
Dokter Spesialis Anak dr. Debby Andina L., Sp.A. dan dr. Hendra Wardhana, Sp.A membagikan beberapa kiat yang bisa dilakukan orangtua saat menghadapi anak yang tantrum dilansir dari Instagram @bicarasikecil;
Apabila anak terlihat rewel karena lapar atau lelah, solusinya lebih sederhana. Namun, apabila anak merasa frustasi karena tidak merasa dipahami atau iri terhadap saudaranya, tentu lebih kompleks, sehingga membutuhkan waktu, perhatian dan kasih sayang. Komunikasi dengan anak merupakan salah satu cara untuk meredakan tantrumnya.
Apabila kita marah dapat lebih mudah untuk mengutarakan apa isi hati kita, namun bagi si kecil mengutarakan perasaannya sangatlah kompleks sehingga salah satu caranya dengan tantrum.
Baca juga : Ini Metode RIDD untuk Redakan Tantrum Anak
Kita harus lebih paham dan menerima emosi si kecil. Berikan gestur seperti memeluk, memberi waktu, bersikap tenang akan sangat membantu si kecil dan orangtua dalam menjalani fase tantrum.
Kadang saat tantrum anak dapat melakukan hal agresif seperti mencubit, memukul, menendang, atau menggigit. Bukan berarti anak akan tumbuh menjadi pribadi yang kasar. Dalam hal ini, orangtua dapat memberi pengertian dan ketegasan bahwa perilaku mereka tidak baik untuk dilakukan.
Memberi ruang, berkomunikasi, memberi pengertian terhadap perilaku si kecil sangat penting. Apabila tantrum si kecil sudah mereda, orangtua dapat memberi apresiasi serta menunjukan kasih sayang kepada anak.(M-3)
Peringatan Hari Anak Nasional merupakan bentuk nyata dari penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki peran strategis.
Pengawasan orangtua kepada anak saat mengakses gadget dibutuhkan agar anak bisa memahami batasan akses ke jenis-jenis konten yang sesuai untuk usia mereka.
Stimulasi sensorik sendiri melibatkan penggunaan panca indra anak mulai dari penglihatan hingga sentuhan sehingga anak bisa memahami dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Anak yang terpapar lagu-lagu dari lingkungannya perlu bimbingan orangtua untuk mengarahkan referensi musik yang lebih sesuai kepada anak dan menikmatinya bersama.
Kesulitan meregulasi emosi dan impulsivitas bisa menjadi salah satu faktor seorang anak dalam kenakalan yang akhirnya berujung pada tindak kriminal.
Tinggi badan anak dari keluarga perokok lebih pendek 0,34 cm dibanding anak dari keluarga tidak merokok.
UPAYA membangun pola asuh keluarga yang baik harus menjadi perhatian serius semua pihak untuk mewujudkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) berdaya saing di masa depan.
Kebiasaan makan bergizi seimbang beragam dan aman pada anak bukan semata tentang apa yang disajikan, namun juga penanaman nilai gizi secara konsisten dalam keluarga.
POLA asuh atau gaya parenting orangtua kerap dituduh menjadi penyebab seorang anak mengalami kondisi autisme. Khususnya di era kemajuan teknologi saat ini.
Kurang optimalnya asupan gizi dan kekeliruan pola asuh bisa menyebabkan anak rentan terkena penyakit hingga terindikasi stunting.
The Journal of Human Resources menemukan bahwa anak sulung dalam keluarga cenderung memiliki skor Intelligence Quotient (IQ) lebih tinggi.
Kemampuan sosial-emosional seperti pengelolaan emosi, empati, dan kemampuan berkomunikasi harus ditanamkan sejak dini untuk membentuk anak-anak yang tangguh.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved