Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
AHLI gizi Lucy Widasari mengemukakan pola pengasuhan keluarga berperan dalam menerapkan gizi pada anak di rumah.
Menurut dia, membangun kebiasaan makan bergizi seimbang beragam dan aman pada anak bukan semata tentang apa yang disajikan, namun juga penanaman nilai gizi secara konsisten dalam keluarga.
"Pola makan anak adalah cerminan dari pola asuh gizi keluarga," kata dokter lulusan Universitas Hasanuddin (Unhas) itu, Kamis (12/6).
Lucy mengatakan gizi tidak cukup hanya dilihat dari apa yang dikonsumsi. Namun, proses makan itu sendiri merupakan bagian dari interaksi pengasuhan pada anak sejak dini yang tidak kalah penting.
Dalam hal ini, kata Lucy, peran utama ada pada orang tua terutama ibu atau pengasuh dalam membentuk lingkungan makan yang positif dan responsif, seperti menyuapi anak secara sabar atau memberi kesempatan makan sendiri pada usia yang lebih besar.
Kemudian pola pengasuhan yang bisa diterapkan dengan tidak memaksa anak untuk menghabiskan makanan, memperhatikan tanda lapar dan kenyang sebagai sinyal alami anak, serta menghindari distraksi, seperti gawai atau televisi, yang dapat mengganggu fokus anak saat makan.
Menurut Lucy, kegiatan makan memiliki makna lebih dari sekadar rutinitas, namun juga momen pembentukan hubungan emosional, pembelajaran
kemandirian, dan pengenalan nilai hidup, termasuk rasa syukur dan tanggung jawab anak terhadap tubuhnya sendiri.
"Dengan begitu, anak tidak hanya tumbuh sehat secara fisik, tetapi juga berkembang dalam pengasuhan yang mendukung tumbuh kembang secara menyeluruh," ujarnya.
Lucy juga menambahkan pola makan sehat terbentuk dari pembagian tanggung jawab yang seimbang antara orang tua dan anak. Dalam hal ini, ibu bertanggung jawab dalam mengatur struktur dan lingkungan makan seperti jadwal makan, jenis, hingga tempat anak makan.
Sementara anak diberi kebebasan mengikuti sinyal tubuhnya sendiri terkait jumlah dan keinginan untuk makan saat itu.
"Proses makan harus dijalani dalam suasana positif, tidak penuh tekanan," imbuhnya.
Adapun dalam fase tumbuh kembang yang dinamis, asupan gizi berperan penting dalam membentuk kualitas kesehatan anak dalam jangka pendek maupun panjang.
Dokter yang juga pernah menjabat sebagai Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK) Sekretariat Wakil Presiden RI pada 2019 itu menyarankan gizi seimbang harus disesuaikan dengan usia anak, tingkat aktivitas fisik, dan kebutuhan fisiologisnya.
Hal tersebut menjadi sangat krusial terutama pada periode emas pertumbuhan (0-2 tahun), ketika otak, sistem imun, dan organ tubuh berkembang sangat pesat.
"Dalam fase ini, penerapan kebiasaan makan sehat sejak dini menjadi fondasi penting untuk membentuk pola makan yang baik dan kesehatan
jangka panjang anak," ucapnya.
Penerapan prinsip gizi seimbang, lanjut Lucy dapat dimulai dengan penerapan Isi Piringku sesuai usia, sebuah konsep panduan gizi seimbang dari pemerintah dalam membantu masyarakat memahami proporsi ideal konsumsi makanan dalam satu kali makan. (Ant/Z-1)
Pengawasan orangtua kepada anak saat mengakses gadget dibutuhkan agar anak bisa memahami batasan akses ke jenis-jenis konten yang sesuai untuk usia mereka.
Stimulasi sensorik sendiri melibatkan penggunaan panca indra anak mulai dari penglihatan hingga sentuhan sehingga anak bisa memahami dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Ternyata kebiasaan mengakses gadget ini malah membuat pola makan anak menjadi tidak teratur, anak cenderung tidak menyadari rasa lapar.
Anak yang terpapar lagu-lagu dari lingkungannya perlu bimbingan orangtua untuk mengarahkan referensi musik yang lebih sesuai kepada anak dan menikmatinya bersama.
Kesulitan meregulasi emosi dan impulsivitas bisa menjadi salah satu faktor seorang anak dalam kenakalan yang akhirnya berujung pada tindak kriminal.
Pemberdayaan orangtua pada anak, menurut Andien, juga diperlukan dalam menghadapi tantangan di tengah kemajuan zaman dari berbagai inovasi.
UPAYA membangun pola asuh keluarga yang baik harus menjadi perhatian serius semua pihak untuk mewujudkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) berdaya saing di masa depan.
POLA asuh atau gaya parenting orangtua kerap dituduh menjadi penyebab seorang anak mengalami kondisi autisme. Khususnya di era kemajuan teknologi saat ini.
Kurang optimalnya asupan gizi dan kekeliruan pola asuh bisa menyebabkan anak rentan terkena penyakit hingga terindikasi stunting.
The Journal of Human Resources menemukan bahwa anak sulung dalam keluarga cenderung memiliki skor Intelligence Quotient (IQ) lebih tinggi.
Kemampuan sosial-emosional seperti pengelolaan emosi, empati, dan kemampuan berkomunikasi harus ditanamkan sejak dini untuk membentuk anak-anak yang tangguh.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved