Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
BUNDA, kemampuan anak terus berkembang seiring bertambahnya usia. Namun, ada kalanya perkembangan tersebut terhambat. Misalnya, anak tak kunjung bicara meski sudah melewati usia dua tahun, anak sulit mengendalikan emosi, tidak bisa fokus, dan masih mengompol meski sudah melewati usia balita.
Anak-anak tersebut bisa jadi mengalami gangguan refleks dan sensoris sehingga memerlukan terapi yang tepat agar tetap dapat bertumbuh kembang secara optimal. Bagaimana kaitan gangguan refleks dan sensori dengan tumbuh kembang anak? Terapi seperti apa yang perlu dilakukan? Berikut penjelasan pemerhati tumbuh kembang anak, Tante Mobi, dan psikolog klinis, Rosdiana Setyaningrum, dalam diskusi yang digelar lembaga pendidikan dan terapi untuk anak-anak berkebutuhan khusus, MS School, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sejak lahir, bayi secara alami memiliki sejumlah refleks primitif . Misalnya, refleks moro yang dapat dilihat ketika bayi terkejut karena suara keras, sontak ia akan merentangkan kedua tangannya dengan telapak tangan menghadap ke atas, lalu menariknya kembali. Refleks-refleks primitif pada bayi melatarbelakangi perkembangan motorik kasar dan halus pada anak. Seiring bertambahnya usia, refleks primitif menjadi matang dan terintegrasi ke dalam pola gerakan seluruh tubuh bayi.
Baca juga : IDAI: Rutin Pijat Dapat Tingkatkan Kemampuan Sensoris Anak
Dengan melatih gerakan berirama, bayi menghambat dan mengintegrasikan refleks-refleks ini satu demi satu sehingga koordinasi gerakannya menjadi semakin matang. Namun, kadang proses integrasi itu mengalami gangguan sehingga tidak terjadi secara sempurna. Hal ini dapat menyebabkan gangguan motorik dan sensoris.
Gangguan sensoris membuat anak kesulitan menerima dan merespons informasi yang masuk melalui pancaindra. Anak yang mengalami gangguan sensoris biasanya terlalu peka terhadap berbagai hal di lingkungan mereka. Manifestasi beragam, ada anak yang tidak suka dengan tekstur makanan tertentu, tidak mau disentuh, atau menjadi emosional ketika mendengar suara bising. Tentu saja, gangguan sensoris akan berdampak pada perkembangan kemampuan kognitif, motorik, dan adaptif anak.
Untuk mengidentifikasi gangguan tumbuh kembang anak, orang tua perlu memperhatikan sejumlah red flag alias tanda-tanda yang perlu diwaspadai. Misalnya, pada usia 0-2 tahun otot anak cenderung lemah (hipotonia) atau gerakannya asimetris, yaitu hanya aktif di anggota tubuh kanan atau kiri. Pada anak usia prasekolah, red flag bisa berupa keterlambatan bicara, anak suka berjalan jinjit, regulasi emosinya buruk, cenderung mudah frustasi bahkan tantrum.
Baca juga : Pentingnya Kenali Tanda-Tanda Keterlambatan Bicara pada Anak Usia Dini
“Sedangkan pada usia sekolah, red flag-nya antara lain anak kesulitan belajar, hiperaktif, sulit fokus, impulsif, regulasi emosi masih belum baik, kemampuan sosial kurang baik, dan masih mengompol,” ungkap Tante Mobi, pemerhati tumbuh kembang anak yang juga salah satu partner di MS School.
Tapi Bunda tak perlu khawatir, dengan terapi secara komprehensif dan berkualitas, anak tetap bisa mencapai tumbuh kembang optimal. “Terapi idealnya dimulai dari penggalian akar masalah dan menyusun ulang fondasi dasar yang dibutuhkan dalam tumbuh kembang,” ujar psikolog klinis MS School, Rosdiana Setyaningrum.
Sesuai dengan konsep Pyramid of Learning, lanjut Rosdiana, fondasi dari pembelajaran adalah sistem saraf pusat yang terkait erat dengan sistem sensoris. Oleh karena itu, lanjut dia, penting untuk menjalankan terapi berbasis neurologis, dimulai dari memperbaiki gangguan refleks, masalah sensoris, serta keseimbangan otak kiri dan kanan. “Kadang ada orang tua yang ketika anaknya telat bicara langsung meminta disertakan dalam terapi wicara. Padahal, kita perlu membenahi lebih dulu akar masalahnya. Jika anak mengalami masalah sensoris, kita bereskan dulu.”
Contoh lain, pada anak yang kesulitan belajar dan kemampuan sosialnya kurang baik, akar permasalahannya mungkin berasa dari gangguan sensoris. “Berbeda dengan kita yang ketika mendengar berbagai suara dapat memilah mana suara yang perlu disimak dan mana yang tak perlu, anak dengan gangguan sensoris tidak mampu memilah. Jadi, ketika dalam waktu bersamaan ia mendengar suara mesin AC, suara kendaraan lewat, suara gawai, dan suara pengajar atau lawan bicara, ia tidak akan bisa fokus menyimak suara pengajar atau lawan bicara, karena dalam otak si anak semua suara itu punya nilai kepentingan yang sama,” terang Rosdiana.
Jadi, terapi gangguan tumbuh kembang anak idealnya mencakup primitive reflexes & sensory therapy di sesi awal, selanjutnya bisa berlanjut dengan brain balance therapy, dan jenis terapi lainnya seperti terapi wicara, okupasi, terapi bermain, dan terapi edukasi yang pemilihannya disesuaikan dengan kebutuhan anak. (X-8)
Tiga pilar utama kesehatan anak—pemeriksaan berkala, vaksinasi, dan nutrisi seimbang—jadi kunci pencegahan untuk masa depan yang sehat dan cerah.
Waktu berkualitas, atau bonding time, antara orang tua dan anak adalah fondasi utama dalam menciptakan keluarga harmonis dan mendukung tumbuh kembang anak secara optimal.
Sejumlah riset tentang otak menunjukkan bahwa fondasi penting dalam kehidupan manusia bukan lagi berada di usia sekolah dasar.
Mayoritas orang tua hanya fokus pada kandungan protein atau karbohidrat saat membuat MPASI, padahal lemak juga memiliki peran krusial dalam mendukung perkembangan buah hati.
Tidak hanya menyenangkan, bermain juga diakui sebagai sarana penting untuk menumbuhkan berbagai keterampilan hidup yang esensial.
Selain berdampak pada asupan nutrisi, bibir sumbing yang disertai kelainan langit-langit mulut juga dapat menghambat kemampuan bicara anak.
Vaksin memiliki beragam manfaat, antara lain untuk melindungi anak dari berbagai macam penyakit berbahaya seperti polio serta mencegah komplikasi berat yang dapat menyebabkan kecacatan.
DALAM rangka memperingati Hari Anak Nasional (HAN) 2025, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) turut menyuarakan komitmen bersama untuk pemerataan akses kesehatan pada anak.
Kesehatan anak adalah fondasi bagi masa depan yang cerah. Sayangnya, masih banyak orang tua yang beranggapan bahwa selama anak tampak sehat, pemeriksaan rutin tidaklah perlu.
MENTERI Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifatul Choiri Fauzi, memaparkan beberapa dampak buruk penggunaan gawai bagi anak-anak.
CEK Kesehatan Gratis (CKG) pada siswa dilaksanakan pada hari pertama sekolah Senin (14/7) yang diawali di Sekolah Rakyat. Hasilnya cukup mengejutkan, ditemukan berbagai masalah kesehatan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved