Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
SALAH satu yang harus diketahui orangtua dalam membesarkan seorang anak adalah menghadapi kondisi tantrum. Cara menghadapi tantrum akan sangat berpengaruh pada perkembangan emosional anak nantinya.
Orangtua atau pengasuh menjadi salah satu sumber utama seorang anak dalam menjalani kehidupan. Maka dari itu, orangtua atau pengasuh memainkan peran krusial dalam tumbuh kembang anak. Tak melulu soal fisik, pertumbuhan mental juga penting. Mental anak merupakan tanggung jawab besar yang harus diemban orangtua.
Dokter Spesialis Anak Konsultan I Gusti Ayu Trisna Windiani atau yang biasa dipanggil Trisna menjelaskan bahwa tantrum adalah sebuah ledakan perilaku. Kondisi ini mencerminkan suatu respon tak teratur terhadap rasa frustasi seorang anak. Dengan kata lain, anak tidak mampu meregulasi rasa frustasi yang dialami.
Baca juga : Ahli Gizi Sebut tidak Ada Urgensi Jadikan Tinggi Badan sebagai Indikator Pertumbuhan Anak
“Anak akan menunjukkan perilaku yang agresif akibat dari respon frustasi dan kemarahan tersebut,” tuturnya, dalam seminar yang diselenggarakan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada Selasa (23/4) melalui Zoom.
Kadar Tantrum, jelas Trisna, akan berbeda-beda seiring dengan perkembangan usia anak. Dalam usia 1 tahun, anak akan mengalami tantrum sebanyak 8 kali per minggu. Kemudian bertambah menjadi 9 kali per minggu ketika berusia 2 tahun.
Namun ketika berusia 3 tahun, tantrum akan berkurang menjadi 6 kali per minggu. “4 tahun 5 kali dalam seminggu, semakin besar, kejadiannya akan semakin menurun,” ungkap Trisna.
Baca juga : Ini Tips Mengelola Emosi Saat Anak Didiagnosis Penyakit Kronis
Sebenarnya tantrum merupakan kondisi normal dalam pertumbuhan anak. Pun demikian, dapat dikategorikan abnormal ketika kondisi ini berlanjut. Tantrum abnormal, Trisna menyatakan, dapat dilihat ketika seorang anak mengalami tantrum berat dengan kejadian yang sering dan lama.
“Ini lah sebagai indikator bahwa akan terjadi gangguan internalisasi atau eksternalisasi, dan interpersonal juga akan terganggu. Ini yang perlu dilakukan intervensi atau penanganan oleh dokter,” terangnya.
Usia menjadi salah satu indikator untuk mengklasifikasi tantrum. Trisna menerangkan, tantrum yang normal, terjadi di usia sekitar 12 bulan sampai setahun,.Sedangkan jika berlanjut sampai 4 tahun, tantrum dapat digolongkan abnormal.
Baca juga : Ini Tips dari Sarwendah Saat Hadapi Anak yang Tantrum
Perilaku anak ketika tantrum pun penting untuk diperhatikan. Perilaku tantrum seperti menangis, menjatuhkan diri, berteriak, mendorong, dan menarik dapat dikategorikan normal. Pun demikian, Trisna melanjutkan, jika anak sudah melukai diri sendiri atau orang lain, maka tantrum masuk kategori abnormal.
Terdapat juga batas durasi untuk mengkategorikan tantrum. Tantrum normal berlangsung hingga 15 menit. Jika lebih dari itu, ucap Trisna, tantrum dikategorikan abnormal. Sementara untuk frekuensi, tantrum normal terjadi 5 kali dalam sehari. “Yang abnormal lebih dari 5 kali per hari,” kata Trisna.
Tantrum juga harus dipertimbangkan apakah masuk kelompok gangguan perilaku disruptive impulse-control, and conduct disorder. Kelompok gangguan ini di antaranya adalah PTSD, ADHD, ataupun gangguan belajar. “Ini yang kita pertimbangkan sebagai suatu tantrum yang abnormal,” ujar Trisna.
Baca juga : Saran untuk Orangtua dalam Tangani Anak yang Tantrum
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan orangtua atau pengasuh dalam menghadapi tantrum. Trisna menyampaikan orangtua atau pengasuh harus tetap tenang ketika mengatasi seorang anak yang tantrum.
“Jangan ikut berteriak, nada suara kita harus tenang. Kalau kita berteriak, anak itu akan meningkatkan kekuatan tantrumnya. Jadi tenang dulu, kasih dia waktu,” pungkasnya.
Tantrum pun harus diabaikan. Trisna mengatakan, orangtua atau pengasuh harus mengabaikan kondisi tantrum yang sedang dialami seorang anak, tanpa mengabaikan anak tersebut. Orangtua juga harus memberi waktu kepada anak untuk menghabiskan energi untuk tantrum.
Selain itu, Trisna juga mengingatkan untuk tidak mudah goyah pada perintah anak. Ketika orangtua atau pengasuh mengamini perintah anak yang sedang tantrum, anak tersebut akan menyimpan dalam pikirannya bahwa segala keinginannya bisa terwujud dengan tantrum.
“Di dalam pikirannya dia akan ingat bahwa ‘oh kalau saya mau makanan itu, saya harus guling-guling dulu’, jadi itu harus diperhatikan,” tukas Trisna. (Z-10)
Seorang ayah melakukan kekerasan kepada anak usai viral kedapatan tengah melakukan perilaku yang tidak sepatutnya dilakukan.
Peringatan Hari Anak Nasional merupakan bentuk nyata dari penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak anak sebagai generasi penerus bangsa yang memiliki peran strategis.
Pengawasan orangtua kepada anak saat mengakses gadget dibutuhkan agar anak bisa memahami batasan akses ke jenis-jenis konten yang sesuai untuk usia mereka.
Stimulasi sensorik sendiri melibatkan penggunaan panca indra anak mulai dari penglihatan hingga sentuhan sehingga anak bisa memahami dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Ternyata kebiasaan mengakses gadget ini malah membuat pola makan anak menjadi tidak teratur, anak cenderung tidak menyadari rasa lapar.
Anak yang terpapar lagu-lagu dari lingkungannya perlu bimbingan orangtua untuk mengarahkan referensi musik yang lebih sesuai kepada anak dan menikmatinya bersama.
AMANDA Rawles bakal bikin menangis penonton film Indonesia melalui judul terbaru Andai Ibu tidak Menikah dengan Ayah.
Collaborative for Academic Social Emotional Learning (CASEL) mulai mendapat perhatian serius di Indonesia.
Regene Genomics menghadirkan Tes DNA EMO-Q yang bisa mendeteksi hubungan dan emosional pasangan untuk mendapatkan hubungan yang lebih sehat.
Perbaikan masalah sensori bisa membantu memperbaiki area otak yang berkaitan dengan pemahaman tekstur dan penerimaan input dari orang lain.
Keputusan bercerai yang diambil dalam keadaan emosional atau secara sepihak bisa menimbulkan berbagai masalah, termasuk stres dan depresi pada mantan pasangan.
Me time atau meluangkan waktu untuk diri sendiri memiliki peran penting bagi kaum perempuan, terutama dalam menjaga keseimbangan emosional, mental, dan fisik atau meningkatkan kualitas hidup
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved