Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Sejarah dan Akar Konflik Perbatasan Thailand-Kamboja yang Kembali Memanas

Dhika Kusuma Winata
25/7/2025 12:35
Sejarah dan Akar Konflik Perbatasan Thailand-Kamboja yang Kembali Memanas
Peta perbatasan Thailand-Kamboja.(Dok. Google Maps)

KONFLIK bersenjata antara Thailand dan Kamboja kembali mencuat ke permukaan, menjadi yang paling mematikan dalam lebih dari satu dekade terakhir. Setidaknya belasan orang dilaporkan tewas yang sebagian besar dari kalangan sipil di konflik perbatasan Thailand-Kamboja kali ini.

Bentrokan dipicu oleh perselisihan perbatasan Thailand-Kamboja yang telah berlangsung lama. Akar dari krisis yang terus memburuk  tersebut bersumber dari sejumlah masalah lama yang belum tuntas dan dinamika politik yang mengiringinya.

Konflik Thailand-Kamboja disebut bersumber dari warisan kolonial belum selesai. Garis perbatasan sepanjang 800 kilometer antara Thailand dan Kamboja sebagian besar ditetapkan selama masa penjajahan Prancis atas wilayah Indochina dari 1863 hingga pertengahan 1950-an.

Menurut pengamat politik Thailand, Thitinan Pongsudhirak, peta yang disepakati antara Kerajaan Siam (nama lama Thailand) dan kolonial Prancis hingga kini masih menjadi inti dari masalah perbatasan.

“Bentrokan ini berpotensi memburuk karena kebijakan perbatasan (di Thailand) sepenuhnya dikendalikan oleh militer,” kata Thitinan.

Ketegangan wilayah diperburuk setelah Siam sempat menguasai sebagian wilayah Kamboja pada Perang Dunia II, namun dikembalikan ke Prancis pada 1946.

Kejatuhan rezim Khmer Merah pada 1979 makin mengaburkan batas wilayah karena kelompok pemberontak berlindung di wilayah perbatasan.

Konflik militer pernah pecah pada 2008 di sekitar kompleks Candi Preah Vihear yang masuk daftar Warisan Dunia UNESCO, menewaskan sedikitnya 28 orang dan menyebabkan puluhan ribu orang mengungsi hingga 2011.

Krisis baru yang meletus pada Mei 2025 lalu turut membuka konflik lama. Titik nyala gesekan terbaru terjadi pada 28 Mei 2025 ketika seorang tentara Kamboja tewas dalam kontak senjata di perbatasan.

Kedua belah pihak saling menuding sebagai pihak yang memulai serangan, dan sejak itu ketegangan terus meningkat. Thailand kemudian membatasi akses lintas batas darat.

Situasi politik di Thailand ikut bergolak setelah Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra ditanggunhkan dari jabatannya menyusul bocornya percakapan dengan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen, yang dituding merusak wibawa militer Thailand.

Di tengah ketegangan tersebut, lima personel militer Thailand terluka akibat ledakan ranjau di wilayah konflik kemudian mendorong pemerintah Bangkok menurunkan tingkat hubungan diplomatiknya dengan Phnom Penh.

Pada Kamis lalu, Thailand melancarkan serangan udara ke sasaran militer Kamboja, dibalas dengan tembakan roket dan artileri dari pihak Kamboja.

Sengketa juga melibatkan lembaga hukum internasional. Pada 1962, Mahkamah Internasional (ICJ) menetapkan bahwa Candi Preah Vihear menjadi milik Kamboja dan keputusan serupa dikeluarkan pada 2013 untuk wilayah kecil di sekitarnya. Namun, Thailand tidak mengakui keputusan tersebut.

Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, menyatakan telah mengajukan pengaduan baru ke pengadilan PBB atas empat wilayah yang masih disengketakan.

Sebaliknya, Thailand tetap mendorong penyelesaian melalui mekanisme bilateral yang sudah dibentuk sejak hampir tiga dekade lalu. Hun Manet juga secara resmi meminta Dewan Keamanan PBB menggelar sidang darurat menyikapi konflik tersebut.

Dinamika politik domestik juga dinilai memainkan peran di balik konflik. Pengamat menilai konflik ini tak lepas dari situasi politik dalam negeri kedua negara.

Di Kamboja, analis politik Ou Virak menyebut ada dorongan kuat untuk menunjukkan ketegasan terhadap Thailand, yang dianggap sebagai negara lebih besar dan dominan.

“Api nasionalisme bisa dengan mudah dinyalakan dan sangat sulit dipadamkan,” ujarnya.

Sementara di Thailand, dinamika antara dinasti politik Shinawatra dan militer kembali mencuat. Militer, yang memiliki sejarah panjang kudeta dan peran dominan dalam politik negara, disebut-sebut sebagai aktor utama di balik kebijakan perbatasan. Kedua negara juga terus saling menyalahkan atas siapa yang memulai serangan. (AFP/H-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya