Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Netanyahu Persenjatai ISIS di Gaza, Hamas: Bukti Israel Ciptakan Kekacauan

Ferdian Ananda Majni
07/6/2025 15:39
Netanyahu Persenjatai ISIS di Gaza, Hamas: Bukti Israel Ciptakan Kekacauan
Warga Gaza.(Dok Al-Jazeera)

PEMERiNTAH Israel dikabarkan mempersenjatai kelompok milisi lokal di Jalur Gaza sebagai bagian dari strategi untuk melawan Hamas. Hamas menganggap kebijakan tersebut sebagai bukti dari niat Israel menciptakan kekacauan di Gaza. 

"Tentara pendudukan Israel mempersenjatai geng-geng kriminal di Jalur Gaza dengan tujuan menciptakan keadaan tidak aman dan kekacauan sosial," kata Hamas dalam suatu pernyataan resmi.

Salah satu milisi yang disebut menerima senjata dari Israel adalah kelompok yang dipimpin oleh Yasser Abu Shabab, yang menguasai wilayah di Rafah bagian timur. 

Pengkhianat

Abu Shabab diketahui pernah mengunggah foto dirinya memegang senapan AK-47 dengan latar belakang kendaraan PBB. Meskipun ia membantah menerima senjata dari Israel, Hamas mengecapnya sebagai pengkhianat.

"Kami berjanji di hadapan Tuhan untuk terus menghadapi sarang penjahat itu dan gengnya, tidak peduli berapa pun pengorbanan yang kami buat," kata Hamas, Kamis (5/6).

Diam-Diam

Menurut dua pejabat yang berbicara kepada CNN, kebijakan itu dilaksanakan oleh Netanyahu tanpa melalui persetujuan kabinet keamanan, yakni forum resmi yang biasa digunakan untuk pengambilan keputusan strategis. 

Beberapa mitra koalisi sayap kanan dalam pemerintahannya diperkirakan menolak keras kebijakan ini jika dibawa ke forum resmi. 

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membela kebijakan yang dijalankan secara diam-diam itu. Dalam video yang diunggah di media sosial pada Kamis (5/6), Netanyahu menyatakan bahwa Israel mengaktifkan klan di Gaza yang menentang Hamas dan menegaskan bahwa tindakan tersebut diambil atas saran dari elemen keamanan.

Langkah kontroversial itu pertama kali diungkap oleh mantan Menteri Pertahanan dan tokoh oposisi, Avigdor Liberman, dalam wawancara dengan Channel 12 News pada Rabu (4/6). Dia menyebut bahwa Israel telah membagikan senjata kepada kelompok ekstremis di Gaza, menyebut operasi itu sebagai kegilaan total.

ISIS di Gaza

"Kita berbicara tentang ISIS di Gaza," kata Liberman sehari setelahnya dalam wawancara dengan Radio Angkatan Darat Israel. "Israel menyediakan senjata untuk keluarga kriminal di Gaza atas perintah Netanyahu," sebutnya.

Liberman juga memperingatkan bahwa tidak seorang pun dapat menjamin bahwa senjata-senjata ini tidak akan diarahkan ke Israel. Itu kekhawatiran yang turut disampaikan oleh salah satu pejabat kepada CNN.

Setelah pernyataan Liberman, Kantor Perdana Menteri merespons dengan mengatakan bahwa Israel bertindak untuk mengalahkan Hamas dengan berbagai cara atas rekomendasi para kepala lembaga keamanan.

Transfer ke Hamas?

Kritik keras dari politisi oposisi itu juga menilai langkah Netanyahu sebagai bentuk kelanjutan dari kebijakan sebelumnya yang dianggap kontroversial. Mereka merujuk pada keputusan Netanyahu pada akhir 2018 yang mengizinkan transfer jutaan dolar AS dari Qatar ke Gaza, kebijakan yang menurut mereka justru memperkuat posisi Hamas dibanding rival utamanya, Fatah.

"Setelah Netanyahu selesai menyerahkan jutaan dolar AS kepada Hamas, ia beralih memasok senjata kepada kelompok-kelompok di Gaza yang berafiliasi dengan ISIS. Semua dilakukan secara dadakan, tanpa perencanaan strategis, dan berujung pada lebih banyak bencana," kritik pemimpin oposisi Yair Lapid di media sosial.

Visi Netanyahu

Netanyahu sendiri belum memberikan penjelasan rinci mengenai visi jangka panjang Israel atas masa depan Gaza pascaperang. 

Salah satu tujuan utama dari kampanye militer Israel adalah pelucutan total senjata Hamas dan menghentikan kemampuan kelompok tersebut untuk memerintah Gaza.

Namun sejauh ini, Hamas masih menguasai sebagian besar wilayah di Gaza meski perang telah berlangsung hampir 20 bulan. 

Kelompok tersebut tetap mempertahankan struktur kekuasaan dan kemampuan militernya, meski dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh Israel, Amerika Serikat, dan Uni Eropa. (I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya