Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Hamas Nyatakan Siap Negosiasi Gencatan Senjata Permanen

Ferdian Ananda Majni
06/6/2025 16:00
Hamas Nyatakan Siap Negosiasi Gencatan Senjata Permanen
Warga Gaza melaksanakan salat Idul Adha.(Dok Al-Jazeera)

KELOMPOK perlawanan Palestina, Hamas, menyatakan kesiapan untuk terlibat dalam putaran negosiasi baru demi mencapai kesepakatan gencatan senjata permanen dengan Israel. Hal itu disampaikan oleh Khalil al-Hayya, pemimpin senior Hamas di Gaza sekaligus kepala tim negosiator kelompok tersebut dalam pernyataan yang dirilis pada Kamis (5/6).

Al-Hayya menegaskan bahwa pembicaraan dengan para mediator masih terus berlangsung. Ia juga menyebut Hamas tidak menolak usulan terbaru dari utusan Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, meskipun pihaknya memberikan sejumlah catatan dan perbaikan terhadap rancangan tersebut.

"Amendemen yang kami ajukan bertujuan agar pendudukan (Israel) tidak mengarah pada pengkhianatan, pembunuhan, penyerangan, atau pengusiran paksa, serta menjamin masuknya bantuan kemanusiaan secara bermartabat kepada rakyat kami," kata al-Hayya dalam pidatonya seperti dilansir Anadolu, Jumat (6/6).

Dia juga menyatakan bahwa Hamas siap menyerahkan pengelolaan Jalur Gaza kepada entitas Palestina yang profesional dan disepakati secara nasional. 

"Kami terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mencapai kesepakatan berdasarkan prinsip dasar, yaitu hak dan tuntutan sah rakyat kami, termasuk gencatan senjata permanen, penarikan penuh pasukan pendudukan dari seluruh wilayah Gaza, bantuan kemanusiaan mendesak, dan pengakhiran blokade," sebutnya.

Siapa yang menjadi hambatan utama?

Menurutnya, hambatan utama dalam mencapai kesepakatan adalah pemerintah Israel, khususnya Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. 

"Netanyahu tidak ingin mengakhiri perang, karena motif pribadi dan ideologis," tegas al-Hayya.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa Hamas telah menunjukkan sikap terbuka terhadap berbagai inisiatif perdamaian. 

"Kami menerima sebagian besar tawaran sejak agresi kembali dimulai pada Maret, termasuk proposal dari para mediator akhir Maret yang mencakup penyerahan lima tawanan dan transisi ke fase kedua dari perjanjian Januari. Namun, pendudukan menolaknya," ujarnya.

Al-Hayya juga menyebut Hamas telah mengusulkan kesepakatan komprehensif yang mencakup pembebasan seluruh tawanan dengan imbalan penghentian total perang. Usulan tersebut pun, menurutnya, ditolak oleh Israel.

Iktikad baik

Sebagai bentuk itikad baik, al-Hayya mengungkapkan bahwa Hamas telah membebaskan tentara Israel-Amerika, Edan Alexander. Ia juga menyinggung proposal terbaru dari Witkoff yang diajukan sepekan lalu yang mencakup pembebasan 10 tawanan hidup dan 18 jenazah dalam waktu tujuh hari.

Namun, al-Hayya mengkritisi kurangnya jaminan dari pihak Israel terkait penghentian pertempuran. 

"Tidak ada kepastian bahwa perang tidak akan dimulai kembali pada hari kedelapan. Bahkan, Netanyahu sendiri telah menyatakan niatnya untuk melanjutkan serangan setelah pembebasan tawanan,” ujarnya.

Dia juga mengecam insistensi Israel untuk tetap mengontrol penuh distribusi bantuan kemanusiaan melalui mekanisme militer, yang menurut organisasi internasional merupakan pelanggaran terhadap hukum internasional.

Israel, lanjutnya, tidak akan bisa melanjutkan pembantaiannya, bahkan terhadap warga sipil yang hanya mencari makanan untuk bertahan hidup, seperti yang terjadi baru-baru ini di Rafah, tanpa dukungan militer dan politik yang terus-menerus. 

Veto AS

"Yang terbaru adalah veto AS di Dewan Keamanan PBB terhadap resolusi yang menuntut diakhirinya blokade dan dibukanya akses bantuan kemanusiaan ke Gaza," tambahnya.

Amerika Serikat diketahui telah memveto empat rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata darurat di Gaza, yaitu masing-masing pada Oktober dan Desember 2023 serta Februari dan November 2024. Dalam pemungutan suara atas rancangan resolusi lain, AS memilih abstain.

Sejak dimulai serangan Israel ke Gaza pada Oktober 2023, lebih dari 54.600 warga Palestina dilaporkan tewas, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. 

Lembaga bantuan internasional juga telah mengingatkan risiko kelaparan massal yang mengancam lebih dari dua juta penduduk Gaza.

Selain kecaman global, Israel kini menghadapi tekanan hukum internasional. Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) pada November lalu mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. 

Selain itu, Israel juga sedang menjalani proses di Mahkamah Internasional terkait tuduhan genosida terhadap warga sipil Palestina di Gaza. (I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya