Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Nasib Ukraina Tergantung Pertemuan Putin dan Trump

Ferdian Ananda Majni
17/5/2025 11:20
Nasib Ukraina Tergantung Pertemuan Putin dan Trump
Presiden Rusia Vladimir Putin (kiri) dan Presiden AS Donald Trump.(ANTARA)

UPAYA diplomatik untuk mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina kembali mengalami kemunduran setelah Kremlin secara resmi membatalkan kemungkinan kehadiran Presiden Vladimir Putin dalam pertemuan di Turki.

Ketidakhadiran Putin menutup peluang pertemuan tingkat tinggi dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, meskipun delegasi dari kedua negara telah berada di Turki.

Pertemuan langsung antara kedua pemimpin sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 akan menjadi langkah diplomatik penting, meski kecil kemungkinan menghasilkan kesepakatan final. 

Tetap saja, pertemuan semacam itu berpotensi memengaruhi arah konflik, terlebih karena Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyuarakan tekanan agar pembicaraan digelar.

Zelensky saat ini sedang berada di Ankara dan bertemu dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, sementara Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menghadiri pertemuan informal menteri luar negeri NATO di Antalya, wilayah selatan Turki. 

Ketegangan meningkat setelah sekutu Eropa Ukraina—termasuk Jerman, Prancis, Inggris, dan Polandia—mengeluarkan ultimatum gencatan senjata kepada Moskow, mengancam dengan sanksi baru jika Rusia tidak menghentikan serangan selama 30 hari.

Putin menolak ultimatum tersebut dan malah mengusulkan “pembicaraan langsung.” Namun, bukannya menghadiri pembicaraan itu, ia justru menarik diri. Banyak pihak menilai ini sebagai strategi penundaan yang gagal.

Sikap Ukraina semula menolak pembicaraan tanpa gencatan senjata, namun berubah setelah Trump mendorong pertemuan itu. 

Lewat unggahan di media sosial, Trump menyerukan: “menyelenggarakan pertemuan sekarang!!!” Zelensky pun menyatakan kesediaannya untuk bertemu Putin secara langsung, menolak bertemu dengan pejabat Rusia lainnya karena segala sesuatu di Rusia bergantung pada Putin.

Trump juga mengisyaratkan kemungkinan dirinya hadir. 

"Saya berpikir untuk pergi,” ujarnya saat berada di Qatar, meskipun belum ada rencana pasti. 

“Jika sesuatu terjadi, saya akan pergi pada hari Jumat jika itu pantas,” tambahnya seperti dilansir CNN, Sabtu (17/5).

Zelensky menyambut baik wacana ini dengan mengatakan bahwa Ukraina akan bersyukur atas kehadiran Trump.

Putin sendiri hanya mengusulkan pembicaraan ulang seperti pada musim semi 2022, ketika diplomat tingkat tinggi kedua negara bertemu, namun bukan para kepala negara. 

Menurut Kremlin, Vladimir Medinsky—ajudan senior Putin dan tokoh penting Dewan Tertinggi Rusia—akan memimpin delegasi kali ini, sebagaimana pada pembicaraan sebelumnya.

Langkah Zelensky menantang Putin secara langsung dinilai sebagai strategi untuk menekan pemimpin Rusia dan menunjukkan kepada dunia bahwa Rusia tidak serius mencari perdamaian.

"Jika Putin hadir, ia akan merusak narasinya sendiri bahwa Zelensky dan pemerintahannya tidak sah,” tulis pengamat. Namun ketidakhadiran Putin justru memperkuat citra bahwa Moskow tidak memiliki itikad baik dalam mencapai resolusi.

Ketegangan makin memuncak setelah Trump, dalam wawancara dengan CNN, menyatakan bahwa Putin “ingin saya berada di sana.” Namun, para pejabat Gedung Putih mengatakan belum ada rencana kunjungan Trump ke Turki.

Zelensky sebelumnya menegaskan bahwa satu-satunya hasil yang dapat diterima dari pembicaraan adalah kesepakatan mengenai gencatan senjata tanpa syarat.

Di sisi lain, Putin menyebut bahwa negosiasi akan difokuskan pada 'akar penyebab konflik', yang mengacu pada keluhan Rusia terhadap status kedaulatan Ukraina dan perluasan NATO ke Timur—hal yang jelas tidak dapat dinegosiasikan bagi Kyiv dan sekutu Baratnya.

Perundingan serupa yang pernah terjadi pada 2022 gagal karena tuntutan Moskow kala itu menuntut Ukraina menyerahkan kedaulatan. 

Selain itu, terungkapnya kekejaman tentara Rusia di kota Bucha membuat Ukraina kehilangan kepercayaan dalam pembicaraan damai.

Pemerintah Turki menyatakan kesiapan menjadi tuan rumah dan fasilitator negosiasi, sebagaimana peran mereka sebelumnya dalam Prakarsa Gandum Laut Hitam. 

Erdogan, yang memiliki hubungan baik dengan Putin, telah berulang kali menyatakan komitmennya untuk membantu menyelesaikan konflik.

Utusan khusus Trump untuk Ukraina, Keith Kellogg dan Steve Witkoff, juga direncanakan hadir di Istanbul minggu ini, seperti dikonfirmasi oleh pejabat dalam pemerintahan Trump. Mereka sebelumnya telah memediasi putaran pembicaraan di Arab Saudi.

Meskipun belum ada kejelasan mengenai siapa yang akan mewakili Ukraina di Istanbul, kemungkinan pertemuan langsung tetap terbuka—lebih untuk memenuhi tekanan dari Trump daripada mengharapkan kesepakatan perdamaian yang nyata. (H-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya