Headline

Dalam suratnya, Presiden AS Donald Trump menyatakan masih membuka ruang negosiasi.

Fokus

Tidak semua efek samping yang timbul dari sebuah tindakan medis langsung berhubungan dengan malapraktik.

Dua Remaja Bersaudara Tewas dalam Serangan Brutal Israel 18 Maret

Wisnu Arto Subari
20/3/2025 14:14
Dua Remaja Bersaudara Tewas dalam Serangan Brutal Israel 18 Maret
Warga Gaza.(Al Jazeera)

LAYAN dan Omar al Jmasy, berusia 16 dan 15 tahun, tewas saat Israel melancarkan salah satu serangan paling mematikan di Jalur Gaza, Palestina, sejak perang dimulai 17 bulan lalu.

Kedua saudara kandung itu tewas bersama kakek mereka yang telah diidentifikasi oleh Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sebagai pejabat Hamas Muhammad Jmasi.

Mereka berada di Kota Gaza saat tewas, menurut Ahmad Abu Rizik. Ia mengenal Layan dan Omar saat mereka bersekolah di salah satu sekolah tenda yang ia dirikan sebagai bagian dari proyek Gaza Great Minds miliknya.

Layan sangat gembira untuk memulai kelas 11 pada Selasa, tetapi serangan udara Israel mengakhiri hidupnya di hari yang sama.

Ia, "Meninggal dunia dan ia selalu menjadi orang pertama yang memberi kejutan kepada guru-gurunya, baik itu untuk ulang tahun mereka atau acara khusus lain."

"Dia selalu ingin bermain dan memiliki jiwa yang baik, seperti kakaknya Omar," kata guru matematikanya.

Menggambarkan Omar, Rizik yang berusia 29 tahun mengatakan bahwa dia sangat pintar, unggul dalam pelajarannya, dan suka bermain sepak bola.

Dia mengatakan kepada Sky News bahwa dia sangat ceria, selalu ada untuk membuat orang tertawa di mana pun dia berada.

"Mereka selalu tersenyum dan berbagi kebahagiaan ke mana pun mereka pergi," kata Rizik, yang memiliki tiga anak berusia empat, dua, dan dua bulan, dalam satu posting di X tentang saudara kandung tersebut.

Rizik mendirikan Gaza Great Minds untuk memberi siswa kesempatan belajar selama kampanye militer Israel, yang dipicu oleh serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Takut kehilangan

Dia mengatakan bahwa dia takut kehilangan keluarganya atau lebih banyak muridnya sekarang setelah gencatan senjata berakhir.

"Saya benar-benar takut kehilangan anak-anak saya atau bahkan murid-murid saya karena mereka berada di lokasi yang berbeda di Kota Gaza dan kebanyakan dari mereka berada di kamp-kamp dan kamp-kamp adalah tempat yang paling terdampak atau menjadi sasaran saat ini berdasarkan apa yang kami lihat tadi malam."

Israel melanjutkan serangan udara di Gaza pada dini hari Selasa, mengakhiri perjanjian gencatan senjata yang rapuh dengan Hamas yang telah membawa perdamaian relatif ke daerah kantong itu selama dua bulan.

Kementerian kesehatan Gaza yang dikelola Hamas mengatakan jumlah korban tewas sejauh ini dari serangan hari Selasa ialah 413 dengan lebih dari 500 lainnya terluka. Sebagian besar dari mereka yang tewas dilaporkan ialah perempuan dan anak-anak.

Rizik mengatakan dia telah mengungsi tujuh kali. "Saya tinggal di sekolah, di salah satu kelasnya, saya tinggal di tenda, tinggal di jalanan, secara harfiah, saya tinggal di salah satu kamp di Gaza di dalam tenda yang sangat kecil, saya tinggal di rumah yang sebagian hancur," kata Rizik.

Minum air dicampur limbah

Ia mengatakan keluarganya terpaksa minum air yang dicampur limbah dan anak-anaknya tidak mendapatkan protein selama lebih dari setahun, sementara susu formula dan popok sangat sulit ditemukan.

Anak-anaknya menderita dehidrasi dan sakit perut. Mereka diracuni, "Berkali-kali karena makanan yang tidak bersih," kata Rizik.

Ayah tiga anak itu mengatakan ia takut kepada keluarganya saat kekerasan kembali terjadi dan berusaha keras mencari susu kaleng dan air bersih untuk anak-anaknya.

Ia juga mencari makanan kaleng untuk, "Menyimpan mereka untuk hari-hari tergelap yang akan kami hadapi."

"Sama sekali tidak mudah karena kami tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, seperti hidup dalam mimpi buruk dan Anda tidak tahu di mana atau kapan Anda akan bangun."

Rizik mengatakan pemandangan anak-anak yang kelaparan mengejar parasut yang menjatuhkan bantuan di Gaza menginspirasinya untuk membangun tempat aman bagi mereka untuk belajar selama perang.

Berbicara tentang trauma yang ditinggalkan perang pada murid-murid, Rizik berkata, "Ketika kami meminta mereka menggambar sesuatu, semua siswa kami menggambar rumah-rumah yang hancur atau orang-orang yang disiksa oleh tentara."

Sementara di sekolah-sekolah 'normal', sebagian besar anak-anak akan tertawa jika ada badut yang dibawa masuk. Rizik mengatakan hal itu tidak terjadi di sekolah tendanya.

"Mereka kehilangan kemampuan untuk tersenyum lagi. Jadi begitulah mereka mengalami trauma," katanya.

Pasukan Pertahanan Israel (IDF) telah dihubungi untuk dimintai komentar. (I-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya