Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Gisèle Pelicot Jadi Pahlawan Feminisme Usai Hadapi Pemerkosanya di Pengadilan Prancis

Thalatie K Yani
20/12/2024 08:51
Gisèle Pelicot Jadi Pahlawan Feminisme Usai Hadapi Pemerkosanya di Pengadilan Prancis
Gisèle Pelicot, 72, menjadi simbol keberanian feminisme setelah menghadapi para pemerkosanya di pengadilan Prancis dalam persidangan terbesar dalam sejarah negara tersebut. (The Guardian)

SORAK sorai bergemuruh saat Gisèle Pelicot turun dari tangga gedung pengadilan Avignon, di akhir persidangan pemerkosaan terbesar dalam sejarah Prancis. Ratusan orang bertepuk tangan dan meneriakan "Terima kasih, Gisèle."

Beberapa orang membawa papan bertuliskan "kehormatan telah berpindah pihak" untuk menghormati kata-katanya, pada Oktober, yang menjelaskan mengapa ia memilih untuk membuka identitasnya dan menghadapi para pemerkosanya di pengadilan: "Bukan kami yang harus merasa malu," ujarnya kala itu. "Mereka yang harus merasa malu."

Pada Kamis, saat pengadilan menjatuhkan putusan dan hukuman terhadap mantan suaminya dan 50 pria lainnya, tembok-tembok kota selatan Prancis itu dipenuhi poster bertuliskan "Perempuan bersatu dengan Gisèle" dan "Terima kasih atas keberanianmu."

Pelicot, 72, mantan manajer logistik dan nenek dari tujuh cucu, menjadi pahlawan feminis dunia setelah menegaskan agar persidangan pemerkosaan tersebut dilakukan secara terbuka. 

Selama hampir satu dekade, suaminya kala itu mencampurkan obat tidur dan obat anti-kecemasan ke dalam makanan dan minumannya, serta mengundang puluhan pria untuk memperkosanya saat dia tidak sadar di tempat tidur di desa Mazan, Provence. Sebagian besar terdakwa membantah tuduhan pemerkosaan, mengklaim mereka mengira itu hanya sebuah permainan atau suaminya memberikan persetujuan atas namanya.

Di dalam ruang sidang, 51 terdakwa pria, yang berusia antara 26 - 74 tahun, termasuk seorang tentara, petugas pemadam kebakaran, perawat, jurnalis, dan penjaga penjara, duduk dengan kepala tertunduk dalam keheningan saat ketua hakim membacakan putusan. Setiap pria ditemukan bersalah atas setidaknya satu tuduhan – 47 atas pemerkosaan, dua atas percobaan pemerkosaan, dan dua atas pelecehan seksual. 

Beberapa pria menangis dan mengambil tisu. Beberapa anggota keluarga mereka juga mulai menangis, termasuk ibu dari seorang pelukis dan tukang dekorasi yang memperkosa Gisèle Pelicot di tempat tidurnya ketika dia berusia 24 tahun dan Gisèle berusia 65 tahun.

Dominique Pelicot, mantan suami Gisèle, menundukkan kepalanya dan menangis juga, ketika dia dijatuhi hukuman maksimal 20 tahun, namun sorakan gemuruh terdengar dari para pendukung yang menunggu di luar pengadilan pidana saat mereka mendengar berita tersebut.

Rekan-rekan terdakwa Pelicot dijatuhi hukuman penjara antara tiga hingga 15 tahun. Beberapa hukuman jauh lebih rendah dari yang direkomendasikan jaksa, dan beberapa wanita di luar pengadilan berteriak: "Malulah pada sistem peradilan!"

Seorang pengacara pembela keluar dari pengadilan dan menyebut para perempuan yang memprotes di luar "histeris" dan "tricoteuses" – menyamakan mereka dengan perempuan yang menonton dan merajut saat guillotine dijatuhkan selama Revolusi Prancis. Daphné, 42, seorang penulis dari Montpelier, merasa terkejut dengan komentar tersebut. 

"Itu menunjukkan bahwa ini baru langkah pertama dalam sebuah pertempuran, dan pertempuran ini terus berlanjut. Ada penolakan nyata dalam masyarakat terhadap kekerasan laki-laki terhadap perempuan," katanya.

Sebagian besar pria dibawa pergi oleh polisi untuk menjalani hukuman penjara. Beberapa yang hukumannya ditangguhkan meninggalkan pengadilan dengan dicemooh saat kerumunan bersiul dan mencemooh.

Di tengah kegaduhan, Gisèle Pelicot yang tenang dan berbicara lembut muncul dari ruang sidang, didampingi oleh cucunya dan anggota keluarga lainnya, untuk membacakan pernyataan yang sudah disiapkan kepada ratusan jurnalis yang mengerumuninya. 

Ia mengatakan persidangan selama empat bulan itu adalah "ujian yang sulit," tetapi ia memimpin perjuangan ini untuk anak-anak dan cucunya "karena mereka adalah masa depan." Ia mengatakan pikirannya bersama semua korban perempuan yang "tidak diakui," yang ceritanya tetap dalam bayang-bayang. Ia berkata, "Saya ingin kalian tahu kami berbagi perjuangan yang sama."

Gisèle Pelicot telah menerima dan membaca banyak kesaksian dan surat dari perempuan di seluruh dunia selama persidangan, dan pada saat putusan, ia mengenakan syal sutra yang dikirim kepadanya sebagai simbol solidaritas dari sebuah organisasi Australia yang bekerja untuk meningkatkan kesadaran tentang pelecehan seksual terhadap wanita yang lebih tua. Ia mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah mendukungnya. 

"Kesaksian kalian telah menyentuh hati saya dan saya menarik kekuatan darinya untuk datang setiap hari mengikuti persidangan panjang ini," ujarnya.

"Ketika saya membuka pintu untuk persidangan ini pada 2 September, saya ingin masyarakat dapat ikut serta dalam debat ini. Saya tidak pernah menyesali keputusan itu," lanjutnya. 

"Saya percaya pada kemampuan kita untuk bersama-sama meraih masa depan di mana setiap orang, perempuan dan pria, dapat hidup harmonis, dengan rasa saling menghormati dan pengertian."

Di luar pengadilan, sambil memegang papan protes tentang rendahnya jumlah hukuman pemerkosaan di Prancis, Vigdis, yang menjalankan sebuah organisasi yang memberikan dukungan gratis kepada korban kekerasan dalam rumah tangga, berkata: "Ini adalah momen bersejarah. Gisèle Pelicot telah membuka mata orang-orang tentang fakta bahwa pemerkosa bisa jadi seseorang yang di luar terlihat seperti ayah yang baik dan kepala keluarga, bukan monster yang ditemui di jalan. Pria-pria ini ada di mana-mana dan masyarakat membentuk mereka. Gisèle Pelicot mewakili harapan. Dia telah menunjukkan apa yang bisa terjadi di balik pintu kamar tidur tertutup dalam keluarga."

Selama persidangan dan bukti video yang mengejutkan, Gisèle Pelicot mengatakan bahwa selama lebih dari 200 pemerkosaan yang dialaminya, dia "dikorbankan di altar kejahatan" oleh pria-pria yang melihatnya "seperti boneka kain, seperti kantong sampah."

Setelah putusan dibacakan, ia meninggalkan pengadilan dengan kepala tegak disambut sorak-sorai, sementara para pendukung menyebutnya sebagai sosok yang menginspirasi. Ia mengatakan kepada pengadilan selama persidangan: "Saya mendengar banyak perempuan, dan pria, yang mengatakan Anda sangat berani. Saya bilang, itu bukan keberanian, itu adalah kemauan dan tekad untuk mengubah masyarakat." (The Guardian/Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya