Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

563 WNI di Bangladesh dalam Kondisi Selamat

Cahya Mulyana
21/7/2024 11:05
563 WNI di Bangladesh dalam Kondisi Selamat
Kementerian luar negeri memastikan 563 WNI yang berada di Bangladesh dalam kondisi selamat dan aman di tengah demonstrasi besar-besaran.(media sosial X)

PEMERINTAH Indonesia memastikan warganya di Bangladesh dalam kondisi selamat dan aman. Warga Negara Indonesia (WNI) di negara yang tengah dilanda demonstrasi besar-besaran itu berjumlah 563 orang.

Kemlu (Kementerian Luar Negeri) dan KBRI (Kedutaan Besar Republika Indonesia) Dhaka terus memonitor situasi dan menjalin komunikasi dengan para WNI. Hingga saat ini para WNI dalam keadaan selamat.,” kata Direktur Jenderal Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Judha Nugraha, dalam keterangannya, Minggu (21/7).

Ia menambahan Kemlu dan KBRI Dhaka juga telah menyusun rencana kontingensi untuk mengantisipasi eskalasi lebih lanjut. Dari total 563 WNI di Bangladesh, mayoritas adalah ibu rumah tangga yang menikah dengan warga negara Bangladesh.

Baca juga : Demonstrasi Prancis, Kemlu: WNI Tidak Terdampak 

Meningkatnya aksi protes mahasiswa selama berminggu-minggu akibat reformasi kuota untuk pekerjaan pemerintah telah berubah menjadi kerusuhan terburuk di Bangladesh yang pernah ada, dengan lebih dari seratus kematian dalam beberapa hari terakhir. 

Pemerintah Perdana Menteri Sheikh Hasina telah memberlakukan jam malam nasional dan mengerahkan militer, menyusul bentrokan antara demonstran dan polisi selama protes mahasiswa.

Sebagian besar media berita lokal belum memperbarui edisi daring mereka sejak Kamis (18/7) atau setelah pemerintah memutus sebagian besar koneksi internet, telepon, dan pesan singkat. Para pengunjuk rasa yang berdemo di beberapa wilayah Dhaka pada Jumat (19/7), masih mempertahankan posisi mereka bahkan setelah jam malam diumumkan.

Baca juga : Kerusuhan Berlanjut, Bangladesh Berlakukan Jam Malam

Koresponden DW yang berkantor di Dhaka, Samir Kumar Dey mengatakan para pengunjuk rasa menolak untuk mundur bahkan ketika polisi melepaskan tembakan. "Situasi telah mencapai titik di mana para pengunjuk rasa tidak mundur bahkan ketika tembakan dilepaskan. Yang saya perhatikan sejak kemarin adalah bahwa keterlibatan aktivis partai politik lebih terlihat dalam protes mahasiswa," katanya, dilansir dari DW pada Minggu (21/7).

Kelompok mahasiswa berdemonstrasi menentang perintah pengadilan tinggi yang diumumkan bulan lalu untuk mengembalikan kuota untuk pekerjaan pemerintah. Sistem kuota telah dihapuskan tahun 2018 setelah protes besar-besaran mahasiswa.

Berdasarkan sistem kuota, lebih dari separuh pekerjaan pegawai negeri diperuntukkan bagi kelompok tertentu. Misalnya, 30% pekerjaan pemerintah diperuntukkan bagi anggota keluarga veteran yang bertempur dalam perang pembebasan melawan Pakistan 1971.

Baca juga : Bangladesh Tetapkan Status Siaga Tinggi Usai Demonstrasi Berujung Rusuh

"Sebagian besar mahasiswa ingin bekerja di pemerintahan di Bangladesh. Jaminan sosial adalah salah satu alasan di balik ini," kata Lamia Rahman Supti, seorang mahasiswa Universitas Dhaka yang ikut serta dalam protes tersebut.

Ia mengatakan para pengunjuk rasa tidak melihat logika dalam menyediakan pekerjaan pemerintah untuk cucu-cucu orang yang berjuang dalam perang pembebasan lebih dari 50 tahun lalu, yang biasa disebut "pejuang kemerdekaan" di Bangladesh. Kelompok lain, seperti perempuan dan penyandang cacat, diberi persentase yang lebih kecil.

Sekitar 3.000 pekerjaan pemerintah semacam itu terbuka untuk hampir 340 ribu lulusan tahun lalu, menurut data pemerintah. Nasiruddin Yousuff Bachchu, pejuang kemerdekaan dan tokoh budaya terkenal yang berbasis di Dhaka, juga berpikir sistem kuota harus direformasi, tetapi ia menentang pengurangan drastis, yang dituntut oleh para pengunjuk rasa reformasi kuota.

"Sistem kuota harus dikurangi menjadi 20% dari 56% saat ini. Kuota 10% yang kita miliki untuk perempuan harus ditingkatkan menjadi 15% karena kita masih perlu melihat lebih banyak perempuan dalam pekerjaan pemerintah. Selain itu, kita perlu mempertahankan kuota untuk kelompok etnis minoritas, penyandang disabilitas fisik, dan masyarakat terpinggirkan," kata Bachchu. (Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya