Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Larangan Abaya, Tekanan Prancis terhadap Muslim

Cahya Mulyana
29/8/2023 08:45
Larangan Abaya, Tekanan Prancis terhadap Muslim
Larangan menggunakan abaya di sekolah dinilai sebagai tekanan Prancis terhadap umat muslim.(AFP)

KEPUTUSAN pemerintah Prancis untuk melarang siswi mengenakan abaya gaun panjang khas Timur Tengah telah membuka perdebatan baru. Khususnya mengenai hukum sekuler di negara tersebut dan perlakuan terhadap minoritas Muslim.

Menteri Pendidikan Gabriel Attal mengatakan gaun tersebut, yang dikenakan beberapa gadis Muslim, tidak lagi diperbolehkan di sekolah. Ketentuan itu akan diterapkan setelah liburan musim panas.

"Sekolah-sekolah kami sedang diuji. Beberapa bulan terakhir ini, pelanggaran terhadap peraturan sekuler kami telah meningkat pesat, khususnya terkait dengan penggunaan pakaian keagamaan seperti abaya atau gamis (tunik panjang pria)," katanya.

Baca juga : MA Prancis Tolak Banding Terkait Larangan Abaya di Sekolah

Pada 2004, Prancis melarang anak-anak sekolah mengenakan tanda atau pakaian yang memperlihatkan siswa yang menunjukkan afiliasi agama. Landasannya berdasarkan undang-undang sekuler negara tersebut yang dimaksudkan untuk menjamin netralitas di lembaga-lembaga negara.

Undang-undang tersebut melarang penggunaan jilbab, sorban, salib besar atau kippa. Namun otoritas sekolah kesulitan mengatur penggunaan abaya yang dianggap berada di wilayah abu-abu antara mode dan pakaian keagamaan.

Attal, seorang pria ambisius berusia 34 tahun yang baru menjabat kurang dari dua bulan itu menerapkan larangan tersebut untuk meraih simpati kelompok konservatif. Modus ini digunakannya juga guna meningkatkan profil publiknya.

Baca juga : Prancis Sayangkan Larangan Polandia terhadap Impor Gandum Ukraina

Juru Bicara Pemerintah Olivier Veran mendukung langkah tersebut dengan mengatakan  abaya jelas adalah pakaian keagamaan. Sebuah serangan politik yang ia ibaratkan sebagai tindakan menyebarkan agama atau mencoba membuat orang lain masuk Islam.

"Sekolah itu sekuler. Kami mengatakannya dengan sangat tenang namun tegas: sekolah bukanlah tempatnya (mengenakan pakaian keagamaan)," katanya.

Meskipun para pendukungnya ingin mempertahankan sekolah sebagai zona netral yang bebas dari tekanan agama, para kritikus berpendapat isu tersebut menstigmatisasi umat Islam dan merupakan isu marginal yang dibesar-besarkan politisi sayap kanan dan sayap kanan jauh.

Baca juga : Pengadilan Prancis akan Putuskan tentang Larangan Pakai Abaya

Statistik dari Kementerian Pendidikan pada Mei, bulan terakhir tersedianya dokumen tersebut, menunjukkan dari hampir 60 ribu sekolah negeri terdapat 438 pengaduan tentang kemungkinan pelanggaran peraturan sekuler. Hanya sekitar setengahnya terkait dengan penggunaan pakaian keagamaan.

“Sedih melihat kembalinya kelas-kelas yang terpolarisasi secara politik oleh perang agama baru yang tidak masuk akal yang sepenuhnya dibuat-buat tentang pakaian perempuan,” tulis pemimpin politik sayap kiri Jean-Luc Melenchon di X, sebelumnya Twitter.

“Kapan akan ada perdamaian sipil dan sekularisme sejati yang menyatukan masyarakat dan bukannya membuat mereka jengkel?,” dia menambahkan.

Baca juga : Tiongkok Larang Muslim Uighur Berpuasa

Wakil Presiden Dewan Agama Muslim Prancis (CFCM) Abdallah Zekri memandang abaya sebagai sesuatu yang religius adalah salah. "Abaya bukanlah pakaian keagamaan, itu adalah salah satu bentuk fesyen,” katanya.

Model busana lainnya, yang terbaru adalah penggunaan crop top terbuka oleh remaja perempuan, juga telah memicu perdebatan di negara. Di mana hanya beberapa sekolah swasta yang mengenakan seragam pada siswanya.

Attal belum menerbitkan panduan tertulis mengenai larangan abaya. Hal ini kemungkinan besar akan menghadapi tuntutan hukum.

Baca juga : Muslim India Protes Larangan Penggunaan Hijab di Sekolah

Aturan ini juga dapat menimbulkan kesulitan bagi otoritas sekolah yang harus memutuskan kapan gaun berukuran besar akan berubah dari pilihan busana pribadi menjadi pernyataan keagamaan, kata para pengamat.

Larangan jilbab

Beberapa perempuan memilih mengenakan abaya, atau jilbab, untuk menunjukkan identitas budaya mereka, bukan karena keyakinan agama. "Di dunia Arab atau Timur Tengah, abaya pada dasarnya atau pada awalnya bukanlah pakaian keagamaan," kata seorang Peneliti Islam di Institute of Political Studies di Lyon Haoues Seniguer.

“Cara terbaik untuk mengetahui apakah itu religius atau tidak adalah dengan mencari tahu apa arti dari orang yang memakainya,” katanya.

Baca juga : Protes Berkembang atas Larangan Hijab di Sekolah India

Banyak politisi konservatif di Prancis dalam beberapa tahun terakhir telah mendorong agar larangan penggunaan simbol-simbol agama diperluas ke universitas-universitas dan bahkan orang tua yang mendampingi anak-anak mereka di sekolah.

Pemimpin sayap kanan Marine Le Pen berkampanye pada pemilihan presiden tahun lalu untuk melarang penggunaan cadar di jalan. Konstitusi Prancis menjamin hak warga negara untuk menjalankan agama secara bebas.

Namun mewajibkan negara dan pegawai negara untuk menghormati netralitas dalam menjalankan tugasnya. (AFP/Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya