Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Tiongkok dan Rusia Dorong Pencabutan Sanksi PBB terhadap Korea Utara

Atikah Ishmah Winahyu
02/11/2021 15:04
Tiongkok dan Rusia Dorong Pencabutan Sanksi PBB terhadap Korea Utara
Zhang Jun (tengah)(AFP/STR )

TIONGKOK dan Rusia mendorong Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melonggarkan sanksi terhadap Korea Utara dengan menghidupkan kembali upaya tahun 2019 untuk menghapus larangan ekspor patung, makanan laut, dan tekstil Pyongyang serta memperluasnya agar mencakup pencabutan batas impor minyak bumi.

Dalam rancangan resolusi yang dikerjakan ulang, Tiongkok dan Rusia ingin dewan beranggotakan 15 negara itu mencabut sanksi-sanksi tersebut dengan maksud meningkatkan mata pencaharian penduduk sipil di Korea Utara.

Baca juga: Ratu Belanda Maxima Zorreguieta Cerruti Memuji Gojek di KTT G20

Korea Utara telah dikenakan sanksi PBB sejak 2006 atas program nuklir dan rudal balistiknya.

Rancangan resolusi juga mencakup langkah-langkah lain yang pertama kali diusulkan oleh Rusia dan Tiongkok hampir dua tahun lalu, termasuk mencabut larangan warga Korea Utara bekerja di luar negeri serta membebaskan proyek kerjasama kereta api dan jalan antar-Korea dari sanksi.

Beberapa diplomat PBB, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan rancangan resolusi yang diperbarui akan mendapat sedikit dukungan.

Pada tahun 2019 Rusia dan Tiongkok mengadakan dua putaran pembicaraan informal mengenai rancangan resolusi, tetapi tidak pernah secara resmi mengajukannya untuk pemungutan suara.

Para diplomat mengatakan pada Senin bahwa Tiongkok dan Rusia belum menjadwalkan pembicaraan apapun mengenai rancangan resolusi baru mereka. Sebuah resolusi membutuhkan sembilan suara yang mendukung dan tidak ada veto oleh Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia atau Tiongkok untuk disahkan.

Misi PBB Rusia dan Tiongkok tidak segera menanggapi permintaan untuk mengomentari teks baru, yang menurut para diplomat diedarkan kepada anggota dewan pada hari Jumat.

“Sudah menjadi keinginan Tiongkok bahwa kami juga harus mengatasi dimensi kemanusiaan yang disebabkan oleh sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan Keamanan,” kata Duta Besar Tiongkok untuk PBB Zhang Jun kepada wartawan bulan lalu, menambahkan lagi bahwa rancangan resolusi 2019 tetap di atas meja.

Situasi sulit

Seorang juru bicara misi AS untuk PBB menolak mengomentari diskusi dewan swasta, tetapi menambahkan bahwa semua anggota PBB harus fokus menangani mereka yang melanggar sanksi yang sudah ada.

"Dewan Keamanan telah berulang kali menegaskan bahwa mereka siap untuk mengubah, menangguhkan, atau mencabut tindakan yang mungkin diperlukan sehubungan dengan kepatuhan DPRK," kata juru bicara itu.

"Namun DPRK tidak mengambil langkah untuk memenuhi tuntutan Dewan Keamanan mengenai program nuklir dan rudal balistik yang dilarang,” imbuhnya.

Korea Utara secara resmi dikenal sebagai Republik Rakyat Demokratik Korea.

Dewan Keamanan PBB memang sudah mengizinkan pengecualian kemanusiaan. Seorang penyelidik hak asasi manusia PBB bulan lalu menyerukan agar sanksi dilonggarkan karena Korea Utara yang paling rentan berisiko kelaparan setelah menyelinap lebih dalam ke isolasi selama pandemi covid-19.

Sanksi terhadap industri yang telah diusulkan Rusia dan Tiongkok untuk dicabut sebelumnya menghasilkan ratusan juta dolar bagi Korea Utara. Mereka diberlakukan pada 2016 dan 2017 untuk mencoba memotong dana untuk program nuklir dan rudal Pyongyang.

Korea Utara terus mengembangkan program rudal nuklir dan balistiknya selama paruh pertama tahun 2021 yang melanggar sanksi PBB, meskipun situasi ekonomi negara itu memburuk, menurut laporan pemantau sanksi PBB pada bulan Agustus.

Negara ini telah lama menderita kerawanan pangan, dengan pengamat mengatakan bahwa salah urus ekonomi diperburuk oleh sanksi dan pandemi covid-19, yang mendorong penguncian perbatasan yang belum pernah terjadi sebelumnya di sana.

Rancangan resolusi baru ini akan membuat dewan mengakui situasi sulit ekonomi dan mata pencaharian DPRK dalam beberapa tahun terakhir, menggarisbawahi perlunya menghormati masalah keamanan DPRK yang sah, dan memastikan kesejahteraan, martabat yang melekat, dan hak-hak warga di DPRK. (Aiw/Straitstimes/Aljazeera/OL-6)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Astri Novaria
Berita Lainnya