Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Lawan Junta, Guru dan Pelajar Myanmar Mogok

Henry Hokianto
02/6/2021 05:23
Lawan Junta, Guru dan Pelajar Myanmar Mogok
Sejumlah pelajar memasuki sekolah di Kota Sittwe, ibu kota negara bagian Rakhine, Myanmar.(AFP/STR)

SEKOLAH di Myanmar dibuka kembali untuk pertama kalinya, Selasa (1/6), sejak militer merebut kekuasaan. Tetapi para guru dan siswa menentang seruan junta untuk kembali ke dalam kelas sebagai bentuk perlawanan.

Kekacauan nasional yang telah berlangsung selama empat bulan setelah pemimpin sipil Aung San Suu Kyi digulingkan, Februari lalu telah menyebabkan lebih dari 800 orang, baik masyarakat sipil maupun pasukan keamanan, tewas. Pemogokan nasional juga telah melumpuhkan ekonomi.

Para guru sekolah umum mengenakan seragam berwarna hijau dan putih, seperti yang diamanatkan kementrian pendidikan, terlihat menonjol pada protes massa awal, bergabung dengan pegawai negeri, dokter, serta pekerja kereta api.

Baca juga: Dua Guru Pemerkosa 9 Murid di Tiongkok Dihukum Mati dan Penjara

Junta bersikeras sekolah-sekolah kembali dibuka, Selasa (1/6), setelah absen selama satu tahun akibat covid-19. Akan tetapi banyak pendidik berseru mereka tidak bisa kembali ke pekerjaan yang mereka cintai itu.

“Saya tidak takut akan siksaan dan kurungan,” seru seorang guru dari ibu kota komersial Yangon kepada AFP dan meminta namanya untuk disamarkan demi keselamatannya.

“Saya takut akan menjadi guru yang mengajarkan propaganda kepada para murid,” lanjutnya.

Pria berusia 28 tahun itu dipecat karena mendukung gerakan sipil untuk membangkang. Dia merupakan salah satu dari ribuan guru dan akademisi yang dipecat junta.

“Tentu saja saya merasa sedih karena kehilangan pekerjaan yang saya cintai. Walaupun bayarannya tidak seberapa, kami memiliki harga diri sebagai guru karena orang lain menghormati kami,” tegasnya

Guru sekolah dasar di Myanmar itu telah kehilangan gaji selama berbulan-bulan setelah bergabung dengan boikot nasional, tetapi berkata “jiwaku murni” karena berpartisipasi dalam pemogokan.

“Saat saya melihat mereka telah membunuh banyak orang, saya merasa tidak mau lagi menjadi guru,” tambahnya.

Beberapa dari mereka yang tewas dalam tindakan keras junta masih duduk di sekolah dasar. Sekitar 15 anak tewas dan menjadi korban berusia di bawah usia 16 tahun.

Media yang dikelola junta, dalam beberapa hari terakhir, memuat foto-foto pejabat yang menonton pendaftaran sekolah dan menjanjikan bahwa orangtua akan puas dengan kembalinya kelas.

Para siswa di sebuah sekolah dekat ibu kota Naypyidaw membuka upacara untuk menandai tahun ajaran baru dengan membawakan lagu “pekan pendaftaran nasional” menurut Global New Light of Myanmar State Newspaper. (AFP/OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya