PARA pemimpin Palestina akan memutuskan, Kamis (29/4), akan mengadakan pemilihan bulan depan sesuai jadwal atau menyerukan penundaan yang dapat memicu frustrasi lebih lanjut dalam masyarakat yang terpecah. Mereka terakhir memberikan suara pada 2006.
Warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki Israel dan Jalur Gaza yang diblokade telah menyuarakan harapan bahwa pemungutan suara dapat membantu memulihkan kredibilitas dan menyembuhkan perpecahan. Fatah, yang mengendalikan Otoritas Palestina (PA) yang berbasis di Tepi Barat, mencapai kesepakatan dengan saingan lama, Hamas, kelompok Islam yang menguasai Gaza, untuk mengadakan pemilihan legislatif pada 22 Mei dan pemilihan presiden pada 31 Juli.
Kantor berita resmi Wafa, Kamis, mengatakan bahwa Presiden PA Mahmud Abbas, juga pemimpin Fatah, akan memimpin pertemuan malam ini di Ramallah yang mencakup semua faksi politik untuk membahas pemilu terkini harus diadakan atau dibatalkan. "Keputusan akhir akan dibuat sebelum Jumat, Wafa melaporkan.
Hamas, Rabu, mengatakan pihaknya menolak segala upaya untuk menunda pemilihan. Hamas meraih kemenangan mengejutkan dalam pemilu 2006 tetapi tidak diakui oleh Abbas. Kelompok Islamis mengambil alih kekuasaan di Gaza pada tahun berikutnya dalam seminggu bentrokan berdarah.
Kritikus Abbas menuduh bahwa dia berusaha untuk mengulur waktu karena prospek Fatah telah terancam oleh faksi-faksi sempalan, termasuk satu yang dipimpin oleh keponakan pemimpin ikonik Palestina Yasser Arafat dan satu lagi oleh mantan kepala keamanan Fatah yang kuat dan diasingkan, Mohammed Dahlan.
"Jika Abbas menunda pemilihan, kami akan mulai dengan demonstrasi," kata Daoud Abu Libdeh, seorang kandidat dari faksi Masa Depan pimpinan Dahlan, kepada AFP di Yerusalem. (OL-14)