Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kendati Libur Thingyan, Demo Anti-Kudeta Militer Myanmar Berlanjut

 Nur Aivanni
13/4/2021 16:20
Kendati Libur Thingyan, Demo Anti-Kudeta Militer Myanmar Berlanjut
Kalangan demonstran muda terus melanjutkan unjuk rasa menentang kudeta militer di Dawei, Myanmar, Selasa (13/4).(DAWEI WATCH / AFP)

AKTIVIS pro-demokrasi Myanmar, pada Selasa (13/4), berjanji untuk mengadakan serangkaian aksi protes pekan ini untuk mempertahankan tekanan pada penguasa militer selama liburan terpenting negara itu tahun ini.

Liburan Tahun Baru selama lima hari, yang dikenal sebagai Thingyan, biasanya dirayakan dengan doa, ritual pembersihan patung Buddha di kuil, dan melempar air dengan semangat tinggi ke jalanan.

Aktivis mendesak orang-orang tahun ini untuk melakukan aksi protes simbolis dari awal liburan pada Selasa. "Dewan militer tidak memiliki Thingyan. Kekuatan rakyat ada di tangan rakyat," tulis Ei Thinzar Maung, pemimpin kelompok aksi protes General Strike Collaboration Committee, di Facebook.

Ei Thinzar Maung mengatakan aksi protes yang direncanakan lainnya terhadap junta, termasuk percikan cat merah di trotoar dan membunyikan klakson mobil.

Aktivis juga menyerukan hari hening untuk memperingati para korban kekerasan dan untuk hari ketaatan beragama pada Sabtu. Pengikut agama lain di negara yang mayoritas beragama Buddha itu didesak untuk mengikuti seruan para pemimpin mereka.

Itu akan menjadi liburan tahun baru kedua berturut-turut yang terganggu setelah pandemi virus korona yang membatalkan perayaan tersebut tahun lalu.

Kudeta yang terjadi pada 1 Februari 2021 lalu telah menjerumuskan Myanmar ke dalam krisis setelah 10 tahun langkah tentatif menuju demokrasi ketika militer mundur dari politik dan memungkinkan Aung San Suu Kyi untuk membentuk pemerintahan setelah partainya memenangkan pemilu 2015.

Militer mengatakan bahwa pihaknya harus menggulingkan pemerintahannya karena pemilu pada November 2020 yang dimenangi lagi oleh Liga Nasional untuk Demokrasi telah dicurangi. Komisi pemilihan pun menepis tuduhan tersebut.

Kudeta tersebut telah memicu aksi protes harian oleh mereka yang menentang pemerintahan militer, tetapi dengan harga yang mahal, dengan pasukan keamanan membunuh 710 pengunjuk rasa, menurut penghitungan kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP). Itu termasuk 82 orang tewas di kota Bago, sekitar 70 km timur laut Yangon, pada Jumat.

Rincian kekerasan tersebut sulit diverifikasi karena pembatasan junta pada Internet broadband dan layanan data seluler.

Seorang juru bicara junta tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

"Kami tidak merayakan Thingyan tahun ini karena lebih dari 700 jiwa pemberani kami yang tidak bersalah dibunuh oleh pasukan junta yang tidak manusiawi secara tidak sah. Kami yakin kami akan memenangkan revolusi ini," kata salah satu pengguna Twitter yang diidentifikasi sebagai Shwe Ei. (Straits Times/Nur/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya