Headline

Pemerintah tidak cabut IUP PT Gag Nikel.

Fokus

Pemanfaatan digitalisasi dilakukan untuk mempromosikan destinasi wisata dan meningkatkan pengalaman wisatawan.

Permendikdasmen 7/2025 Dinilai Rawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

Despian Nurhidayat
10/6/2025 12:00
Permendikdasmen 7/2025 Dinilai Rawan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Ilustrasi(Antara)

PEMERINTAH telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah

Atas penerbitan aturan tersebut Ketua Dewan Kehormatan Pengurus Besar Persatuan Guru Seluruh Indonesia (DK-PBPGSI), Soeparman Mardjoeki Nahali, menegaskan bahwa aturan ini rawan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). 

“Karena berdasarkan pengalaman masa lalu prosedur seperti ini hanya akan memberikan kesempatan kepada guru-guru ASN yang dekat dengan birokrasi dinas pendidikan dan kepala sekolah. Prosedur dengan cara pendekatan seperti ini sangat rawan dengan KKN,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Selasa (10/6). 

Ia mempersoalkan permendikdasmen yang memberikan hak kepada guru ASN untuk secara pribadi mendaftarkan diri sebagai peserta seleksi bakal calon kepala sekolah melalui sistem informasi yang dikelola Kemendikdasmen.

Menurut dia, ketentuan ini akan tumpul atau tidak berlaku jika birokrasi dinas pendidikan dan kepala sekolah bersekongkol untuk menghambat guru-guru tersebut agar tidak menggunakan haknya mendaftarkan diri secara pribadi sebagai bakal calon kepala sekolah. 

“Apalagi jika guru-guru tersebut dianggap sering berpikir kritis terhadap kebijakan kepala sekolah dan dinas pendidikan,” tegas Soeparman. 

Tidak jelas mengatur

Selain itu, permendikdasmen ini tidak mengatur secara jelas dan tegas pengusulan guru yang akan mendaftar sebagai bakal calon Kepala Sekolah pada satuan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat (swasta), baik guru ASN maupun non-ASN. 

Untuk guru ASN hanya disebutkan bahwa usulan akan disampaikan oleh penyelenggara Satuan Pendidikan kepada PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian). Demikian juga pengusulan bagi guru non-ASN.

“Tidak jelasnya aturan siapa yang berhak mengusulkan bakal calon Kepala Sekolah di Satuan Pendidikan yang diselenggarakan masyarakat juga dapat membuka ruang terjadinya KKN. Oleh karena itu harus dipertegas bahwa usulan untuk mendaftarkan diri sebagai bakal calon Kepala Sekolah harus diberikan kepada guru yang bersangkutan baik yang ASN maupun non-ASN,” tuturnya. 

“Sudah saatnya hak otonomi guru diberikan untuk mencalonkan diri sebagai bakal calon Kepala Sekolah. Campur tangan kepala dinas pendidikan dan kepala sekolah atau penyelenggara satuan pendidikan dalam pengusulan guru sebagai bakal calon Kepala Sekolah adalah kebijakan yang mundur ke masa Orde Baru, tidak demokratis dan rawan KKN,” lanjut Soeparman.

Dipengaruhi faktor subjektif

Aturan ini juga telah mencabut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 26 Tahun 2022 tentang Pendidikan Guru Penggerak, sehingga tidak lagi mensyaratkan kelulusan guru penggerak sebagai syarat pencalonan kepala sekolah. 

Menurut dia, hal itu membuktikan bahwa kebijakan dalam pendidikan nasional masih dipengaruhi oleh faktor subjektif kekuasaan politik para menteri. 

“Ungkapan di masyarakat ganti menteri ganti kurikulum menjadi terbukti. Saat ini bukan hanya soal guru penggerak, istilah peserta didik dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) juga diubah dengan mengabaikan UU Sisdiknas yang masih berlaku dengan mengubah istilah peserta didik menjadi murid dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang termuat didalam Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 tentang SPMB,” jelas Soeparman. 

“Setelah heboh di masyarakat soal kekhawatiran pergantian kurikulum dan penjurusan di SLTA, akhirnya deep learning yang akan dijadikan legasi oleh Menteri yang baru hanya disebutkan sebagai pendekatan dalam pembelajaran, bukan kurikulum baru. Isu kembali pada penjurusan pada jenjang pendidikan menengah juga tiba-tiba berhenti di tengah jalan,” tandasnya.

Sementara itu, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, mengatakan bahwa Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah membuat tidak ada lagi diskriminasi bagi jenjang karier guru untuk menjadi kepala sekolah. 

“Ini sebenarnya mengembalikan bahwa tidak ada diskriminasi bagi semua guru untuk menjadi calon kepala sekolah karena itu merupakan bagian dari pengembangan dan peningkatan karier kepala sekolah, karier guru maksudnya begitu. Nah karena di Permendikdasmen 7/2025 ini tidak lagi memberikan tempat istimewa atau eksklusif bagi program guru penggerak yang dibuat di era Nadiem Makarim yang bagi kami memberikan ruang khusus istimewa bagi guru-guru tertentu untuk menjadi kepala sekolah,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Jumat (6/6) lalu. (Des/I-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irvan Sihombing
Berita Lainnya