Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Membedakan Lapar Fisik dan Lapar Emosi, Kunci untuk Pola Makan Cemilan yang Lebih Cerdas

Muhammad Ghifari A
15/5/2025 19:39
Membedakan Lapar Fisik dan Lapar Emosi, Kunci untuk Pola Makan Cemilan yang Lebih Cerdas
Ilustrasi(Freepik)

KEBIASAAN ngemil kini sudah menjadi bagian dari gaya hidup yang cepat dan dinamis. Namun, di balik kesenangan tersebut, kita sering terjerat oleh dorongan untuk makan yang sebenarnya tidak berasal dari kebutuhan fisik tubuh kita. Fenomena ini dikenal dengan istilah lapar emosi, yang penting untuk dipahami perbedaannya dengan lapar fisik demi mencapai pola makan yang lebih sehat dan bijak.

Temuan dari laporan State of Snacking 2024, yang dipublikasikan oleh Mondelez Indonesia, menunjukkan adanya peningkatan dalam kebiasaan ngemil di kalangan masyarakat. Namun, di balik data tersebut, terdapat kebutuhan mendesak untuk mendidik masyarakat agar lebih pintar dalam memilih dan mengonsumsi camilan. Inilah yang melatarbelakangi kampanye #NgemilBijak yang dijalankan oleh perusahaan tersebut.

Lalu, bagaimana kita bisa membedakan antara rasa lapar yang muncul karena kebutuhan gizi (lapar fisik) dan dorongan makan yang berasal dari emosi (lapar emosi)?

Lapar Fisik: Kebutuhan Bertahap dari Tubuh

Menurut para ahli gizi perilaku makan, lapar fisik muncul secara bertahap. Setelah kita makan, tubuh butuh waktu untuk mencerna dan menyerap nutrisi. 

Rasa lapar fisik biasanya muncul kembali setelah beberapa jam, sering kali ditandai dengan suara perut, rasa lemas, atau pusing ringan.

"Lapar fisik itu muncul secara perlahan," kata Esti Nurwati, Ahli Gizi sekaligus Founder Komunitas Gizi Nusantara, di Jakarta Selatan, Kamis (15/5). 

"Misalnya, setelah sarapan di pagi hari, wajar jika rasa lapar kembali dirasakan sekitar jam 10 atau 11. Ini adalah sinyal alami dari tubuh yang membutuhkan energi," lanjutnya.

Selain itu, lapar fisik umumnya tidak mengarah pada jenis makanan tertentu. Saat kita benar-benar lapar secara fisik, kita cenderung merasa puas dengan berbagai makanan yang bisa memenuhi energi dan kebutuhan gizi tubuh.

Lapar Emosi: Dorongan Mendadak karena Perasaan

Berbeda dengan lapar fisik, lapar emosi datang secara mendadak dan sering kali dipicu oleh perasaan tertentu, baik yang positif maupun negatif. 

Perasaan sedih, bingung, stres, bosan, atau bahkan kegembiraan dapat meningkatkan keinginan untuk makan, padahal tubuh kemungkinan tidak memerlukan makanan.

"Kalau lapar emosi itu muncul tiba-tiba," jelas Esti. "Contohnya, saat kita merasa sangat sedih atau marah, tiba-tiba muncul keinginan mendalam untuk makan sesuatu, sering kali makanan yang manis atau berlemak untuk mendapatkan kenyamanan sementara. "

Ciri khas lain dari lapar emosi adalah keinginan yang kuat terhadap jenis makanan tertentu. 

Seseorang yang merasakan lapar emosi mungkin mendadak sangat ingin mengonsumsi cokelat, es krim, atau makanan manis lainnya meskipun baru saja makan. 

Selain itu, porsi makan saat lapar emosi biasanya tidak teratur, karena seseorang bisa mengonsumsi dalam jumlah besar tanpa merasakan kecukupan.

Tips Mengelola Lapar Emosi

Menyadari perbedaan antara lapar fisik dan lapar emosi adalah langkah penting dalam mengelola kebiasaan makan dengan lebih bijak. 

Berikut beberapa saran untuk mengatasi lapar emosi:

  • Mengidentifikasi Pemicu Emosi: Kenali situasi atau perasaan yang sering memicu dorongan untuk makan.
  • Mencari Alternatif: Alihkan keinginan makan dengan aktivitas lain yang menyenangkan atau menenangkan, seperti berolahraga, membaca, atau mendengarkan musik.
  • Mengamalkan Mindful Eating: Makan dengan penuh perhatian, mengedepankan rasa dan tekstur makanan, serta berhenti ketika sudah merasa cukup kenyang.

Melalui inisiatif #NgemilBijak, Mondelez Indonesia juga menyoroti pentingnya pengendalian emosi dalam kebiasaan ngemil. Fokus dari kampanye ini adalah untuk memberikan edukasi mengenai porsi yang tepat, waktu yang baik untuk ngemil, serta pilihan camilan yang lebih sehat.

"Kami menyadari bahwa sebagai produsen, tujuan kami bukan hanya menjual produk, tetapi juga memberdayakan masyarakat untuk mengadopsi kebiasaan ngemil yang baik," kata Kepala Urusan Korporat dan Pemerintahan Mondelez Indonesia Marfusita Hamburgiwati. 

"Dengan #NgemilBijak, kami berharap orang-orang di Indonesia dapat lebih memahami kebutuhan tubuh mereka dan tidak menjadikan makanan sebagai pelarian dari emosi," imbuhnya.

Pendidikan sejak usia dini dianggap sangat penting dalam membentuk kebiasaan makan yang sehat. 

Mengajarkan anak-anak untuk membedakan antara lapar fisik dan emosi, serta memberikan contoh pola makan yang baik, akan memberikan manfaat positif jangka panjang hingga mereka dewasa. (Z-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya