Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
Hipertensi yang tidak terkelola dengan baik terbukti meningkatkan risiko terjadinya demensia. Menjaga tekanan darah mulai dari usia dini bukan hanya bermanfaat untuk jantung, tetapi juga sangat penting bagi kesehatan otak. Deteksi dan pencegahan yang dilakukan lebih awal dapat memperpanjang masa produktif seseorang serta mencegah gangguan ingatan saat memasuki usia lanjut.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah salah satu faktor risiko utama yang menyebabkan penurunan fungsi otak. Jika dibiarkan tanpa pengendalian, kondisi ini dapat merusak pembuluh darah kecil di otak, yang pada akhirnya memicu gangguan kognitif jangka panjang, termasuk demensia vaskular dan penyakit Alzheimer. Risiko ini semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia, terutama bagi individu yang tidak menerapkan gaya hidup sehat atau jarang memeriksakan tekanan darah mereka.
Menurut American Heart Association (AHA), menjaga tekanan darah tetap di bawah angka 120/80 mmHg dapat mengurangi risiko penurunan fungsi otak hingga 15 persen. Dr. Mitchell Elkind, peneliti senior AHA, mengungkapkan, “Mengendalikan tekanan darah sejak usia paruh baya merupakan strategi penting untuk mengurangi risiko gangguan kognitif dan demensia di kemudian hari. ”
Bahwa hipertensi yang tidak ditangani dapat menyebabkan stroke ringan (silent stroke) yang tidak menunjukkan gejala namun secara perlahan merusak jaringan otak. Jika kondisi ini dibiarkan, maka akan berpengaruh pada daya ingat, konsentrasi, serta kemampuan berbicara dan mengenali lingkungan sekitar.
World Health Organization (WHO) bahwa sekitar 1,28 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami hipertensi, dan dua pertiganya berada di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Banyak di antara mereka yang tidak menyadari kondisi ini karena hipertensi sering kali tidak menunjukkan gejala pada tahap awal.
Pencegahan demensia yang disebabkan oleh hipertensi dapat dilakukan dengan menerapkan gaya hidup sehat. Dengan merekomendasikan pola makan seimbang seperti diet DASH, yang rendah akan garam dan tinggi serat, melakukan olahraga rutin minimal 30 menit setiap hari, menghentikan kebiasaan merokok, membatasi konsumsi alkohol, serta menjaga berat badan ideal. Pemeriksaan tekanan darah secara rutin, bahkan saat merasa sehat, sangat dianjurkan.
Bagi individu yang menderita hipertensi, kepatuhan dalam mengonsumsi obat sesuai dengan arahan dokter adalah hal yang krusial untuk pengendalian tekanan darah dalam jangka panjang.
Hipertensi sering disebut sebagai “silent killer” karena tidak menunjukkan gejala yang jelas, namun dampaknya dapat merusak berbagai organ, termasuk otak. Jika dibiarkan, komplikasi yang ditimbulkannya dapat berpengaruh besar terhadap kualitas hidup pasien dan keluarganya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menyadari bahaya hipertensi dan memahami pentingnya pencegahan.
Melindungi otak dari risiko demensia dimulai dengan kebiasaan sehat yang diterapkan hari ini. Semakin cepat hipertensi dikenali dan dikelola, semakin besar peluang seseorang untuk tetap sehat secara fisik dan mental hingga usia lanjut. (Hellosehat/WHO/E-3)
Penemuan terbaru dari dunia medis membawa harapan baru dalam pengobatan stroke dan penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer.
Demensia adalah istilah umum untuk kumpulan gejala penurunan kognitif, sedangkan Alzheimer merupakan salah satu jenis demensia
Peneliti ETH Zurich berhasil menciptakan lebih dari 400 jenis sel saraf dari sel induk manusia menggunakan kombinasi morfogen dan rekayasa genetik.
Penelitian terbaru mengungkap duduk terlalu lama berkaitan dengan penurunan fungsi otak dan peningkatan risiko Alzheimer.
Peneliti melatih dan menguji AI pada lebih dari 3.600 pemindaian, termasuk gambar dari pasien dengan demensia dan orang tanpa gangguan kognitif.
FDA menyetujui tes darah pertama untuk deteksi dini Alzheimer. Diagnosis kini lebih mudah, cepat, dan tanpa prosedur invasif seperti PET scan dan pungsi lumbal.
Berbeda dari Alzheimer, FTD lebih sering menyerang usia muda, biasanya antara 40 hingga 65 tahun.
KABAR mengenai kondisi kesehatan aktor legendaris Bruce Willis yang semakin menurun akibat Demensia Frontotemporal (FTD) menarik perhatian publik.
KELUARGA Bruce Willis menghadapi situasi menyedihkan sejak ia didiagnosis mengidap demensia frontotemporal (FTD), keluarga menginformasikan secara terbuka
Aktor legendaris Bruce Willis dilaporkan tidak lagi bisa berbicara, membaca, atau berjalan akibat penurunan kondisi demensia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved